(Arrahmah.com) – Nabi Idris ‘alaihissalam adalah seorang nabi yang Allah puji akan sifat pembenaran yang sempurna, mempunyai ilmu yang sempurna, keyakinan yang kokoh, dan banyaknya amal shaleh. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mengangkat namanya ke seluruh penjuru alam, serta Allah angkat kedudukannya di antara makhluk yang dekat dengan-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikianlah komentar Syaikh As-Sa’di dalam menafsirkan Surat Maryam: 56-57.
Dalam Alquran dan sunah tidaklah terlalu panjang lebar cerita akan Nabi Idris ‘alaihissalam. Dalam Alquran hanya tiga ayat yang menyebut langsung tentangnya. Di antaranya,
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِدْرِيسَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا {56} وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا عَلِيًّا {57}
“Dan ingatlah apa di dalam al-Kitab tentang Nabi Idris. Dia adalah seorang sangat pembenar, lagi seorang Nabi.” (QS. Maryam: 56-57)
Mujahid menjelaskan tentang ayat tersebut bahwa Nabi Idris ‘alaihissalam diangkat ke langit dalam keadaan tidak mati seperti Nabi Isa ‘alaihissalam (Tafsir Ath-Thabari, 72:16 dengan sanad yang shahih). Ada riwayat lain yang menjelaskan bahwa dia diangkat malaikat ke langit, kemudian datanglah malaikat maut mencabut nyawanya di sana, wallahu a’lam.
Nabi Idris ‘alaihissalam bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di langit yang keempat saat peristiwa mi’raj. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan kedudukannya pada derajat yang tinggi di antara para nabi lainnya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat yang lain,
وَإِسْمَاعِيلَ وَإِدْرِيسَ وَذَا الْكِفْلِ كَلٌّ مِّنَ الصَّابِرِينَ
“Dan Nabi Ismail, Nabi Idris, Nabi Dzulkifli, mereka termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anbiya: 85)
Demikian juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam hadis sesuatu yang mengisyaratkan tentang sifat Nabi Idris ‘alaihissalam. Beliau bersabda:
“Adalah seorang nabi dari para nabi yang menggaris nasib, maka barang siapa yang mampu melakukannya (dengan bekal ilmu yang pasti dan mencocoki), maka hal itu boleh baginya.” (HR. Muslim)
Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa nabi yang dimaksud (dalam hadis di atas) adalah Nabi Idris ‘alaihissalam. Imam Nawawi menjelaskan tentang hadis ini, “Maksud yang sesungguhnya menggaris nasib itu hukumnya haram, dikarenakan hal itu tidaklah dilakukan kecuali dengan syarat harus dengan ilmu yang pasti dan mencocoki, dan tidak ada bagi kita. Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyebutkan hukumnya, supaya tidak salah tafsir bahwa apa yang dilakukan nabi tersebut haram, karena memang nabi tersebut punya ilmunya sehingga boleh melakukannya. Adapun kita tidak punya ilmu tentangnya.” (Syarh Muslim, 5:21)
Kapan Masa Hidup Nabi Idris ‘Alaihissalam?
Terjadi perbedaan yang mendasar tentang riwayat Nabi Idris ‘alaihissalam, apakah dia seorang nabi yang hidup sebelum Nabi Nuh ‘alaihissalam ataukah sesudahnya? Ahli sejarah seperti Ibnu Katsir, Ath-Thabari, Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, Asy-Syaukani, As-Suyuthi, dan lainnya menjelaskan bahwa Nabi Idris ‘alaihissalam hidup sebelum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Alasan mereka:
(1). Ditinjau dari nasab bahwa Nabi Idris itu nama aslinya adalah Khonukh yang termasuk nenek moyang nabi Nuh ‘alaihissalam.
(2). Tafsir ayat:
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ مِن ذُرِّيَّةِ ءَادَمَ وَمِمَّنْ حَمَلْنَا مَعَ نُوحٍ وَمِن ذُرِّيَّةِ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْرَاءِيلَ وَمِمَّنْ هَدَيْنَا وَاجْتَبَيْنَا إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِمْ ءَايَاتُ الرَّحْمَـنِ خَرُّوا سُجَّدًا وَبُكِيًّا
“Mereka itulah adalah orang-orang yang Allah telah beri nikmat, yaitu kalangan para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang yang Kami angkat bersama Nuh dari keturunan Ibrohim dan Israil, dan dari orang-orang yang Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyangka dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 58)
Makna (من ذرية آدم) adalah nabi Idris ‘alaihissalam. Sebab dalam ayat itu diurutkan tentang silsilah keturunannya. Dan Nabi Idris ‘alaihissalam termasuk keturunan Nabi Adam ‘alaihissalam yang tidak bersama Nabi Nuh ‘alaihissalam dalam perahu. Berarti Nabi Idris ‘alaihissalam urutannya sebelum Nabi Nuh ‘alaihissalam.
(3). Imam an-Nawawi berkata, “Perkataan Nabi Idris (مرحبا بالنبي الصالح والأخ الصالح) ) tidak menghalangi bahwa keberadaan Nabi Idris ‘alaihissalam sebagai bapak nabi kita yakni Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebab perkataan ‘saudara yang shaleh’ mengandung pengertian bahwa itu sebagai bahasa lembut dan beradab, di mana memakai lafaz saudara sekalipun ia anak laki-lakinya karena para nabi semuanya bersaudara, demikian juga orang-orang mukmin semuanya bersaudara.” (Syarh Muslim, 2:220).
Adapun ulama yang lain, seperti Al-Qurthubi, Muhammad bin Abdul Wahab, Ibnu Utsaimin, dan lainnya menyatakan bahwa Nabi Idris ‘alaihissalam itu hidup sesudah Nabi Nuh ‘alaihissalam. Mereka beralasan:
(1). Perkataan manusia kepada Nabi Nuh ‘alaihissalam di saat meminta syafa’at:
“Wahai Nuh…! Engkau adalah rasul pertama yang Allah utus untuk penduduk bumi.”
Di sini telah jelas bahwa tidak ada rasul sebelum Nabi Nuh. Jadi kalau Nabi Idris termasuk rasul maka tidak mungkin dia hidup sebelum Nabi Nuh.
(2). Tafsir QS. An-Nisa: 163. Di sini para nabi diurutkan sesudah Nabi Nuh ‘alaihissalam, termasuk di antaranya Nabi Idris ‘alaihissalam, berarti masanya setelah Nabi Nuh ‘alaihissalam.
(3). Ucapan Imam Al-Bukhari dalam Shahih-nya bahwa Nabi Idris ‘alaihissalam adalah Nabi Ilyas ‘alaihissalam. Dan telah jelas diketahui bahwa Nabi Ilyas ‘alaihissalam hidupnya setelah Nabi Nuh.
(4). Perkataan Nabi Idris ‘alaihissalam sendiri ketika bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di langit keempat (dalam peristiwa mi’raj) (مرحبا بالنبي الصالح والأخ الصالح) (“Selamat datang wahai Nabi yang shaleh dan saudara yang shaleh!”). kalau Nabi Idris ‘alaihissalam hidup sebelum Nabi Nuh ‘alaihissalam. Tentu ia akan mengatakan: (مرحبا بالنبي الصالح والأخ الصالح) (“Selamat datang wahai Nabi yang shaleh dan anak yang shaleh!”) sebagaimana ucapan Nabi Adam dan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Ada lagi pendapat yang tidak memihak, di antaranya adalah:
(1). Ibnu Hajar berkata, “Pengertian bahwa Nabi Nuh sebagai rasul yang pertama itu berkaitan dengan penduduk bumi. Sebab di zaman Nabi Adam tidak ada penghuni di bumi ini melainkan keluarganya saja, jadi kerasulan Nabi Adam ibarat pendidikan untuk anak-anaknya. Juga mengandung pengertian bahwa kerasulan Nabi Nuh itu untuk anak-anaknya dan selainnya yang sudah menyebar di beberapa daerah. Adapun Nabi Adam, kerasulannya hanya terbatas pada anaknya dan mereka dalam satu daerah saja. Adapun tentang Nabi Idris terjadi masalah, karena keberadaannya sebelum atau sesudah Nabi Nuh diperselisihkan.” (Fathul Bari, 6:418)
(2). Al-Qadhi Iyadh berkata, “Bila Nabi Idris itu adalah Nabi Ilyas dari Bani Israil maka berarti ia hidup sesudah Nabi Nuh, sehingga benarlah bahwa Nabi Nuh adalah seorang nabi dan rasul yang pertama dan Nabi Idris pun juga seorang nabi dan rasul. Adapun Nabi Adam dan anaknya Syits, sekalipun juga seorang rasul, tetapi hanya terbatas pada anak-anaknya dan keluarganya; mengingat saat itu belum ada orang kafir. Keduanya mengajarkan iman dan taat kepada Allah Ta’ala. Lain lagi dengan Nabi Nuh, ia diutus kepada orang-orang kafir yang sudah mulai ada di bumi. Dan inilah barangkali pedanpat yang lebih dekat bahwa Nabi Adam dan Idris ‘alaihissalam keduanya bukanlah seorang rasul melainkan keduanya nabi.” (Syarh Muslim oleh Imam an-Nawawi, 3:55)
Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 11 Tahun ke-1 Jumadal Ula 1429/Juni 2008
(*/Arrahmah.com)