JAKARTA (Arrahmah.id) – Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris jelas mengatakan bahwa 180 nama pencermah radikal yang beredar luas di media social merupakan hoaks.
Untuk itu, BNPT mengajak kepada masyarakat untuk cek informasinya, jangan mudah terpicu dengan informasi daftar penceramah radikal yang seakan-akan dirilis oleh BNPT.
“Terkait dengan list daftar penceramah (radikal) itu, BNPT tak pernah merilis. Hoaks itu!” tegas Irfan dikutip Kompas TV, pada Selasa (8/3/2022).
Sebelumnya beredar luas di media social WhatsApp daftar 180 penceramah radikal. Di antara nama-nama tersebut terdapat nama Ustadz Abdul Somad (UAS), Ustadz Adi Hidayat (UAH), Alm. Teungku Zulkarnain, Alm. Ustadz Muinudinillah, dan lain-lain.
Irfan menegaskan, BNPT tidak punya wewenang merilis daftar nama penceramah atau ustaz radikal, meskipun lembaga itu bertugas dalam bidang pencegahan terorisme.0:18/0:37
“Dan BNPT tidak punya kewenangan menentukan list seperti itu, makanya dengan media kita harus ajak masyarakat cerahkan jangan sampai terprovokasi jangan sampai dengan sedikit list, ini hoaks!” katanya.
Irfan mengatakan, yang dilakukan BNPT alih-alih merilis daftar penceramah radikal, BNPT bersinergi dengan gugus tugas tokoh agama untuk menekan radikalisme dan terorisme.
BNPT, kata dia, bukan lantas harus mengeluarkan atau merilis daftar nama penceramah yang terdeteksi radikal dan tidak radikal.
“Tugas kita koordinasikan kementerian dan lembaga yang punya kewenangan, BNPT bukan only one yang harus lakukan seperti itu. Seluruh kompenen bangsa, seluruh kementerian lembaga, seluruh ormas, harus bersatu karena radikal terorisme ini menghalalkan segala cara atas nama ideologi kekerasan untuk mengganti Pancasila jadi negara agama,” katanya.
Sebelumnya, Dikretur Pencegahan BNPT Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakhid
memaparkan lima ciri-ciri penceramah radikal. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.
Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).
Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.
“Mengenali ciri-ciri penceramah jangan terjebak pada tampilan, tetapi isi ceramah dan cara pandang mereka dalam melihat persoalan keagamaan yang selalu dibenturkan dengan wawasan kebangsaan, kebudayaan dan keragaman,” jelas perwira tinggi polisi itu pada Sabtu (5/3). (rafa/arrahmah.id)