Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA *
بسم الله الرحمن الرحيم
عليكم ورحمة الله وبركاته
(Arrahmah.id) – Terkait dengan beredarnya video di medsos dan media online dan berita mengenai pernyataan Menteri Agama Yaqut Choilil Qoumas tentang pengaturan volume suara penggunaan toa (pengeras suara) untuk azan dengan alasan menjaga toleransi beragama dan membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing sebagaimana diberitakan di berbagai media baik nasional maupun lokal yang disampaikan di gedung Daerah Provinsi Riau, Pekan Baru pada hari Rabu (23/2/2022), di mana pernyataan Menag tersebut telah menimbulkan keresahan umat Islam, kegaduhan bangsa, dan kecaman umat Islam terhadap Menteri Agama Yaqut, maka saya ingin memberi tanggapan sebagai berikut:
Pertama: Menyayangkan pernyataan Yaqut. Pernyataan Yaqut ini telah membuat kegaduhan bangsa dan melukai perasaan umat Islam. Ini sangat berpotensi merusak ukhuwah umat Islam dan persatuan bangsa.
Kedua: Ini penistaan agama Islam. Perbuatannya ini sepatutnya diproses hukum karena mengandung unsur pidana dan melanggar hukum pidana tentang larangan penistaan agama. Unsur pelanggaran ini sudah terpenuhi karena diucapkan dengan sengaja dan disampaikan dihadapan publiki dan di media-media.
Ketiga: Pernyataan Yaqut itu melanggar Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 29 yang menjamin toleransi beragama di Indonesia.
Keempat: Mengeneralisasikan penggunaan toa untuk azan di masjid dan mushalla/surau menggangu pemeluk agama lain dan mengatasnamakan toleransi adalah keliru dan berlebihan. Seharusnya, tidak boleh seorangpun yang merasa terganggu dengan suara azan, apalagi melarangnya. Karena, azan adakah syariat dan syi’ar Islam yang harus dihormati oleh pemeluk agama lain, terutama muslim itu sendiri. Sebagaimana selama ini umat Islam menghormati syiar dan ajaran agama lain seperti bunyi lonceng gereja sebagai syiar panggilan ibadah umat Kristen dan asap pembakaran dupa sebagai ibadah umat hindu. Inilah toleransi yang benar.
Kelima: Membuat perbandingan antara suara azan yang merupakan syi’atr Islam, ibadah dan seruan untuk shalat yang merupakan salah satu rukun Islam yang lima agar ditunaikan secara berjamaah di masjid dan mushalla/surau dengan suara gonggongan anjing dan melarang memperbesar suara azan dengan memperkecil suara volume toa adalah cermin sikap tidak toleransi beragama.
Sangat aneh bila ada orang yang mengaku dirinya sebagai orang yang menjunjung prinsip toleransi, justru dirinya tidak toleransi, mengaku dirinya sebagai orang yang mengamalkan prinsip pancasila, tapi justru melanggar pancasila, mengaku taat hukum, tapi justru melanggar hukum.
Keenam: Pernyataan Yaqut ini menunjukkan sifat dan sikapnya yang islamophobia, karena hanya ditujukan khusus untuk ummat Islam, sedangkan penggunaan pengeras suara untuk keperluan lainnya, semisal konser musik dan lagu, pentas seni, perniagaan, pertandingan olah raga, perkawinan dan lainnya yang sering kali lebih keras dibanding suara Azan, tidak ditertibkan.
Pernyataan itu menunjukkan jati diri dan cermin kepribadiannya yang sebenarnya. Karena, suatu ucapan itu keluar dari keyakinan dan karakter seseorang. Ucapan seperti ini tidak mungkin keluar dari mulut seorang muslim yang baik dan benar keislaman dan keimanannya.
Ketujuh: Pernyataan Yaqut adalah kesalahan yang besar dan fatal. Perntaannya ini tidak benar dan tidak bisa diterima secara agama, logika sehat, fakta dan moral. Azan itu ajaran Islam untuk memanggil orang untuk shalat lima waktu dalam sehari dan semalam. Suaranya merdu dan indah. Semua orang mengakuinya termasuk orang-orang non muslim kecuali ada sifat kemunafikan atau kedengkian d ihatinya. Bahkan sebahagian orang-orang non muslim tertarik masuk Islam karena keindahan suara azan.
Kedelapan: Pernyataan Yaqut itu termasuk radikal dan bertentangan dengan pernyataannya sendiri dan pemerintah yang sibuk mengkampanyekan deradikalisasi selama ini. Sangat disayangkan, ada orang yang menganggap dirinya paling toleran dan suka menuduh radikal orang lain, namun pernyataannya ini mencerminkan sikap intoleransi dan radikalisme.
Kesembilan: Pernyataan Yaqut sangat memalukan dan mencoreng pemerintah. Ucapannya menganalogikan suara azan dengan suara gonggongan anjing ini sangat kasar dan tidak sopan sehingga melukai hati umat Islam. Tidak pantas bagi seorang pejabat setingkat menteri berbicara seperti itu di hadapan publik dan di media, terlebih lagi bagi seorang menteri agama yang sepatutnya memberi keteladanan yang sejuk dan menumbuhkan spirit toleransi beragama yang benar. Ucapannya ini lebih parah dari orang yang tidak berpendidikan, karena tidak beradab dan tidak pula bersikap sopan santun terhadap agama dan umat Islam.
Kesepuluh: Mengingatkan implikasi ucapan Yakut sebagai seorang muslim. Ucapannya ini sangat berbahaya bagi dirinya sendiri sebagai muslim. Ucapan ini dosa besar, bertentangan dengan perilaku orang beriman yang senantiasa memuliakan dan mengagungkan simbol simbol agama.
Kesebelas: Mendukung kecaman dan penolakan para ulama, tokoh bangsa, tokoh ormas-ormas Islam, para intelektual dan seluruh umat Islam terhadap pernyataan Yaqut yang secara tegas mengecam dan menolak pernyataannya itu.
Keduabelas: Pernyataan Yaqut telah merusak toleransi beragama itu sendiri. Toleransi bermakna saling menghormati dalam menjalankan agama. Larangan Yaqut dalam Surat Edarannya sebagai menteri agama telah merusak makna dan semangat pengamalan toleransi.
Ketigabelas: Meminta Yaqut untuk menghentikan segala bentuk stigma keji terhadap syariat dan syi’ar Islam dan meminta Yaqut mencabut Surat Edarannya yang telah menjadi sumber masalah kegaduhan bangsa saat ini serta meminta maaf kepada umat Islam secara terbuka.
Keempatbelas: Meminta Yaqut untuk mengfokus kepada tugas dan kewajibannya sebagai Menteri Agama. Masih banyak persoalan-persoalan penting yang harus dipikirkan dan diselesaikan oleh seorang Menteri Agama seperti persoalan internal kementeriannya, urusan haji, waqaf, nikah, thalak, dan lainnya khususnya persoalan penistaan agama.
Jangan sibuk dengan urusan kecil seperti suara toa azan, radikalisme, toleransi yang salah kaprah, dan yang lainnya yang bukan menjadi tupoksi Menteri Agama dan tidak memberikan manfaat bagi Islam dan umat Islam.
Kelimabelas: Terakhir, saya berpesan kepada Menteri Agama dan umat Islam agar takut dan bertakwa kepada Allah swt dengan menjalankan syariat-Nya dan menghidupkan syiar agama-Nya. Jabatan dan hidup kita di dunia ini hanya sebentar. Kita semua akan kembali kepada Allah swt dan akan diminta pertanggung jawaban atas jabatan dan semua perbuatan kita di dunia. Semoga Allah swt memberi petunjuk kepada kita ke jalan yang lurus dan mengampuni dosa-dosa kita. Aamin.
Demikian tanggapan ini saya sampaikan kepada para awak media untuk merespon persoalan umat dan bangsa ini. Tanggapan saya ini juga sebagai upaya pembelaan saya terhadap Islam dan umat Islam dan sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian saya terhadap Islam, bangsa dan negara NKRI. Semoga Allah swt selalu memberi petunjuk kepada kita semua dan menjaga kita dari maksiat (dosa). Aamin..!
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Banda Aceh, 25 Febtuari 2022.
Ttd
*) Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Aceh, Pengurus Parmusi Aceh, ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara dan Doktor bidang Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM).
(*/arrahmah.id)