KHARTOUM (Arrahmah.id) — Pasukan keamanan Sudan menembak mati dua pengunjuk rasa pada Senin (14/2/2022). Mereka melakukan kekerasan terhadap demonstran penentang kudeta militer tahun lalu dan menangkap sejumlah aktivis pro-demokrasi.
Protes massal yang teratur telah mengguncang negara Afrika timur laut yang bermasalah itu sejak pengambilalihan militer pada 25 Oktober 2021 yang dipimpin panglima militer, Abdel Fattah al Burhan.
Dengan adanya korban tewas pada Senin kemarin, maka jumlah pedemo yang meninggal dalam kerusuhan menjadi 81 orang.
Perebutan kekuasaan itu menggagalkan kesepakatan pembagian kekuasaan yang rapuh antara tentara dan warga sipil yang dirundingkan setelah penggulingan Omar al Bashir pada 2019.
Pada Senin kemarin, ribuan orang melakukan unjuk rasa di ibu kota Khartoum dan Omdurman. Sementara protes juga terjadi di kota timur Port Sudan dan wilayah Darfur barat.
Di Khartoum, protes dimulai dengan kerumunan orang yang mengibarkan bendera nasional dan membawa balon merah, karena unjuk rasa itu bertepatan dengan Hari Valentine.
“Hari ini adalah hari cinta bangsa,” demikian bunyi salah satu spanduk yang dibawa pedemo, dilansir dari France24 (15/2).
Beberapa dari pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan menuntut pihak berwenang membebaskan para aktivis yang telah ditangkap, sementara yang lain membawa foto-foto pengunjuk rasa yang terbunuh.
“Kami menuntut pembebasan anggota komite perlawanan dan politisi yang ditangkap secara tidak adil, dan beberapa di antaranya menghadapi tuduhan palsu,” kata pengunjuk rasa Khaled Mohamed.
Tetapi ketika massa mencoba mendekati istana presiden, pasukan keamanan menembakkan tabung gas air mata.
“Seorang pengunjuk rasa tewas setelah dia ditembak di leher dan dada oleh peluru tajam oleh pasukan kudeta di Khartoum,” kata Komite Sentral Dokter Sudan yang independen.
Sedangkan seorang lainnya tewas terkena peluru hidup di bahu kiri yang menembus ke dada. (hanoum/arrahmah.id)