JAKARTA (Arrahmah.id) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi program kunjungan Ka’bah metaverse yang diluncurkan Arab Saudi pada Desember lalu.
Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam mengatakan bahwa program itu tidak bisa dimanfaatkan untuk ibadah haji.
“Pelaksanaan ibadah haji dengan mengunjungi Ka’bah secara virtual tidaklah cukup, dan tidak memenuhi syarat karena aktivitas ibadah haji itu hukumnya tauqifi. Tata caranya sudah ditentukan,” kata Asrorun Niam, Selasa (8/2), lansir CNN Indonesia.
Niam menjelaskan, deret kegiatan ibadah haji harus dilakukan secara fisik. Misalnya thawaf yang berjalan mengelilingi Ka’bah. Kegiatan itu harus dilakukan secara fisik.
“Tidak bisa dalam angan-angan. Atau mengelilingi gambar Ka’bah atau replika Ka’bah,” lanjutnya.
Menurutnya, program kunjungan Ka’bah secara virtual ini lebih ditujukan sebagai sarana promosi pemerintah Arab Saudi. Bukan untuk ibadah haji, begitu pula umrah.
Dengan platform tersebut, ujar Niam, masyarakat dapat terbantu dalam mengenali lokasi sebelum berangkat menunaikan ibadah haji.
“Platform untuk kunjungan Ka’bah secara virtual ini bisa bermanfaat untuk mengenali tempat-tempat yang akan dijadikan tempat pelaksanaan ibadah. Ini sangat bermanfaat bagi persiapan pelaksanaan ibadah,” jelasnya.
Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi meluncurkan program di metaverse yang memungkinkan umat Muslim di seluruh dunia mendapat pengalaman mengunjungi Ka’bah secara virtual.
Program yang diluncurkan pada Desember 2021 ini bernama ‘Virtual Hacerülesved’ atau Hajar Al-Aswad Virtual.
Hajar Al-Aswad Virtual merupakan hasil kerja sama antara Imam Besar Ka’bah Abdurrahman Sudeysi dengan Universitas al-Qura serta Kementerian Pameran dan Museum Arab Saudi.
Dengan dirilisnya platform tersebut, pengunjung tak hanya bisa mendapatkan pengalaman visual dan audio di Ka’bah, namun juga pengalaman sentuhan dan bau.
Meski demikian, Kementerian Agama Turki (Diyanet) mengatakan kunjungan virtual tersebut tidak bisa dianggap sebagai ibadah haji yang sebenarnya.
Ia menegaskan, ibadah haji tetap perlu dilaksanakan secara fisik di dunia nyata di tanah suci umat Muslim tersebut.
“Orang-orang beriman dapat mengunjungi Ka’bah di metaverse, tetapi itu tidak akan pernah dianggap sebagai ibadah yang benar. Kaki mereka harus menyentuh tanah [Kabah]” jelas Bircan.
(ameera/arrahmah.id)