Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA *)
(Arrahmah.id) – BNPT mencatat sedikitnya 198 pondok pesantren terafiliasi dengan sejumlah organisasi teroris, baik dalam dan luar negeri termasuk ISIS.
Hal itu disampaikan Kepala BNPT, Komjen Boy Rafli Amar dalam rapat dengan Komisi III DPR pada Selasa (25/1). Namun, Boy tidak mengungkap lebih lanjut terkait identitas atau nama pesantren yang dimaksud.
BNPT mencatat, dari total 198 pesantren tersebut, 11 Ponpes berafiliasi Jamaah Ansharul Khilafah (JAK), 68 Ponpes terafiliasi Jamaah Islamiyah (JI) dan 119 Ponpes terafiliasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan simpatisan ISIS. (www.republika.co.id, 28 Januari 2022).
Terkait dengan pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyebut ada 198 pondok pesantren terafiliasi dengan terorisme tersebut sebagaimana diberitakan di media-media di mana pernyataan Kepala BNPT tersebut telah menimbulkan keresahan umat Islam, kegaduhan bangsa, dan kecaman umat Islam terhadap BNPT, maka saya ingin memberi tanggapan sebagai berikut:
Pertama: Mengecam dan menyanyangkan pernyataan Kepala BNPT. Pernyataan Kepala BNPT ini telah membuat kegaduhan bangsa dan melukai perasaan umat Islam. Ini sangat berpotensi merusak ukhuwah dan persatuan bangsa.
Kedua: Pernyataan Kepala BNPT ini fitnah terhadap umat Islam dan menjadi bumerang bagi dirinya bila tidak bisa dibuktikan. Dalam Islam, menfitnah itu hukumnya haram (dosa besar). Selain melanggar hukum Islam, juga melanggar hukum positif di Infonesia. Dalam hukum positif, perbuatan fitnah dan ujaran kebencian ini bisa diproses hukum atau dipidanakan.
Ketiga: Tidak benar ada pesantren yang terlibat terosrime. Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan ajaran Islam. Pesantren mengajarkan kebaikan, kelembutan, dan kedama’an. Sebaliknya, pesantren tidak mengajarkan kekerasan, kegaduhan, kejahatan, apalagi terorisme. Bahkan melarangnya karena Islam mengharamkannya. Pesantren mengajarkan ketaatan kepada agama, pemimpin, dan ulama. Juga mengajarkan nasionalisme dan kecintaan kepada negara NKRI.
Keempat: Kalau ada memang sebagian pesantren yang berafiliasi kepada kelompok radikal atau teroris, tapi itu tidak mewakili keseluruhan pesantren atau umat Islam. Sebut saja nama pesantren. Jangan mengeneralisir. Ini sangat berbahaya. Merugikan Islam, umat Islam dan bangsa serta menimbulkan banyak mudharat. Jangan pula memberi informasi yang bias, karena mengundang keresahan orang banyak.
Kelima: Pesantren adalah lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang telah berjasa dan memberikan kontribusi kepada bangsa dalam mencerdaskan anak bangsa dan memajukan bangsa. Pesantren telah melahirkan orang-orang yang cerdas dan shalih (baik). Bahkan telah melahirkan para ulama dan pemimpin bangsa, termasuk para pendiri bangsa Indonesia. Lahirnya negara Indonesia itu andil besar dan jasa para ulama dan santri.
Keenam: Pernyataan ketua BNPT ini menunjukkan sifat dan sikap islamphobia yang dapat merusak ukhuwah umat Islam dan persatuan bangsa. Perbuatannya ini telah melanggar syariat Islam. Dalam Islam, islamphobia hukumnya haram (dosa besar). Bahkan bisa mengeluarkan seorang muslim dari Islam. Ketua BNPT dan orang-orang yang sama pemahaman dengannya harus paham hukum dan bahaya islamphobia, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap bangsa.
Ketujuh: Menuduh pesantren sebagai tempat terorisme sama saja menebarkan ketakutan dan keresahan, menimbulkan kecurigaan sesama umat Islam dan menciptakan konfilk di tengah masyarakat. Akibatnya, masyarakat akan takut menyekolah anaknya ke pesantren sehingga terjadi pembodohan umat secara terstruktur dan terorganisir dan akan terjadi konflik sesama umat Islam karena saling curiga dan menuduh radikal/teroris. Perbuatan ini bisa masuk kategori kriminal yang bisa dipidanakan.
Kedelapan: BPNT perlu menyebutkan nama-nama pesantren yang dituduh oleh BNPT berafiliasi atau terlibat dengan terorisme. Temuan BNPT itu harus diuji publik agar masyarakat dan umat Islam, khususnya para ulama, tokoh-tokoh Islam, dan ormas-ormas Islam bisa menilai kebenarannya. Selain itu, BNPT harus memberikan ruang penjelasan dan klatifikasi dari pesantren-pesantren tersebut.
Kesembilan: Mendukung bantahan dan penolakan para tokoh Islam dan bangsa dan ormas-ormas Islam terhadap tuduhan BNPT tersebut di antaranya bapak Yusuf Kalla, KH. Muhyiddin Junaidi, KH. Dr. Hidayat Nurwahid, Buya Anwar Abbas, KH. Didin Hafifuddin, para pimpinan ormas Islam di antaranya pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI), PBNU, Muhammadiyah, Persatuan Islam (PERSIS) dan Dewan Masjid Indonesia (DMI), serta para pimpinan pesantren di antaranya Pondok Gontor dan lainnya, yang secara tegas dan argumentatif mengkritisi dan menolak pernyataan BNPT dan sikap islamophobia serta framing yang muncul akibat opini tanpa bukti tersebut.
Kesepuluh: Meminta BNPT untuk menghentikan segala bentuk fitnah dan stigma keji terhadap umat Islam (framing terorisme terhadap ulama, masjid, pesantren dan lain-lain) dan meminta maaf kepada umat Islam. Selama ini BNPT telah salah sasaran dalam menargetkan dan menangkap teroris. Tuduhan radikalisme dan terorisme selalu dialamatkan kepada Islam dan umat Islam. Padahal Islam dan umat Islam tidak demikian, bahkan mengharamkannya. Ini agenda dan propaganda musuh-musuh Islam.
Kesebalas: Sebagai bentuk kecintaan BNPT terhadap bangsa dan negara NKRI, lebih baik pikiran dan dana BNPT dialihkan untuk menumpas kelompok teroris di Papua yang telah membunuh banyak rakyat sipil, polisi, TNI dan nyata ingin memisahkan diri dari NKRI. BNPT minta kepada menteri terkait agar mengirim densus 88 dan TNI ke Papua untuk menumpas habis kelompok separatis teroris Papua dan MEREKALAH TERORIS YANG SEBENARNYA.
Kedua belas: Meminta BNPT agar mengekspos secara transparan apa kriteria ulama, pesantren, dan masjid yang terpapar radikal atau teroris yang dimaksud, agar masyarakat bisa menilai benar atau salah kriteria tersebut. Selain itu, agar masyarakat bisa mewaspainya jika kriteria yang dimaksud BNPT itu benar sesuai dengan agama dan akal sehat.
Ketiga belas: Meminta BNPT agar berhati-hati dalam menyimpulkan dan menyatakan seseorang terlibat radikalisme atau terorisme. Jangan gegabah dalam menindak isu radikalisme dan terorisme sehingga salah sasaran dan salah tangkap. Bila ini terjadi, justru akan menjadi blunder dan bumerang yang akan mencoreng dan merugikan BNPT sendiri, serta mempermalukan pemerintah Jokowi di mata seluruh rakyat Indonesia dan masyarakat internasional.
Demikian tanggapan ini saya sampaikan untuk merespon persoalan umat Islam dan bangsa terkait tuduhan terorisme terhadap pesantren, sebagai bentuk kecintaan dan kepedulian saya terhadap agama, bangsa dan negara NKRI. Tanggapan saya ini untuk membantah tuduhan BNPT dan meluruskan pemahaman dan penilaian BNPT yang salah terhadap pesantren selama ini. Semoga Allah swt selalu memberi petunjuk kepada kita semua dan menjaga kita dari bahaya fitnah ini.
Banda Aceh, 31 Januari 2022.
*) Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, anggota Parmusi Provinsi Aceh, ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Dosen Pascasarjana UIN Ar-Raniry, dan Doktor bidang Fiqh & Ushul Fiqh International Islamic University Malaysia (IIUM).
(*/arrahmah.id)