QAMISHLI (Arrahmah.id) — Bentrokan masih berlangsung selama dua hari berturut-turut antara Pasukan Demokratik Suriah (SDF), Pasukan Kurdi Asayish, dan koalisi internasional pimpinan Amerika Serikat (AS) melawan militan Islamic State (ISIS) yang menyerang dan membebaskan tahanan di penjara al Sina’a, Hasakah.
Menurut Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, seperti dilansir North Press Agency (22/1/2022), 48 orang tewas termasuk 5 orang warga sipil, 6 orang militan ISIS, dan sisanya anggota milisi Kurdi SDF. Seorang korban tewas dalam kondisi kepala yang dipenggal.
Dalam video yang dirilis kantor berita resmi ISIS Amaq News Agency, militan ISIS nampak bersenjata penuh dan menyandera sejumlah pasukan SDF di dalam area penjara.
Pembobolan penjara yang dilakukan oleh ISIS di penjara al Sina’a di Guweiran bertepatan dengan serangan ISIS di provinsi Diyala Irak yang menewaskan 11 tentara Irak.
“Penjebolan penjara dan kerusuhan penjara adalah komponen utama kebangkitan ISIS di Irak dan merupakan ancaman serius di Suriah,” ujar Dareen Khalifa, analis senior Suriah di International Crisis Group, seperti dikutip France 24 (22/1).
Dalam hal ini, The Washington Post melaporkan bahwa “para pemimpin kawasan tersebut harus segera meminta bantuan dari masyarakat internasional. Pemerintah lokal tidak dapat menanggung beban sendirian.”
“Meskipun pemerintah Inggris membantu memperluas penjara itu tahun lalu, SDF sebagai pasukan lapangan yang berkoalisi dengan AS telah berulang kali memperingatkan bahwa penjara dalam keadaan buruk dan rentan terhadap serangan,” kata The Washington Post.
Analis Nicholas Heras dari Newlines Institute di Washington mengatakan, “kelompok jihadis menargetkan penjara untuk meningkatkan jumlahnya.”
“Kelompok Islamic State ingin bergerak kembali, dan untuk melakukan itu mereka membutuhkan lebih banyak pejuang,” kata Heras kepada AFP.
“Istirahat di penjara merupakan kesempatan terbaik bagi ISIS untuk mendapatkan kembali kekuatannya dalam persenjataan, dan penjara Guweiran adalah target yang bagus untuk ISIS karena penuh sesak,” tambahnya.
Sementara Colin Clarke, direktur penelitian di lembaga think-tank Soufan Center yang berbasis di New York memperingatkan bahwa “Prospek terulangnya serangan itu tetap sangat nyata.”
Sementara itu, al Monitor berkomentar bahwa “Hampir tiga tahun setelah ISIS kehilangan benteng terakhirnya di kota Baghouz, Suriah, kelompok tersebut telah mengeksploitasi krisis ekonomi negara untuk memikat anggota baru. ISIS menawarkan sejumlah uang yang tak tertahankan kepada warga Suriah miskin agar bersedia bergabung dengan barisan mereka.” (hanoum/arrahmah.id)