MEDAN (Arrahmah.com) – Pemerintah seharusnya bekerja sama dengan aparat kepolisian untuk memberantas mafia pengemis yang sering memanfaatkan anak-anak menjadi peminta-minta di jalanan. Demikian yang diungkapkan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Sumatera Utara. Abdullah Syah.
“Praktik kotor seperti itu tidak hanya meresahkan masyarakat, tetapi juga melanggar ketentuan hukum dengan cara mengeksploitasi anak-anak sebagai pengemis, ini tidak boleh dibiarkan berkembang luas,” kata Abdullah di Medan, Minggu (14/8/2011).
Mafia pengemis tersebut biasanya memanfaatkan ibu yang membawa anak-anak untuk mengemis di persimpangan lampu merah, pinggir jalan atau tempat-tempat lainnya yang dianggap strategis dijadikan tempat untuk meminta-minta kepada pengendara mobil maupun sepeda motor.
Selain itu, para pengemis yang menggendong anak-anak masih kecil tersebut, tidak segan-segan untuk menerobos jalan raya untuk mengejar warga yang diharapkan bisa memberikan uang terhadap mereka.
“Para pengemis tersebut dalam melakukan praktiknya, tidak merasa takut terhadap keselamatan dirinya dengan cara menerobos jalan raya yang sedang melintas mobil, bus maupun sepeda motor, namun yang penting bagi mereka adalah dapat uang,” kata Abdullah.
Abdullah mengungkapkan dengan menertibkan mafia pengemis diharapkan jumlah para peminta-minta semakin berkurang. Misalnya di Kota Medan, pengemis musiman semakin bertambah banyak dan diperkirakan berasal dari luar daerah.
Pada bulan suci Ramadhan ini, kota Medan berpenduduk 2,3 juta jiwa semakin ramai didatangi pengemis, baik pengemis anak-anak, orang cacat, penderita kusta, orang tua, dan lainnya.
“Para mafia pengemis itu selama ini sering menjadikan lahan cari makan dengan memanfaatkan anak-anak untuk meminta-minta dan mencari uang. Pemerintah dan penegak hukum perlu lebih tegas untuk memberantas mafia yang meresahkan masyarakat tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh Abdullah Syah menegaskan bahwa dalam menertibkan para pengemis dan gelandangan yang dewasa ini semakin “membanjir” di Kota Medan pada khususnya dan seluruh kota di Indonesia pada umumnya, pemerintah harus lebih tegas untuk mencegah kehadiran mereka.
Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan razia, pendekatan persuasif, serta melakukan pembinaan terhadap mereka sehingga dapat meninggalkan pekerjaan meminta-minta itu.
Abdullah menyarankan agar pemerintah mencontoh cara yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam penanganan masalah pengemis. Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) dengan melarang warga untuk memberikan bantuan kepada pengemis.
Bagi, warga yang ketahuan memberikan sumbangan dapat didenda Rp500 ribu, dengan demikian yang selama ini pengemis tersebut tidak dapat uang lagi, sehingga mereka banyak yang meninggalkan profesi pengemis. Ini juga menjadi pembelajaran bagi warga yang malas bekerja, dan akhirnya jadi pengemis dan peminta-minta di jalanan.
“Padahal sebagian yang jadi pengemis itu masih kelihatan sehat, kokoh badannya. Mereka itu terjun jadi pengemis karena malas bekerja,” kata Abdullah Syah.
Sementara itu, berdasarkan data yang diperoleh di Kantor Departemen Sosial Provinsi Sumut tahun 2009, jumlah gelandangan dan pengemis di daerah tersebut sebanyak 7.813 orang. Dari jumlah 7.813 orang itu, yakni 4.373 gelandangan dan 3.440 pengemis. (ans/arrahmah.com)