Amerika Serikat (Arrahmah.id) — Pernyataan investor miliarder Chamath Palihapitiya bahwa dia dan kebanyakan orang Amerika tidak peduli atas dugaan pelanggaran terhadap etnis Uighur oleh Cina menuai kecaman publik.
Sebelumnya, Palihapitiya, pemilik bagian dari tim bola basket San Francisco yang juga pernah menjabat sebagai eksekutif muda di Facebook membuat komentar terkait Uighur dalam sebuah podcast.
Ketika itu dirinya menanggapi pernyataan pembawa acara bahwa tindakan Joe Biden tentang masalah HAM Xinjiang tidak membantunya dalam jajak pendapat.
“Jujur saja, tidak ada, tidak ada yang peduli tentang apa yang terjadi pada Uighur, oke? Anda mengungkitnya karena Anda benar-benar peduli. Dan saya pikir itu sangat bagus bahwa Anda peduli, tapi Kami semua tidak peduli. Saya hanya mengatakan kebenaran yang sangat sulit,” katanya saat itu.
Pernyataan itu memicu reaksi media sosial, yang kemudian diklarifikasi Palihapitiya di akun Twitternya dan mengakui bahwa komentarnya menunjukkan sikap kurang empati.
“Saya percaya bahwa hak asasi manusia penting, baik di Cina, Amerika Serikat, atau di tempat lain,” tulisnya di Twitter, seperti dikutip dari AFP, Rabu (19/1/2022).
Banyak pihak, termasuk pengacara hak asasi manusia Rayhan Asat tidak puas dengan pernyataan maaf Palihapitiya.
“Ketika orang meminta maaf, mereka pantas mendapatkan kesempatan kedua. Saya tidak melihat ini sebagai permintaan maaf ketika Chamath bahkan tidak bisa mengakui bagaimana komentarnya menyakiti komunitas Uighur,” tulis Asat di Twitter.
“Cina merasa nyaman mengetahui bahwa eksekutif perusahaan mendukung mereka dan akan melanjutkan genosida ini,” tudingnya.
Penyerang Boston Celtics Enes Kanter, yang telah berbicara blak-blakan tentang masalah hak asasi manusia dan berkampanye atas nama undang-undang kerja paksa, juga termasuk di antara mereka yang mengutuk komentar Palihapitiya.
“Ketika genosida terjadi, orang-orang seperti inilah yang membiarkannya terjadi,” tulisnya di Twitter.
“Tuan Palihapitiya tidak berbicara atas nama waralaba kami dan pandangannya tentu saja tidak mencerminkan pandangan organisasi kami”, kata tim tersebut.
AS menuduh Cina melakukan genosida dalam penindasannya terhadap minoritas Uighur yang mayoritas Muslim di wilayah Xinjiang, sebuah tuduhan yang berulang kali ditolak Cina.
Tahun lalu, Biden menandatangani undang-undang aturan baru yang mengharuskan perusahaan untuk membuktikan bahwa barang yang diimpor dari daerah tersebut tidak dibuat dengan “kerja paksa”. (hanoum/arrahmah.id)