PARIS (Arrahmah.id) – Dari 300 hingga 400 tentara bayaran Rusia beroperasi di Mali tengah, kata seorang pejabat senior kementerian angkatan bersenjata Prancis, menentang pernyataan junta negara Afrika Barat bahwa hanya pelatih militer Rusia yang dikerahkan di sana.
Negara-negara Afrika Barat lainnya telah menutup perbatasan mereka dengan Mali, memutuskan hubungan diplomatik dan memberlakukan sanksi ekonomi sebagai tanggapan atas penundaan pemilihan umum menyusul kudeta militer 2020, kata blok regional 15 negara bagian itu pada Ahad (9/1/2022).
Langkah itu juga sebagai tanggapan atas kedatangan kontraktor militer swasta dari Grup Wagner Rusia, yang sebagian besar anggotanya adalah mantan personel militer.
“Saya akan mengatakan ada sekitar 300-400 anggota Wagner dan ada juga pelatih Rusia, yang menyediakan peralatan,” kata pejabat Prancis itu kepada wartawan pada briefing Senin malam, seperti dilaporkan Reuters (11/1).
Pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan tentara bayaran Rusia telah dikerahkan dengan pasukan Mali ke pusat negara itu.
Junta Mali, yang telah mengusulkan transisi lima tahun daripada mengundurkan diri pada Februari seperti yang direncanakan semula, mengatakan pasukan baru itu adalah instruktur militer yang datang dengan peralatan yang mereka beli dari Rusia.
Uni Eropa telah menjatuhkan sanksi pada Grup Wagner, menuduhnya melakukan operasi klandestin atas nama Kremlin. Presiden Vladimir Putin mengatakan kelompok itu tidak mewakili negara Rusia, tetapi kontraktor militer swasta memiliki hak untuk bekerja di mana pun di dunia selama mereka tidak melanggar hukum Rusia.
Prancis yang memiliki ribuan tentara yang memerangi gerilyawan Islam di wilayah Sahel dan pada bulan Desember bergabung dengan 15 negara lain, sebagian besar negara-negara Eropa yang beroperasi di Mali, dalam mengutuk kemungkinan kedatangan tentara bayaran.
Paris mengatakan langkah seperti itu tidak sesuai dengan kehadiran Prancis di Mali.
“Fakta bahwa Wagner berada di bagian lain Mali membatasi risiko interaksi yang akan sangat sulit (bagi kami) untuk diterima,” kata pejabat Prancis itu. “Mereka (junta) membuat pilihan untuk memunggungi Eropa, Amerika dan Afrika dan itu membawa konsekuensi.” (haninmazaya/arrahmah.id)