JONGLEI (Arrahmah.com) — Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah mengerahkan satuan tugas respons cepat ke Sudan Selatan untuk menyelidiki penyakit misterius yang menewaskan 89 orang.
Dilansir Daily Mail (14/12/2021), Kementerian Kesehatan Sudan telah melaporkan penyakit yang menyebar cepat di kota utara Fangak, di negara bagian Jonglei. Penyakit itu belum berhasil diidentifikasi oleh ilmuwan setempat.
Wilayah Jonglei baru-baru ini dilanda banjir parah. Pejabat kesehatan ditugaskan mengumpulkan sampel untuk membantu mengidentifikasi penyakit mematikan itu.
Menurut pejabat setempat di Fangak berdasarkan sampel awal dari pasien, hasilnya negatif untuk kolera.
Sheila Baya, juru bicara WHO mengatakan kepada BBC seperti dikutip dari The Sun, tim ilmuwan harus mencapai Fangak melalui helikopter karena banjir.
Rombongan sedang menunggu transportasi untuk memulangkan mereka ke ibu kota, Juba, pada Rabu.
“Kami memutuskan untuk mengirim tim respons cepat dan melakukan penilaian serta investigasi risiko,” ujarnya.
Menteri Pertanahan, Lam Tungwar Kueigwong, mengatakan banjir parah telah meningkatkan penyebaran penyakit seperti malaria. Banjir menyebabkan pula anak-anak kekurangan gizi dan langkanya makanan di seluruh negara bagian utara.
Minyak di wilayah itu telah mencemari air sehingga menyebabkan hewan peliharaan mati.
Badan amal internasional Médecins Sans Frontires atau Dokter Lintas Batas yang beroperasi di daerah itu, mengatakan penderitaan akibat banjir, termasuk kekurangan makanan dan penyakit, memberi tekanan pada fasilitas kesehatan.
“Kami sangat prihatin dengan kekurangan gizi akut yang parah hingga dua kali lipat dari ambang batas WHO. Jumlah anak-anak yang dirawat di rumah sakit akibat gizi buruk meningkat dua kali lipat sejak awal banjir,” kata persatuan dokter.
Sudan Selatan menghadapi krisis kemanusiaan ketika banjir ekstrem melanda negara itu selama tiga tahun berturut-turut. Badan-badan kemanusiaan memperingatkan bahwa banjir akan menyebabkan wabah penyakit yang dibawa melalui air dan malaria, menyebabkan kerawanan pangan dan kekurangan gizi.
Banjir telah memutus akses masyarakat terhadap pasokan makanan dan komoditas lainnya. Lebih dari 700.000 orang telah terkena dampak banjir terburuk selama hampir 60 tahun. (hanoum/arrahmah.com)