(Arrahmah.com) – Di antara salah satu maqashid asy-Syari’ah (tujuan Syariat) ialah hifdzul maal atau memelihara harta. Harta itu dihargai, dihormati dan dipelihara oleh Islam karena semua orang memerlukan harta. Cara Islam memelihara harta antara lain adalah dengan melarang mengambil harta yang bukan hak kita.
Menemukan barang hilang termasuk di dalam salah satu bab fiqih yang disebut: “al-luqathah”. Para ulama telah membahas masalah barang hilang ini berlandaskan beberapa hadis dan maqashid asy-Syari’ah. Mereka mengatakan bahwa luqathah atau barang hilang yang ditemukan itu ada dua; Pertama, barang remeh atau kecil yang pemiliknya tidak mencari-carinya. Penemu barang tersebut boleh memilikinya dan memanfaatkannya. Hal ini berdasarkan hadis berikut,
عَنْ جَابر رَضيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: رَخَّصَ لَنَا رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْه وَسَلَّمَ في اْلعَصَا، وَالسوط، وَاْلحَبْل، وَأَشبَاهه يلتقطه الرجل ينتفع به [رواه أبو داود].
“Dari Jabir ra. [diriwayatkan] ia berkata: Rasulullah saw. membolehkan kami (mengambil) tongkat, pecut, tali dan yang semacamnya yang ditemukan seseorang untuk dimanfaatkan olehnya” [HR. Abu Dawud].
Bahkan menurut Ibnu Qudamah hal tersebut merupakan mazhab atau pendapat para sahabat Nabi saw. seperti Umar, Ali, Ibnu Umar dan Aisyah, dan pendapat para tabi’in dan tabi’it tabi’in seperti Atha‘, Jabir bin Zaid, Thawus, an-Nakha’i, Yahya bin Abi Katsir, Malik dan asy-Syafi’i.
Kedua, barang berharga yang biasanya dicari oleh pemiliknya apabila hilang. Penemu barang tersebut harus mengumumkannya selama satu tahun. Pada masa dahulu pengumuman penemuan barang hilang dilakukan di tempat-tempat berkumpulnya orang seperti di pintu-pintu masjid, pasar dan lainnya. Apabila penemunya mendapatkan orang yang bisa menggambarkan dengan benar ciri-ciri barang temuan tersebut, maka ia harus menyerahkannya kepadanya, tanpa bukti atau saksi. Apabila setelah berlalu satu tahun ia tidak mendapatkan orang yang bisa menggambarkan dengan benar barang temuan tersebut atau tidak ada orang datang untuk mengambil barang temuan tersebut darinya, maka ia boleh memanfaatkan barang temuan tersebut. Namun jika pemiliknya datang setelah itu, ia wajib menyerahkannya kepadanya jika masih ada. Jika sudah tidak ada, maka ia wajib menyerahkan yang serupa dengannya jika ada. Jika tidak ada, maka ia membayar sesuai harganya. Semua ini berdasarkan kepada hadis berikut,
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَأَلَهُ عَنْ اللُّقَطَةِ فَقَالَ: اعْرِفْ عِفَاصَهَا وَوِكَاءَهَا ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً، فَإِنْ جَاءَ صَاحِبُهَا وَإِلَّا فَشَأْنَكَ بِهَا … [رواه البخاري ومسلم].
“Dari Zaid bin Khalid al-Juhani ra. [diriwayatkan] ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. lalu ia bertanya kepada beliau mengenai al-luqathah (barang temuan), maka beliau bersabda: Kenalilah dompetnya dan talinya, kemudian umumkan selama satu tahun. Jika pemiliknya datang, (maka serahkan kepadanya), dan jika tidak, maka barang itu terserah kepadamu” [HR. al-Bukhari dan Muslim].
Namun, perlu dipahami bahwa batas waktu satu tahun ini tidaklah mutlak. Pada masa lalu, informasi atau pengumuman barang hilang masih sangat sederhana, seperti dengan menempelkannya di dekat tempat-tempat umum seperti masjid atau pasar. Hal ini tentu menyebabkan informasi tersebut tidak bisa menyebar secara cepat, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk diketahui oleh pemilik barang yang hilang. Kondisi demikian tentu sangat berbeda dengan zaman sekarang, di mana informasi atau pengumuman barang temuan dapat dilakukan secara lebih mudah dan efektif melalui berbagai media informasi baik cetak, elektronik bahkan media online atau intenet, sehingga sangat besar kemungkinan lebih cepat diketahui oleh pemilik barang tersebut. Orang yang kehilangan pun, biasanya akan mengumumkan barangnya yang hilang tersebut, sehingga dapat diketahui oleh banyak orang untuk membantu menemukannya, sehingga akan ada dua pengumuman, satu dari orang yang kehilangan barang dan satu lagi dari orang yang menemukannya. Oleh sebab itu, di masa sekarang, sepanjang informasi atau pengumuman barang temuan itu sudah dirasa cukup dan memadai melalui berbagai media, penemu barang tersebut tidak perlu menunggu satu tahun untuk dapat memanfaatkan barang temuan itu.
Berdasarkan hal di atas, jika saudara menemukan sesuatu barang temuan, maka hal-hal berikut perlu diperhatikan,
(1). Barang temuan yang tidak atau kurang berharga, yaitu barang yang tidak terlalu dicari oleh pemilikinya apabila hilang darinya, termasuk yang cepat basi atau rusak, boleh dimanfaatkan oleh penemunya.
(2). Penemu barang berharga harus mengukur dirinya, apakah ia mampu berlaku amanah atau tidak. Apabila ia merasa tidak bisa amanah, dalam hal ini ia merasa tidak bisa memelihara dan mengumumkan barang tersebut selama satu tahun, maka haram baginya mengambil barang temuan tersebut. Barang tersebut bisa diserahkan kepada pihak berwenang seperti polisi, lurah dan lainnya yang bisa amanah dan terbuka, untuk disimpan, diumumkan dan diserahkan kepada pemiliknya. Apabila ia merasa bisa berlaku amanah maka sunah baginya untuk mengambilnya, lalu memelihara dan mengumumkannya, dan meningkat menjadi wajib apabila dipandang tidak ada orang lain yang bisa amanah dan barang tersebut harus segera dipelihara.
(3). Sebelum mengambil barang temuan yang berharga, hendaknya si penemu mengetahui sifat atau ciri-ciri barang tersebut, lalu memeliharanya dan mengumumkannya.
(4). Apabila di kemudian hari ada orang datang meminta barang temuan dan mampu menggambarkan ciri-cirinya dengan benar maka hendaknya barang tersebut diserahkan kepadanya tanpa meminta bukti atau saksi. Barang temuan tidak boleh diserahkan kepada orang yang tidak bisa memberikan ciri-cirinya dengan benar.
(5). Apabila pemiliknya tidak datang setelah diumumkan selama satu tahun atau setelah dirasa cukup, maka barang temuan itu boleh dimanfaatkan si penemu, baik akan dimanfaatkan sendiri maupun disedekahkan ke lembaga filantropi Islam atau lembaga sosial. Namun apabila pemiliknya datang ingin mengambil barang tersebut, maka ia wajib menyerahkannya kepadanya, dan apabila barang tersebut telah tiada ia wajib menggantinya dengan yang serupa atau membayar sesuai harganya kepada pemiliknya. Tentu dengan mempertimbangkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama masa pengumuman dan perawatannya, mengingat biaya iklan atau pengumuman dan pemeliharaan barang tersebut bisa jadi cukup besar.
Wallahu a‘lam bish-shawab
Sumber: Majalah SM No 14 Tahun 2019
(*/Arrahmah.com)