(Arrahmah.com) – Pagi itu, Selasa, 16 November 2021, saya sangat kaget dan rasanya tidak percaya mendengar berita penangkapan seorang ulama yaitu Ustadz KH. Dr. Farid Ahmad Okbah dengan tuduhan sebagai seorang teroris.
Saya pribadi sudah cukup lama mengenal dan berinteraksi dengan beliau. Bermula pada bulan Januari tahun 2003 Allah mempertemukan saya dengan beliau dalam program beasiswa Tahfizhul Quran di Pesantren Al Husnayain Jakarta Timur yang diasuh oleh Kyai Chalil Ridwan, Lc.
Alhamdulillah melalui program tersebut dan tentunya dengan izin Alloh saya menyelesaikan Hafalan Quran selama 6 bulan.
Di sela-sela saya menghafal Al Quran beliau selalu memberikan motivasi untuk senantiasa semangat dalam belajar ilmu syariy.
“Taqiyuddin, kamu harus jadi ulama.”.
Inilah kata-kata yang sering beliau ulang ketika bertemu dengan saya.
Dan tidak berhenti di sini, setelah Saya menyelesaikan hafalan Al Quran, beliau meminta saya untuk menjadi Imam di sebuah masjid yang dekat dengan kediaman beliau, tentunya dengan harapan supaya saya bisa lebih banyak menimba ilmu dari beliau.
Usia saya waktu itu kurang dari 20 tahun, masih relatif sangat muda, dan supaya lebih fokus dalam belajar, beliau berpesan supaya saya tidak menikah dulu. Tapi qadarulloh saya malah menikah.
Apakah beliau marah?? Masyaa Alloh…beliau sama sekai tidak marah.
“Menikah untuk hiburan dalam thalabul ilmi,” kata beliau.
Bahkan beliau membiayai istri saya untuk menghafal Al Quran di salah satu pesantren Tahfizh di kota Solo.
Yang lebih dahsyat lagi pada tahun 2005 saya ditelfon beliau untuk masuk pesantren yang baru saja beliau dirikan, Pesantren Al Islam yang salah satu syaratnya adalah santri yang mendaftar dan selama belajar tidak boleh menikah.
Ya, saya adalah satu satunya santri yang sudah menikah yang diizinkan belajar di pesantren beliau, Al islam. Wallohi uhibbuhu fillah…
Agustus 2005 sampai pertengahan 2006 saya menimba ilmu dari beliau di Pesantren Al Islam.
Kesemangatan dalam membaca dan belajar waktu itu benar benar semakin kuat. Sampai kemudian kesemangatan itu menyeret saya tenggelam dalam buku buku yang berorientasi takfiri yang mengarah pada ekstrimisme dalam mengafirkan sesama muslim. Wal ‘iyaadzu billaah…
Tak jarang, setelah beliau menyampaikan materi dalam kuliahnya, saya minta waktu khusus beliau untuk diskusi tentang fenomena yang marak terjadi pada waktu itu, yaitu masalah hukum takfir dan pengeboman.
Dari situlah beliau mulai mencium gelagat yang tidak benar, bahwa saya sudah terkontaminasi dengan pemikiran ekstrim.
Beliau memberikan nasehat supaya saya jangan bermudah-mudah dalam mengafirkan, dan beliau menegaskan bahwa fenomena pengeboman di indonesia adalah tindakan yang keliru. Dan itu beliau sampaikan ke saya setiap kali saya bertemu beliau.
Suatu hari saya bertanya kepada beliau tentang buku Ad Durar As Saniyah yang di antara pembahasannya adalah tentang takfir/vonis kafir.
Beliau mengatakan, “Perbanyaklah referensi dalam satu masalah, supaya antum tidak menjadi ekstrim dalam masalah ini.”
Wallohi.. beliau tidak pernah bosan untuk menjawab dan meluruskan saya yang ngeyel ini. Sampai kemudian saya mengundurkan diri di tengah jalan dari Pesantren Al Islam karena menurut saya waktu itu, beliau sudah tidak sejalan dengan pemikiran saya, kurang greget dalam mengkafirkan orang.
Saya sadar, tindakan saya ini sangat mengecewakan beliau, tapi ternyata semua itu tidak menjadikan beliau cuek dan melupakan saya. Sering kali beliau tanya kabar saya melalui teman-teman dan terkadang juga masih memberikan nasehat dalam SMS SMS-nya.
Dan SMS SMS dari beliau waktu itu saya simpan dan tidak saya hapus untuk sekedar dibaca ulang kalau saya rindu dengan beliau.
November 2008, alhamdulillah saya mendapatkan kesempatan untuk menimba Ilmu di Negeri Iman dan Hikmah, negeri Yaman melalui Yayasan Ash-shilah.
Berita gembira ini juga saya sampaikan ke beliau dan seperti biasanya, yang keluar dari lisan beliau adalah motivasi dan doa.
Di sela-sela waktu belajar, saya terkadang masih kirim SMS ke beliau sekedar bertanya kabar, dan walau sebenarnya lebih pada rindu akan nasehat nasehat beliau menggugah semangat.
Maret 2013, setelah kepulangan saya dari Yaman, beliau meminta kepada saya untuk mengajar di Pesantren Al Islam.
Senang bercampur rasa tidak pantas, karena mengingat dulu saya adalah jebolan bukan lulusan pesantren ini. Untuk membangun kepercayaan diri pada waktu itu, saya niatkan bukan untuk mengajar, tapi untuk menyelesaikan belajar yang tertunda pada masa sebelumnya dengan beliau.
Alhamdulillah, November 2021 sudah genap 9 tahun saya membantu mengajar di Pesantren Al Islam, Pondok Melati-Pondok Gede, Kota Bekasi.
Alhamdulillah, banyak kebaikan dan keberkahan yang saya peroleh.
Saya bertemu dengan orang orang sholeh, lembut dan semangat berdakwah.
Selain bertemu dengan Ust. KH. Dr. Farid, saya juga bertemu dengan seorang ahli fikih Ust. Dr. Zain An Najah. Saya juga bertemu dengan Ust. Dr. Anung dan para asatidzah yang lain.
Selama bergaul dengan beliau ada suatu yang unik. Fakta yang saya dapatkan, beliau adalah orang yang pergaulannya sangat luas, bergaul dengan siapa saja dengan dasar menebarkan kebaikan.
Maka jangan heran, beliau itu ada di MUI, ada di MIUMI, ada di Dewan Dakwah, ada di Al Irsyad dan masih banyak lagi.
Akan didapatkan di banyak yayasan yayasan pendidikan atau organisasi kemanusiaan, beliau menjadi pembina atau penasehat. Semua itu berangkat dari semangat menebar kabaikan.
Pernah suatu saat beliau menyampaikan kepada saya, bahwa beliau kedatangan tamu dari orang orang NII, ada 60 orang katanya.
Beliau bercerita bahwa beliau memberikan masukkan dan kritik terhadap praktek takfir mereka. Ini adalah satu dari sekian banyak contoh di mana beliau bertemu dan bergaul dengan semua golongan apapun, dengan semangat merangkul, berbagi dan memperbaiki.
Jadi jangan heran kalau beliau bersahabat dengan banyak orang, termasuk mungkin dengan sebagian orang yang di mata negara sebagai teroris.
Namun, bukan untuk menyepakati pemikiran dan tindakan mereka yang menyimpang, tapi untuk meluruskan yang bengkok dan menasehati supaya menjauhi sikap ekstrim dalam beragama.
Alhamdulillah setelah belajar di Yaman dan melalui bimbingan beliau, lenyaplah pemikiran ekstrim saya yang kemudian membawa saya untuk menulis buku *DIKAFIRKAN TAPI TIDAK KAFIR* Terbitan: Hilal Media Group Depok Jawa Barat, sebagai bentuk taubat atas pemikiran masa lalu saya.
Tahukan anda? Yang memberikan pengantar buku ini adalah beliau.
Sekali lagi ini bukti bahwa pemikiran beliau jauh dari sikap ekstrim dan melampaui batas.
Sejak beliau ditetapkan jadi tersangka, saya buru-buru ingin sekali menulis tentang beliau. Tapi apa daya, kesedihan itu lebih menguasai hati.
Hanya tangisan dan doa kebaikan untuk beliau, sampai pagi ini, Jumat 19 November 2021, Alloh gerakan hati dan tangan saya untuk sedikit menulis tentang beliau.
Beliau adalah guru dan “orang tua” saya. Semoga Alloh memberkahi, memulikan dan segera membebaskan beliau.
Orang orang yang bergaul dengan beliau, pasti akan memahami bahwa beliau adalah:
A. Pribadi yang bergaul dengan siapapun dengan prinsip memberikan nasehat, masukan dan perbaikan ketika ada suatu penyimpangan.
B. Namanya banyak dipakai di lembaga lembaga pendidikan dan organisasi organisasi kemanusiaan dengan semangat menebar kebaikan dan memperbaiki kekeliruan.
C. Sering mengingatkan murid-muridnya dan orang orang yang dikenalnya akan bahaya sikap ekstrim dalam praktek beragama.
Jadi, keberadaan beliau secara tertulis atau tidak di sebuah lembaga terlarang menurut pandangan negara, bukan berarti beliau menyepakati sebuah kekeliruan, tapi lebih baik pada perbaikan yang juga ini merupakan bagian dari tugas negara. Yaitu merangkul bukan memukul.
Ketika beliau tertuduh memiliki hubungan ataupun ada fakta beliau berinteraksi dengan personal atau organisasi terlarang semisal JI, maka hendaklah para penguasa otoritas negeri ini memperhatikan peran dan maksud beliau.
Apakah beliau mengarahkan pada pemikiran dan tindakan terorisme atau malah sebaliknya, yaitu untuk “deradikalisasi” dan mengikis paham terorisme yang ada di organisasi tersebut.
Dan ini semua harus diungkap secara transparan sehingga tidak menjadi bola liar yang memberikan kesempatan sebagian oknum untuk memecah belah negara.
Saya pribadi memahami bahwa apa yang dilakukan oleh aparat tidaklah salah menurut pandangan negara selama sesuai dengan undang undang dan peraturan yang sah.
Tetapi saya sebagai bagian kecil dari negara yang besar ini sangat berharap kepada Bapak-Bapak dan Ibu Ibu pemangku kekuasaan untuk memperhatikan beberapa hal:
1. Memandang dan mendudukkan seluruh warga negara Indonesia sebagai warga negara yg memiliki hak dan kewajiban yg sama.
2. Janganlah terus menerus memandang sebagian mereka sebagai musuh yang harus dimusnahkan.
3. Ketika ada sesuatu yang dianggap sebuah kesalahan dan pelanggaran menurut kacamata undang undang, khususnya dalam masalah terorisme, maka seharusnya didatangi atau diundang secara baik baik dan diajak duduk bersama serta diskusi hangat. Lebih lebih mereka para tokoh agama dan masyarakat yang memiliki alamat domisili yang jelas.
4. Jangan hanya menilai semuanya dari latar belakang. Bisa jadi pola pikir seseorang atau sebuah organisasi sudah berubah.
Dalam hal ini misalnya JI. Menarik apa yang disampaikan oleh Al Chaidar yang menjelaskan telah terjadi perubahan yang sangat signifikan pada Jamaah Islamiyah (JI) dari organisasi yang radikal menjadi lebih humanis.
Menurutnya sejak 2007 Jamaah Islamiyah bukanlah organisasi terlarang lagi.
Al Chaidar sebagai pengamat gerakan terorisme di Indonesia menjelaskan bahwa sejak tahun 2008 hingga 2013 JI menjadi organisasi dakwah dan meninggalkan operasi teror di berbagai wilayah.
Tahun 2013 hingga sekarang JI menjadi organisasi humanitarian dengan mendirikan Syam Organizer, Hilal Ahmar Society, ZIZ ABA, One Care dan sebagainya.
Zain An Najah dan Farid Okbah belum kuat ditempatkan sebagai teroris hanya karena terafiliasi pada JI, tuturnya.
Uraian Al Chaidar menjadi penting untuk dikonfirmasi dan dibuka lebih luas oleh pemerintah. Supaya tidak menciptakan kegaduhan yang bisa memecah belah negara dan menimbulkan kesan yang kuat bahwa rezim ini memang islamfobia.
5. Saya berharap pemerintah melakukan pemutihan dan membuka ruang maaf seluas luasnya bagi mereka yang tergabung atau terafiliasi dengan organisasi terlarang menurut undang undang yang ada.
Karena bagaimanapun mereka adalah warga negara yang sah yang memiliki kedudukan yang sama dalam masalah hak dan kewajiban.
6. Jangan bersikap arogan. Karena semua ini akan mengkristalisasi sikap apatis dan kebencian terhadap penguasa.
7. Sportif dalan membangun negara dengan sistem demokrasi atas azaz Ketuhanan Yang Maha Esa.
Yaa Alloh jagalah ulama ulama Kami..
Yaa Alloh jagalan negara kami dari segala keburukan..
Yaa Alloh berikan kekuatan dan ketabahan Untuk Ustadz KH. Dr. Farid Ahmad Okbah, Lc, M.Ag, Ustadz Dr. Ahmad Zain An-Najah, Lc, MA dan Ustadz Anung Al Hamat, Lc, M.Pd, I…jagalah beliau beliau dan keluarganya…bebaskanlah mereka yaa Rabb, tunjukkanlah mukjizatmu atas mereka…
Bekasi, Jawa Barat Jumat 19 November 2021
*Ahmad Taqiyuddin, Lc.*
(ameera/arrahmah.com)