MOSKOW (Arrahmah.com) – Rusia telah mulai memasok India dengan sistem rudal pertahanan udara S-400, kantor berita Rusia melaporkan pada Ahad (14/11/2021), mengutip Dmitry Shugayev, kepala badan kerjasama militer Rusia.
Pasokan itu menempatkan India pada risiko sanksi dari Amerika Serikat di bawah undang-undang AS tahun 2017 yang bertujuan untuk mencegah negara-negara membeli perangkat keras militer Rusia.
“Pasokan pertama sudah dimulai,” kata Shugayev mengutip Interfax pada Ahad (14/11), di sebuah pameran dagang kedirgantaraan di Dubai.
Dia mengatakan bahwa unit pertama sistem S-400 akan tiba di India pada akhir tahun ini.
Kesepakatan senilai $5,5 miliar untuk lima sistem rudal permukaan-ke-udara jarak jauh, yang menurut India perlu untuk melawan ancaman dari Cina, ditandatangani pada 2018.
India menghadapi serangkaian sanksi keuangan dari AS di bawah Undang-Undang CAATSA, yang menyebut Rusia sebagai musuh bersama Korea Utara dan Iran atas tindakannya terhadap Ukraina, campur tangan dalam pemilihan AS 2016 dan bantuan ke Suriah.
New Delhi mengatakan memiliki kemitraan strategis dengan AS dan Rusia sementara Washington mengatakan kepada India bahwa tidak mungkin mengabaikan CAATSA.
Dua senator AS pada akhir Oktober mendesak Presiden Joe Biden untuk mengesampingkan sanksi terhadap India, dengan mengatakan tindakan hukuman seperti itu akan membahayakan kerja sama yang berkembang.
“Kami percaya ada keharusan keamanan nasional untuk menghapus sanksi,” kata Senator Republik John Corny dan Senator Demokrat Mark Warner dalam surat mereka.
AS menjatuhkan sanksi pada sekutu NATO Turki karena membeli peralatan yang sama tahun lalu.
Sanksi tersebut menargetkan badan pengadaan dan pengembangan pertahanan utama Turki, Kepresidenan Industri Pertahanan (SSB) dan para pejabatnya.
Washington juga mengeluarkan Turki dari program jet tempur siluman F-35, pesawat paling canggih di gudang senjata AS, yang digunakan oleh anggota NATO dan sekutu AS lainnya.
Rusia mengatakan telah menawarkan bantuan kepada Turki dalam mengembangkan jet tempur canggih, tetapi sejauh ini belum ada kesepakatan yang tercapai.
“Kami masih dalam tahap negosiasi proyek ini,” kata Shugayev seperti dikutip kantor berita RIA, Ahad. (haninmazaya/arrahmah.com)