RIYADH (Arrahmah.com) — Obesitas merugikan Arab Saudi US$ 19 miliar (Rp 272 triliun) per tahun, dan angka itu bisa meroket pada tahun 2060 jika masalah ini tidak ditangani.
Seperti dilaporkan Arab News, pada Jumat (5/11/2021), satu studi baru menemukan obesitas dapat merugikan Arab Saudi US$ 78 miliar (Rp 1.116 triliun) per tahun pada tahun 2060 jika tindakan mendesak tidak diambil.
“Kerajaan Saudi berada di antara tingkat obesitas orang dewasa dan anak tertinggi di dunia,” kata pakar kepada Arab News.
Diterbitkan oleh British Medical Journal (BMJ) Global Health, penelitian ini mensurvei delapan negara, dan menemukan bahwa obesitas merugikan Kerajaan setara dengan 2,4% dari produk domestik bruto (PDB).
Dari negara-negara yang diteliti, studi World Obesity Federation dan RTI International menemukan dampak tertinggi sebagai persentase dari PDB adalah di Arab Saudi, yang memiliki tingkat obesitas sekitar 35%.
Studi juga memperingatkan bahwa jika “tindakan mendesak” tidak diambil, “dampak ekonomi di Arab Saudi diproyeksikan meningkat menjadi 4,1% pada tahun 2060, setara dengan US$78 miliar.
Biaya tersebut berasal dari perhitungan berdasarkan pengeluaran langsung seperti perawatan kesehatan, serta biaya tidak langsung, termasuk kematian dini dan ketidakhadiran kerja. Ditemukan bahwa biaya tidak langsung menyumbang 65 persen dari total dampak.
Studi tersebut menekankan bahwa “penggerak sosial, biologis, dan lingkungan” berdampak pada tingkat obesitas, sehingga individu tidak selalu harus disalahkan atas kondisi mereka.
Johanna Ralston, CEO Federasi Obesitas Dunia, mengatakan kepada Arab News bahwa organisasinya memilih Arab Saudi sebagai bagian dari penelitian ini karena Kerajaan tersebut memiliki “tingkat obesitas dewasa dan anak tertinggi di dunia.”
“Populasinya yang besar dan relatif muda, bersama dengan upaya baru-baru ini dalam pencegahan dan perawatan obesitas, menjadikan Arab Saudi sebagai kasus yang menarik sebagai negara percontohan,” ujarnya.
Ralston mengatakan penyebab tingginya tingkat obesitas adalah “kompleks”, tetapi “kebiasaan makan, kebiasaan tidur, dan tingkat aktivitas fisik” merupakan faktor penyebabnya.
Tantangan-tantangan ini, tambahnya, dimiliki oleh sebagian besar negara Teluk, yang semuanya memiliki tingkat obesitas yang tinggi.
Ralston memuji inisiatif oleh Kerajaan, seperti kampanye oleh Federasi Olahraga Saudi untuk Semua, yang “mendorong individu untuk merangkul perilaku sehat.”
“Namun, penting juga untuk tidak hanya memberikan dukungan bagi individu atau keluarga yang perlu melakukan perubahan, tetapi juga mengatasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap obesitas yang berada di luar kendali individu. Ini termasuk faktor biologis, genetik, sosial budaya, ekonomi dan lingkungan,” paparnya.
Ralston menambahkan pencegahan, pengobatan, dan pengelolaan obesitas yang efektif tidak akan tercapai hanya dengan meminta orang untuk mengubah perilaku mereka.
Pemerintah harus segera menerapkan kebijakan komprehensif yang meningkatkan akses ke makanan murah, bergizi dan perawatan kesehatan yang terjangkau, dan memungkinkan warganya untuk hidup seimbang bebas dari stres dan kejadian buruk. (hanoum/arrahmah.com)