(Arrahmah.com) – Siapa yang tidak mengenal media sosial atau ‘medsos’? Semua pasti mengenal media sosial mulai dari anak SD, remaja, anak muda sampai kakek nenek, mereka telah familiar dengan yang namanya media sosial atau sebagian orang menyebutnya sosial media atau ‘sosmed’.
Di zaman ini, kehidupan manusia hampir tidak pernah lepas dari medsos. Bagi sebagian orang, hidup tanpa medsos di dunia yang semakin canggih ini bagaikan makan sayur tanpa garam. Media sosial diakui punya banyak sisi positif termasuk buat anak dan remaja, di antaranya seperti dikutip dari raisingchildren.net.au, yaitu :
- Literasi media digital: menjelajahi dan bereksperimen di media sosial dapat membantu anak membangun pengetahuan dan keterampilan untuk menikmati aktivitas online dan menghindari risiko online.
- Pembelajaran kolaboratif: anak dapat menggunakan media sosial untuk berbagi konten pendidikan, baik secara informal maupun di lingkungan sekolah formal.
- Kreativitas: anak dapat berkreasi dengan halaman profil, foto dan video, serta modifikasi untuk permainan.
- Anak terhubung dengan keluarga besar dan teman-teman dan mengambil bagian dalam komunitas online lokal dan global
Namun sesuatu yang berlebihan pasti tidak baik, begitupun dengan medsos. Saking asyiknya, bermain medsos bisa menimbulkan kecanduan. Ibaratnya perangko dan amplop, nempel terus seakan tidak mau terpisahkan.
Riset situs HootSuite dan agensi marketing, We Are Social bertajuk “Digital 2021: Global Overview Reports” menyatakan Indonesia masuk dalam 10 besar negara yang kecanduan media sosial. Posisi Indonesia sendiri berada di peringkat 9 dari 47 negara yang dianalisis. Kecanduan di laporan ini dinilai dari rata-rata masyarakat Indonesia menggunakan media sosial, yaitu selama 3 jam 14 menit. Raihan waktu itu lebih tinggi dari rata-rata global selama 2 jam 25 menit.
Candu medsospun telah menjangkiti anak dan remaja kita. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center, media sosial hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan remaja. Laporan mereka mengatakan sebagian besar remaja menghabiskan setidaknya 9 jam sehari di media digital dan 71% remaja menggunakan lebih dari satu platform media sosial.
Media sosial bagi para remaja merupakan hal yang penting, tidak hanya sebagai tempat untuk memperoleh informasi yang terkini dan menarik, memperluas pertemanan, mengembangkan keterampilan berkomunikasi, sarana untuk menemukan identitas diri namun juga sudah menjadi gaya hidup.
Apa saja ciri-ciri anak dan remaja yang kecanduan medsos? Di antara tanda-tanda anak dan remaja yang kecanduan medsos adalah :
- Online kapan pun dan dimana pun. Tiap waktu diusahakan selalu terhubung ke medsos dan merasa gelisah ketika tidak memiliki jaringan internet karena tidak dapat mengakses media sosial.
- Ponsel adalah hal yang pertama dan terakhir dilihat yaitu memulai kegiatan rutin sehari-hari dengan mengecek medsos di ponsel karena khawatir ada yang terlewatkan di Whatsapp, Facebook, Twitter dan Instagram selama tertidur di malam hari. Selain itu kegiatan terakhir yang dilakukan sebelum tidur adalah berselancar di media sosial.
- Menunda-nunda pekerjaan termasuk mengerjakan tugas-tugas sekolah karena asyik bermedsos. Mengecek media sosial sepanjang waktu memang akan mengurangi kesempatan kita untuk melakukan hal-hal lain yang lebih bermanfaat.
- Anak yang kecanduan medsos biasanya lebih sedikit berbicara dan berinteraksi dengan keluarga dan teman di kehidupan nyata.
Apakah kecanduan media sosial itu mempunyai dampak negatif pada anak dan remaja? Jawabannya ya bahkan memiliki banyak dampak negatif. Diantara dampak negatifnya adalah kecanduan media sosial mempengaruhi kesehatan mental. Mengutip dari addictioncenter.com dan helpguide.org, penelitian telah menunjukkan bahwa ada hubungan yang tak terbantahkan antara penggunaan media sosial, kesehatan mental yang negatif, dan harga diri yang rendah. Berikut beberapa dampak negatif kecanduan media sosial, diantaranya:
- Mengalami gangguan yang disebut FoMO (Fear of Missing Out) yaitu sebuah perasaan atau persepsi bahwa orang lain lebih bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik atau bahagia, atau memiliki pengalaman yang lebih baik dibanding anda.
Sebagian orang termasuk para remaja merasa iri ketika melihat penampilan dan kehidupan orang lain di media sosial yang dia anggap sempurna. Kemudian dia membandingkan dirinya dengan orang lain dan merasa orang tersebut punya kehidupan dan penampilan “lebih baik” dari dia. Hal inilah yang menyebabkan dia akhirnya merasa minder dan kehilangan kepercayaan diri. Contohnya, bagaimana perasaan seorang anak jika melihat teman-temannya di medsos sering menampilkan foto atau video yang berisi pengalaman melakukan perjalanan ke luar negeri atau makan di restoran mewah sedangkan mereka tidak pernah mengalaminya. - Meningkatkan perasaan terasing atau terisolasi. Sebuah studi di University of Pennsylvania menemukan bahwa penggunaan Facebook, Snapchat, dan Instagram yang tinggi justru meningkatkan perasaan kesepian. Sebaliknya, penelitian ini menemukan bahwa mengurangi penggunaan media sosial sebenarnya dapat membuat seseorang merasa tidak terlalu kesepian dan terisolasi. Studi lain yang dilakukan oleh California State University menemukan bahwa individu yang mengunjungi situs media sosial setidaknya 58 kali per minggu, 3 kali lebih mungkin untuk merasa terisolasi dan tertekan secara sosial dibandingkan dengan mereka yang menggunakan media sosial kurang dari 9 kali per minggu.
- Menimbulkan depresi dan kecemasan. Pernahkah kita mendengar kisah tentang Danny Bowman, remaja asal Inggris yang karena ingin selalu narsis di Facebook akhirnya mengalami putus sekolah, depresi bahkan pernah mencoba bunuh diri pada Desember 2012? Danny Bowman adalah seorang remaja yang terobsesi dengan foto selfi dan medsos. Dia menghabiskan waktunya 10 jam sehari untuk berselfi ria sampai menghasilkan 200 foto demi mendapatkan foto yang dia anggap sempurna kemudian diposting di Facebook. Namun dia merasa depresi karena tetap menerima komentar negatif seputar foto-foto dirinya di medsos.
- Menurunkan kualitas belajar anak. Salah satu Universitas di Inggris yaitu Universitas Nottingham Trent melakukan riset yang berhubungan dengan penggunaan media sosial. Hasil dari pengamatan menemukan jelas bahwa seseorang yang mengalami kecanduan media sosial akan mengabaikan kehidupannya sendiri. Yang membuat mereka melupakan kewajiban dan prioritas mereka. Bagi anak tentu prioritas mereka adalah menjaga kualitas belajar dan menggali pengetahuan.
Para orang tua tentu saja akan dibuat pusing jika memiliki anak yang kecanduan medsos. Berikut ada beberapa tips yang bisa kita lakukan sebagai orang tua untuk mengatasi kecanduan medsos pada anak dan remaja:
- Bicaralah secara terbuka dengan anak remaja Anda tentang media sosial dan perasaan yang terkait dengan penggunaannya.
- Buatlah zona bebas gadget, seperti meja makan dan kamar tidur, dan pastikan semua orang (termasuk orang dewasa) mematuhinya.
- Jadilah teladan yang baik dalam penggunaan gadget termasuk medsos. Anak-anak umumnya akan melihat dan menirukan apa yang ia lihat disekitarnya, termasuk melihat apa yang orangtuanya lakukan. Tunjukkan anak remaja Anda dengan contoh bahwa penting untuk membatasi penggunaan gadget dan medsos dan menemukan aktivitas offline yang mereka sukai.
- Awasi akun media sosial anak remaja Anda. Untuk remaja yang lebih muda, bantu mereka membuat akun dan memasang semua batasan privasi. Untuk remaja yang lebih tua, ketahui situs media sosial mana yang mereka gunakan, bicarakan dengan mereka tentang apa yang harus diposting dan apa yang tidak boleh diposting, dan buat aturan dasar. Dan yang tidak kalah penting adalah mentarbiyah anak agar memiliki sifat muraqabatullah yaitu merasa senantiasa diawasi Allah Ta’ala sehingga mereka akan memiliki kesadaran sendiri untuk bermedsos dengan bijak.
- Luangkan waktu untuk belajar tentang media sosial—baik, buruk, dan buruk. Didiklah diri Anda sendiri sehingga Anda bisa proaktif berbicara dengan anak remaja Anda tentang apa yang baru (dan mungkin berbahaya) di dunia maya.
Penulis : Slamet Sansi Hasman,ST/Wahdah.or.id
(*/Arrahmah.com)