JAKARTA (Arrahmah.com) – Penyidik KPK Novel Baswedan khawatir Dewan Pengawas (Dewas) KPK dikelabui saat memeriksa aduan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK dalam proses alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Saya juga berpikir karena beliau-beliau (anggota Dewas) terlalu senior, jadi mudah dikelabui oleh pihak-pihak terperiksa. Saya khawatirnya itu karena dari jawaban Dewas, beliau-beliau bertindak seperti kuasa hukum terperiksa, ini hal yang sangat serius menurut saya,” kata Novel dikutip dari Antara, Sabtu (24/7/2021).
Pada Jumat (23/7), Dewas KPK melalui konferensi pers tidak dapat melanjutkan laporan pegawai KPK mengenai dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan KPK terkait pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) ke sidang etik karena ketidakcukupan bukti yang dimiliki Dewas KPK.
“Sejelas itu perbuatannya, sekonkret itu bukti-buktinya tapi direspons kurang bukti, jadi pertanyaan ada apa dengan Dewas? Apa beliau-beliau tidak punya kompetensi untuk melakukan pemeriksaan atau pendalaman? Saya kok kurang yakin,” ucap Novel.
Novel menilai poin-poin pengaduan 24 orang pegawai KPK yang mewakili 75 orang pegawai yang dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) setelah gagal lolos TWK sudah jelas dan terang.
“Bukti-bukti begitu nyata, begitu terang, tapi seolah-olah seperti tidak ada apa-apa. Tentu kita harap ke depannya Dewas bisa memperbaiki diri, beliau-beliau adalah orang-orang yang punya dedikasi baik. Saya beberapa kali bekerja dengan beliau dan tentu kita berharap tidak mempermalukan diri sendiri dengan hal itu,” lanjut Novel.
Novel secara pribadi mengaku sedih dengan pernyataan Dewas KPK yang punya pandangan berbeda mengenai laporan dan bukti yang diajukan para pegawai.
“Dewas seharusnya bekerja sesuai tugas dan fungsinya yaitu pengawasan tapi ketika hal yang sangat besar dan serius di depan mata tidak kelihatan, ini masalah besar untuk Dewas, dan kalau Dewas bermasalah maka berbahaya untuk KPK dan perjuangan pemberantasan korupsi ke depan,” jelas Novel.
Dia menyebut Dewas adalah satu-satunya kanal untuk mengadukan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan pimpinan maupun pegawai di KPK.
“Tidak ada cara lain dan Dewas KPK itu menjadi pemeriksanya, juga penuntutnya dan hakimnya, jadi penentunya di sana semua. Ketika tidak ada jalan lagi apalagi yang bisa dilakukan? Ini memang masalah serius,” tandasnya.
Ia mengaku khawatir jika Dewas KPK tidak bekerja sesuai fungsinya maka akan menambah pelanggaran lainnya.
“Saya khawatir hal ini juga malah membuat pimpinan KPK semakin berani melakukan pelanggaran-pelanggaran, kenapa? Karena Dewasnya sangat berpihak,” ungkap Novel.
Apalagi, lanjutnya, dari 75 pegawai yang dinyatakan TMS termasuk juga penyidik dan penyelidik yang sedang menangani sejumlah kasus dugaan korupsi.
“Ini bukan tiba-tiba menuduh tapi ini sesuatu hal yang mudah untuk diteliti. Kita lihat setelah merasa berhasil melemahkan KPK dan orang-orang yang bekerja baik di KPK, kemudian perkara-perkara yang berjalan juga semakin lemah, tuntutan juga semakin ringan, perkara yang berjalan banyak yang tidak mengusut aktor intelektual. Kita berharap ini semua bisa jadi perhatian karena kalau itu terjadi maka kerugian untuk kita semua, kerugian bagi pemberantasan korupsi,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)