IDLIB (Arahmah.com) – Kelompok perlawanan Suriah Hai’ah Tahrir Syam (HTS), yang mengendalikan Idlib, kembali meminta kelompok lain di wilayah tersebut untuk memilih bergabung dengan HTS atau membubarkan diri dan meninggalkan Idlib.
Kali ini, dilansir Al Monitor (18/7/2021), kelompok Jundullah yang kebagian giliran untuk menghadapi pilihan yang persis sama ditawarkan pada kelompok Jund al Sham yang dipimpin Muslim al Shishani. HTS memberi waktu singkat mereka membuat keputusan.
Pemilik akun Twitter terkenal @MzmjerSh, mantan pemimpin jihad dari Suriah, menyatakan pada tanggal 8 Juli bahwa setelah pembubaran Jund al Sham, kelompok jihad yang akan ditarget HTS adalah Ansar al Islam dan Jundallah.
Mantan pemimpin jihad itu berkata, “HTS baru-baru ini mencoba menyelidiki posisi Jundullah sebagai persiapan untuk melakukan tindakan militer pada mereka.”
“Adapun kelompok lainnya, seperti Ansar al Tawhid, Turkestan Islamic Party, Ajnad al Kavkaz, dan kelompok Uzbekistan, mereka telah menyatakan setia kepada HTS dan beroperasi di bawah pengawasannya. Sementara Hurras al Din yang berafiliasi dengan Al Qaeda dibubarkan,” tambahnya.
Pengamat percaya HTS ingin menyingkirkan kelompok-kelompok tersebut untuk menyampaikan pesan kepada dunia internasional bahwa HTS telah meninggalkan “terorisme” dan memerangi militan non Suriah.
Sumber dari dalam HTS mengatakan kepada Al Monitor bahwa organisasi tersebut bertekad untuk membubarkan semua kelompok yang beroperasi secara independen, karena ingin bergerak menuju pembentukan negara dengan institusi yang sesuai mereka harapkan.
Sumber yang sama mengatakan kehadiran kelompok jihad yang beroperasi secara individual menghalangi upaya HTS untuk mengubah Idlib menjadi negara yang dikuasai HTS di barat laut Suriah.
Jundullah sendiri adalah kelompok jihad yang didirikan oleh Abu Fatima al Turki dan saat ini dipimpin oleh Abu Hanifa al Adhari.
Kelompok kecil yang beranggotakan tidak lebih dari 40 anggota ini bermukim di daerah Jabal al Turkman, timur provinsi Latakia.
Ditanya tentang Jundallah, kepala hubungan media HTS, Taqi al Din Omar, mengatakan kepada situs berita Suriah Zaman al Wasl (29/6), “Telah terbukti bahwa beberapa anggota Jundullah terlibat dalam gangguan keamanan dan kriminal. Pemimpin mereka telah diminta untuk bekerja sama menangkap pelaku. Namun, masalah itu tidak ditanggapi.”
Khalil Miqdad, seorang peneliti Qatar yang fokus pada kelompok-kelompok jihad, mengatakan kepada Al Monitor, “HTS bertekad untuk mengakhiri kehadiran kelompok-kelompok jihad di Idlib. Ia ingin memenangkan hati Turki dan Amerika Serikat. HTS ingin berubah dari bekas faksi jihad menjadi kelompok nasional.”
Dia menambahkan, “Kelompok-kelompok jihad ini diberikan dua pilihan; membubarkan diri atau bergabung dengan HTS. Jika tidak mau bergabung, HTS akan menggunakan kekuatan. Jika kelompok-kelompok ini meninggalkan Idlib menuju daerah-daerah di bawah kendali faksi-faksi yang didukung Turki, mereka akan dikejar dan ditangkap oleh faksi-faksi tersebut. Beberapa anggota kelompok jihad yang dikendalikan HTS mungkin bergabung dengan militan Islamic State (ISIS), tetapi jalan dari Idlib ke Badia, tempat militan ISIS berada, sangat sulit dan jauh.
Abu Muslim al Uzbek, seorang pemimpin jihad yang dekat dengan kelompok Jundullah di Latakia, mengatakan kepada Al Monitor, “HTS telah meminta Jundallah untuk bergabung atau meninggalkan posisinya dan membubarkan diri. HTS tentunya akan memaksanya karena ingin membuktikan kepada masyarakat internasional bahwa HTS adalah grup terbuka dan moderat. Kelompok-kelompok jihad ini [yang sedang dikejar HTS] secara internasional dipandang sebagai kelompok ‘teroris’, dan ketika HTS mengencangkan jerat di leher mereka dan membubarkan mereka, ini menyimpulkan bahwa HTS memerangi terorisme. Inilah yang ingin digambarkan oleh HTS.”
“Jundullah adalah kelompok damai yang hanya melawan rezim, yang tidak ikut campur dalam politik Idlib dan tidak terlibat dalam urusan komunitas lokal. Kelompok ini tidak menimbulkan ancaman bagi HTS, juga tidak bersaing dengannya, dan kelompok-kelompok ini tidak mengancam Barat, juga tidak melakukan operasi di luar Suriah. Musuh No. 1 mereka adalah rezim Suriah dan sekutunya Rusia dan Iran,” tambahnya. (hanoum/arrahmah.com)