SREBRENICA (Arrahmah.com) – Pada 11 Juli 1995, tepat 26 tahun silam, dimulai sebuah pembantaian paling sadis di Eropa pasca-Perang Dunia II, demikian menurut mantan Sekjen PBB Kofi Annan. Ia merujuk pada genosida ribuan warga muslim Bosnia di kota Srebrenica, Bosnia dan Herzegovina.
Kolapsnya Republik Federal Sosialis Yugoslavia menjadi penyebab utama. Deklarasi kemerdekaan Republik Bosnia dan Hezergovina tidak diakui oleh tentara Serbia dan Tentara Rakyat Yugoslavia (JNA). Keduanya ingin mengamankan teritori, tapi rupanya juga diikuti oleh pembersihan etnis non-Serbia di area yang coba mereka kontrol.
Srebenica terletak di ujung timur Bosnia dan Hezergovina. Kota tersebut jadi target selanjutnya setelah tentara Serbia dan JNA puas mengobrak-abrik Bratunac, wilayah yang juga terletak di perbatasan kedua negara. Mayoritas penduduknya muslim Bosnia. Desa-desa di wilayah itu direbut, rumah dibakar, warganya dipukuli atau dibunuh. Tercatat 1.156 warga Bratunac tewas, sementara lainnya dipaksa mengungsi (dan akhirnya terkonsentrasi) ke Srebrenica.
Serupa yang terjadi di banyak negara, genosida tidak berlangsung instan sehari-semalam. International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY) mencatat kampanye sekaligus serangan-serangan militer sebelum pembersihan etnis sudah dimulai sejak 1992. Mantan pejabat militer Bosnia dan Hezergovina, Naser Oric, berkata pada ICTY bahwa antara bulan April 1992-Maret 1993 warga Srebrenica jadi target serangan artileri, bom pesawat tempur, dan penembak jitu oleh tentara Serbia.
“Desa Potočari jadi target harian sebab berstatus titik sensitif di garis pertahanan di sekitar Srebrenica. Permukiman Muslim Bosnia lainnya juga secara rutin diserang. Semua ini menghasilkan sejumlah besar pengungsi dan korban,” ungkapnya.
Tentara Serbia digdaya sebab menguasai suplai air bersih dan sumber energi masyarakat desa. Kelaparan massal terjadi sebab bantuan dari lembaga humanitarian tidak diperbolehkan masuk. Kaum tua dan anak-anak yang lemah pun satu per satu tumbang.
Dalang dari peristiwa kejam di Srebrenica adalah Jenderal Republik Srpska (Serbia) berjuluk Si Jagal Bosnia, Ratko Mladic. Ia tumbuh menjadi anggota Liga Komunis Yugoslavia, lalu berkarier di Tentara Rakyat Yugoslavia. Posisinya melejit dari perwira tinggi, Kepala Staf Angkatan Darat, sampai akhirnya ditunjuk sebagai jenderal saat memasuki Perang Bosnia tahun 1992-1995.
Berseragam militer membuat Mladic menampakkan sifat buasnya. Pada tanggal 5 April 1992, di hari yang bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan Bosnia dan Herzegovina, pasukan Yugoslavia mengepung ibukota Bosnia dan Herzegovina, Sarajevo.
Mladic dan pasukannya mencoba menduduki pusat kota dan menggulingkan pemerintahan resmi Bosnia lewat kudeta. Pengepungan Sarajevo, merujuk laporan final PBB, berlangsung selama 1.425 hari (5 April 1992-29 Februari 1996) dan menjadi pengepungan terlama dalam sejarah perang dunia.
Mladic dan pasukannyan memang pada akhirnya mundur. Namun korban tewas mencapai 13.952 jiwa, 5.434 di antaranya berasal dari kalangan rakyat sipil.
Memasuki 1995, situasi di Srebrenica makin berbahaya. PBB kemudian membentuk pasukan UNPROFOR yang diisi oleh sekitar 400 tentara asal Belanda. Sejak April 1993, PBB juga menjadikan Srebrenica sebagai wilayah aman. Artinya kota tersebut tidak boleh dijadikan lahan pertempuran oleh seluruh pihak yang sedang berperang.
Tentara Serbia tidak mengindahkannya. Gempuran demi gempuran dilakukan sembari pasukan terus merangsek ke dalam. Pada 4 Juni 1995 pasukan Serbia yang unggul secara jumlah akhirnya mampu menguasai Srebrenica.
Pada 6 Juli, pasukan Serbia mulai menggempur pos-pos tentara Belanda. Lima hari kemudian mereka berhasil memasuki kamp-kamp pengungsian. Sebagian besar anak-anak, perempuan, dan para orang tua yang mulai bergerak mencari perlindungan ke Potocari juga tertangkap.
Laporan ICTY memaparkan pada tanggal 11 Juli 1995 pembantaian dimulai dengan cara memisahkan laki-laki berumur 12-77 tahun. Alasannya untuk diinterogasi, namun ini hanyalah dalih agar target bisa dipisahkan dari para perempuan, orang tua, atau sanak keluarga lainnya.
Pembunuhan pertama terjadi di sebuah gudang dekat desa Kravica, lalu berlanjut ke sudut-sudut desa lain. Rombongan korban disuruh berbaris di dekat lubang yang dijadikan kuburan massal, lalu ditembak satu per satu di bagian belakang kepala. Para tentara kemudian menyasar segala jenis gender dan usia. Tua, muda, orang tua, anak-anak, bahkan bayi, semua jadi sasaran kekejaman pasukan Mladic. Tak ketinggalan pula kasus pemerkosaan yang dialami korban selamat maupun yang selanjutnya dibunuh.
Catatan Pengadilan Den Haag (PDF) atas kasus ini, yang disusun pada Desember 2007, mengungkapkan banyak cerita sedih dari para saksi atau korban yang selamat. Salah satunya adalah Zumra Šehomerovic, yang menyaksikan kengerian Pembantaian Srebrenica, tepat di depan matanya.
Sehomerovic melihat seorang gadis berusia sekitar sembilan tahun dalam cengkeraman tentara JNA. Seorang tentara menyuruh adik laki-laki sang gadis untuk memperkosa kakaknya. Si adik jelas menolak keras. Tentara ini marah lalu membunuh sang bocah lelaki itu.
“Ada seorang ibu bersama bayinya yang baru berumur beberapa bulan. Seorang tentara JNA menyuruh agar ia menenangkan si bayi yang menangis terus. Upaya si ibu gagal, lalu tentara itu merebut si bayi dan menyayat lehernya. Ia tertawa. Ada tentara Belanda (UNPROFOR) yang cuma melihat dan tak berbuat apa-apa,” katanya.
Sejarah menyoroti kegagalan UNPROFOR dalam kasus ini sebagai tindakan yang amat fatal. Membiarkan kejahatan terjadi di mata mereka hanyalah fragmen kecil.
Daftar Awal Orang-Orang Yang Hilang atau Dibunuh di Srebrenica yang disusun oleh Komisi Orang Hilang Federal Bosnia menyatakan total korbannya sebanyak 8.373 jiwa. Pada Juli 2012 sebanyak 6.838 korban genosida telah diidentifikasi melalui analisis DNA. Modalnya adalah bagian tubuh yang ditemukan dari kuburan massal. Pada Juli 2013, 6.066 korban telah dimakamkan di Pusat Peringatan Potocari.
Mladic sendiri berhasil melarikan diri usai berakhirnya Perang Bosnia. Selama 14 tahun ia dikejar-kejar otoritas Serbia. Harga awal untuk informasi keberadaan Mladic, yang ditarifkan Pemerintah Serbia dan Amerika Serikat, sebesar Rp90 miliar. Pada 2010 angkanya naik drastis menjadi Rp180 miliar.
Pada tanggal 26 Mei 2011 petugas berpakaian preman dari unit kejahatan perang khusus Kementerian Dalam Negeri Serbia menangkap Mladic di sebuah desa bernama Lazarevo. Usai disidang selama 530 hari, pada 22 November 2017 ia dinyatakan bersalah sebagai dalang genosida Srebrenica dan divonis penjara seumur hidup. (hanoum/arrahmah.com)