WASHINGTON (Arrahmah.com) – Muhammad Ali yang nama lahirnya adalah Cassius Marcellus Clay, Jr, lahir 17 Januari 1942 di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat. Ia lahir dari keluarga kulit hitam yang miskin. Di saat isu rasial begitu menyeruak.
Saat ia sedang bermain di tempat olahraga di Kentucky, seseorang mencuri sepedanya. Ia benar-benar jengkel dengan pencuri itu dan mengancam akan menghajarnya hingga remuk. “Akan kuhajar hingga hancur dan kupukuli hingga terluka parah, kalau ia ditemukan,” kata anak kurus tinggi itu di hadapan polisi. Polisi tidak menanggapi serius amarah si anak. Mereka malah mengatakan, kalau mau menghajar orang sampai babak belur, ya belajar tinju dulu. Kejadian inilah yang mengubah kehidupannya. Ali mulai latihan tinju pada tahun 1954, saat itu ia baru berusia 12 tahun.
Menjadi Petinju Profesional
Muhammad Ali memulai debut profesionalnya di dunia tinju pada tahun 1960. Setelah memenangkan mendali emas di Olimpiade Roma. Saat itu ia tengah menginjak usia 18 tahun. Pada tahun 1964, dunia dikejutkan dengan kemenangan Ali atas Sonny Litson. Ali, pemuda 22 tahun yang tidak dikenal dan sama sekali tak diunggulkan, bahkan diprediksi akan mati di atas ring karena mulut besarnya yang mengejek Litson, berhasil mengalahkan petinju yang menakutkan.
Kemenangan Ali atas Sonny Litson menjadikannya seorang bintang. Dan karirnya terus melesat. Ia menjadi idola dan pahlawan bagi pemuda kulit hitam Amerika.
Di puncak karirnya tahun 1966, Ali menolak bergabung di pasukan Amerika dalam Perang Vietnam. Konsekuensinya izin bertandingnya di cabut di semua negara bagia Amerika dan paspornya dicabut. Selama 4 tahun (1967-1970), dari umur 25 tahun hingga 29 tahun, Muhammad Ali tidak melakukan satu pun pertandingan tinju professional.
Pada tahun 1970, Ali kembali mendapatkan izin bertanding. Pertandingan perdananya setelah ‘pengasingan’ adalah menghadapi Oscar Bonavena. Ali berhasil meng-KO Oscar dalam pertandingan itu. Kemenangan ini membawanya pada pintu kejayaan kembali dengan menantang juara dunia Joe Frazier. Pertandingan dua juara dunia yang kala itu digadang sebagai Fight of the Century. Dalam pertandingan ini Ali dipaksa menerima kekalahan profesional pertamanya. Pada pertemuan berikutnya Ali berhasil mengalahkan Frazier.
Pada tahun 1974, Muhammad Ali kembali menyabet gelar juara dunia setelah berhasil mengalahkan George Foreman.
Karir tinju profesionalnya mencatatkan rekor 57 kali menang, 37 di antaranya menang dengan KO.
Memeluk Islam
Muhammad Ali mengumumkan keislamannya pada tahun 1975. Lalu ia mengganti nama baptisnya Cassius Marcellus Clay, Jr. menjadi Muhammad Ali Clay. Ketika ditanya apa yang membuatnya mengganti keyakinan menjadi seorang muslim. Ali menjawab dengan jawaban yang luar biasa,
“Aku belum pernah melihat begitu banyak cinta. Saling pelukan dan cium antar mereka. Shalat 5 waktu dalam sehari. Wanita memakai pakaian yang panjang. Cara mereka makan. Engkau bisa pergi ke negara manapun dengan menyapa ‘assalamu’alaikum – wa’alikumussalam. Kau punya rumah. Kau punya saudara. Aku memilih Islam karena itu bisa menghubungkanku (persaudaraan kepada siapa saja). Sebagai seorang Kristen di Amerika, aku tidak bisa pergi ke gereja orang kulit putih…”
Ia melanjutkan, “(Dalam Islam) Aku merasakan kebaikan. Aku merasakan kebebasan. Islam membuatku terhubung dengan Saudi Arabia. Persaudaraan Islam menghubungkanku dengan Pakistan, Maroko, Suriah. Aku bisa tinggal di istana-istana (pemimpin muslim dunia) karena aku seorang muslim. Menjadi penganut Kristen aku tidak pernah duduk (setara) dengan pemimpin-pemimpin. Sebagai seorang muslim, aku duduk bersama (Anwar) Sadad, (Gamal Abdul) Naser, Marcos Presiden Filipina. Raja-raja (Arab), Sultan Abu Dhabi, dan masyarakat menyambutku layaknya seorang saudara. Oleh karena itu, aku memilih agama Islam.”
Pelajaran bagi kita kaum muslimin, jangan lupakan ucapan salam sesama umat Islam. Karena salam menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ,
لَا تَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوْا ، وَلَا تُؤْمِنُوْا حَتَّى تَحَابُّوْا ، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ ؟ أَفْشُوْا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang jika kalian kerjakan maka kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.”
Sabda Nabi ﷺ dirasakan sendiri oleh Muhammad Ali ketika ia masih beragama Kristen. Ia melihat begitu banyak cinta dan persaudaraan pada umat Islam dengan ucapan salam.
Peranan Sebagai Seorang Muslim
Pada tahun 2005 ia mendirikan Muhammad Ali Center di kampung halamannya Louisville. Tempat ini berfungsi sebaga pusat dakwah. Mungkin untuk memancing daya tarik orang-orang berkunjung kemudian mempelajari Islam, Muhammad Ali menaruh sebagian benda-benda koleksinya di sini. Tempat ini juga beroperasi sebagai organisasi non-profit untuk menyebarkan ide-ide perdamaian, kesejahteraan sosial, membantu orang yang membutuhkan, dan nilai-nilai luhur yang Muhammad Ali yakini.
Upacara pembukaan tempat ini dihadiri oleh sejumlah besar penggemar Muhammad Ali yang datang dari berbagai belahan dunia, termasuk mantan Presiden AS Bill Clinton.
Muhammad Ali mengatakan, “Saya ingin tempat ini mendorong seseorang untuk memberikan yang terbaik dalam bidang pilihan mereka.”
Sejak aktif di dunia sosial, Muhammad Ali telah mengunjungi banyak negara untuk membantu program kesehatan anak dan orang-orang miskin. Di antara negara yang telah ia kunjungi adalah Maroko, Pantai Gading, Indonesia, Meksiko, dll.
Ia juga memperhatikan masyarakat bawah di Amerika Serikat, terutama kalangan Afrika Amerika yang sering mengalami diskriminasi.
Ucapan-Ucapan Ali
“Mengapa mereka harus memintaku untuk mengenakan seragam dan pergi sepuluh ribu mil dari rumah untuk menjatuhkan bom dan peluru pada orang-orang coklat di Vietnam sementara yang disebut orang negro di Louisville diperlakukan seperti anjing dan menolak hak asasi manusia sederhana?” Ali, Februari, 17, 1966.
“Orang-orang mengatakan aku berbicara begitu lambat sekarang. Tidak mengherankan. Aku menghitung sudah melakukan 29.000 pukulan. Tapi aku mendapatkan $ 57.000.000 dan disimpan setengah dari itu. Jadi aku melakukan beberapa pukulan keras. Apakah Anda tahu berapa banyak laki-laki hitam dibunuh setiap tahun oleh senjata dan pisau tanpa sepeser pun untuk nama-nama mereka? Aku mungkin bicara lambat, tapi pikiranku baik-baik saja.” – Ali, 20 Januari, tahun 1984.
Aku tidak merokok, tapi aku selalu membawa korek api di kantong celana. Setiap kali hatiku tergerak untuk berbuat dosa, maka kubakar satu batang korek api. Kurasakan panasnya di telapa tangan. Kukatakan dalam hati, “Ali, menahan panasnya korek api ini saja kau tak sanggup. Bagaiamana dengan dahsyatnya panas api neraka?”
Kekalahan dari Anaknya
Ali tentu berharap anak-anaknya mengikuti dirinya memeluk agama Islam. Namun, Laila Ali, putrinya yang lahir pada 30 Desember 1977, ternyata tidak mau mengikuti sang ayah.
Kepada Wbur.org, Laila Ali mengungkapkan cerita dirinya melawan Muhammad Ali soal memeluk agama Islam saat masih berusia 7 tahun.
Sebagai anak yang lahir di Amerika Serikat, Laila memang tumbuh dalam lingkungan di mana Islam menjadi minoritas.
Laila kecil protes kepada Muhammad Ali soal kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan pemeluk agama Islam.
“Kenapa saya harus bangun tidur untuk sembahyang subuh?” kata Laila.
“Kemudian pergi ke masjid. Kenapa perempuan harus di belakang laki-laki saat berdoa?” ujarnya lagi.
Saat ini Laila Ali tahu bahwa Muhammad Ali mempertaruhkan segalanya untuk menjadi Muslim.
Namun, ketika kecil, hal itu bukan sesuatu yang bisa dipahaminya.
“Ayah dan saya, dalam usia yang masih sangat muda, harus berurusan soal fakta saya tidak mau menjadi Muslimat.”
“Ayah bilang: ‘Kamu belum cukup banyak paham soal agama’. Saya jawab: ‘Saya sudah cukup paham. Saya cukup paham untuk tahu saya tidak mau melakukannya.”
“Ayah bukan hanya kecewa ketika saya bilang tidak mau menjadi Muslimat. Beliau marah.”
Laila Ali kemudian tidak memeluk agama Islam dan pada akhirnya, Muhammad Ali menerima keputusannya.
“Saya pikir Ayah respek pada perlawanan yang saya berikan. Dia melihat perlawanan yang dia lakukan sendiri dalam diri saya.”
“Dia melakukan hal yang sama walaupun untuk hal yang berbeda. Beliau menjalani apa yang menjadi kepercayaannya. Ayah teguh pada apa yang diyakininya dan beliau tidak takut mengucapkannya,” lanjut Laila Ali.
Muhammad Ali meninggal pada hari Sabtu, 4 Juni 2016, di usia 74 tahun. Mantan juara dunia kelas berat ini meninggal di sebuah RS di Kota Phoenix negara bagian Arizona, setelah dirawat sejak Kamis.
Ali menderita gangguan pernapasan, karena komplikasi yang disebabkan oleh penyakit Parkinson yang dideritanya.
Pihak keluarga menyatakan, pemakaman akan dilakukan di kampung halaman Ali di Louisville, Kentucky.
Sumber:
– https://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Ali
– http://islamstory.com/ar/الملاكم_الأمريكي_محمد_علي_كلاي
– Video-video wawancara dengan Muhammad Ali
Oleh Nurfitri Hadi (@nfhadi07)/KisahMuslim.com dengan tambahan dan editan dari redaksi
(*/Arrahmah.com)