OSLO (Arrahmah.com) – Menurut media Belarusia, dalam “Manifesto” yang memiliki tebal halaman 1518 yang penuh dengan kebencian terhadap Islam, Anders Breivik mengunjungi Belarus dan dengan berhati-hati mempelajari politik rezim dalam rangka untuk menggulingkannya.
Breivik pergi ke Belarus, menurut pengakuannya sendiri, untuk mempelajari efek radiasi pada manusia setelah bencana nuklir Chernobyl, tampaknya berniat untuk melancarkan serangan nuklir di Norwegia. Di Norwegia terdapat dua reaktor riset nuklir di Kjeller dan Hayden.
Tidak ada kontrol perbatasan resmi antara Rusia dan Belarus jika Anda tiba melalui kereta api atau jalan raya, sehingga kunjungan resmi ke Belarus juga bisa digunakan oleh Breivik untuk kunjungan rahasia ke Rusia untuk menjalani pelatihan di salah satu kamp pelatihan FSB.
Dalam karyanya “Manifesto”, Breivik ternyata adalah seorang Freemason aktif, penghormatan terhadap pendiri neo-chekhism Putin.
Breivik menyebut banyak kata Rusia dalam Manifesto-nya, menggambarkan apa yang seharusnya, dalam pendapatnya, sistem politik yang ideal. “Demokrasi massa non-fungsi di Eropa harus diganti dengan bentuk demokrasi termenej seperti yang terdapat di Rusia,” ujar penulis Declaration.
Putin termasuk di antara orang-orang yang paling ia ingin temui secara langsung. “Putin memiliki kesan seorang pemimpin yang adil dan menentukan, patut dihormati,” ujar Breivik dalam Manifesto.
Sementara itu, fans Putin lainnya di Skandinavia, Juha Molari, yang dituduh oleh wartawan Finlandia bekerja untuk FSB, telah menyatakan dukungan penuh dan solidaritas dengan khutbah Breiviks yang ekstensif, dipublikasikan dalam buku hariannya pada 24 Juli.
Ia tidak terlalu malas untuk mengunduh seluruh halaman dari manifesto dan ia mengutipnya secara berlimpah. Ia menyatakan bahwa segala sesuatu yang dikatakan oleh Breivik adalah benar.
Molari yakin bahwa Breivik jauh lebih baik dalam segala hal jika sebaliknya ia bergabung dengan barisan kaum komunis “anti-fasis” dan melawan di bawah bendera merah.
Sementara itu, Breivik mengatakan kepada polisi penyelidik bahwa tujuannya adalah mantan Perdana Menteri Norwegia, Gro Harlem Bruntlann, lapor Reuters mengacu kepada surat kabar Aftenposten.
Bruntlann telah memimpin pemerintahan Norwegia selama tiga masa di tahun 1981-1996, ketika Partai Buruh Norwegia memiliki mayoritas suara di parlemen, ia sering disebut sebagai “ibu bangsa”.
Bruntlann telah memberikan pidato di pulau tersebut dan pergi meninggalkan pulau, sesaat sebelum peristiwa tragis terjadi. (haninmazaya/arrahmah.com)