(Arrahmah.com) – Saat berhasil merebut kembali al-Quds (Yerusalem) dari tangan Kristen, Shalahuddin al-Ayyubi adalah seorang sultan. Ia adalah orang nomor satu pada dinasti yang didirikannya pada 1169 M. Kerajaan Islam yang berpusat di Mesir itu bernama Dinasti Ayyubiyyah yang dikenal pula dengan sebutan Ayyubid, Ayoubites, Ayyoubites, Ayoubides, atau Ayyoubides.
Dinasti Sunni itu berkuasa hingga akhir abad ke-15, menggantikan dinasti Syiah yang berkuasa sebelumnya, Fatimiyyah, dan menegakkan kembali paham ahlu as-sunnah wa al-jamaah di Kota Piramida tersebut.
Kegemilangannya memimpin dinasti tersebut semakin lengkap ketika pada 1187 M ia berhasil mempersatukan pasukan Turki, Kurdi, dan Arab untuk merebut kembali Yerusalem yang telah dikuasai tentara Salib selama 80 tahun.
Ayyubiyyah terus menguasai banyak wilayah Timur Tengah hingga 1260. Ketika dinasti tersebut di kuasai Mongol dan setelah kekalahan Mongol di Ain Jalut, seluruh Suriah jatuh ke Mamluk. Pada abad ke- 14, sisa-sisa dinasti itu kembali di bangun. Kastil Hisn Kayfa difungsikan sebagai benteng hingga dinasti itu digantikan oleh Kekaisaran Utsmani pada awal abad ke-16.
Sepanjang masa kejayaan Ayyubiyyah, Shalahuddin membangun banyak hal, mulai dari administrasi negara, ekonomi, hingga perdagang an. Ia juga memajukan ilmu pengetahuan dengan membangun madrasah, sekolah, dan dalam bidang ke agamaan mengembangkan mazhab ahli sunah.
Pada masanya, muncul sejumlah cendekiawan Muslim dari berbagai bidang, seperti Musa ibn Maimun yang dikenal sebagai ahli filsafat, astronom, dan juga tabib. Ada pula Ibn al Baytar (1246 M), dokter hewan dan ahli medis yang beberapa karyanya masih dikenal luas di wilayah Eropa hingga saat ini.
Pada masa dinasti ini pula, perwakafan berkembang pesat. Pada 572 H (1178 M), untuk menyejahterakan ulama, Shalahuddin menetapkan kebijakan bea cukai bagi orang Kristen yang datang untuk berdagang. Harta atau uang yang terkumpul kemudian diwakafkan kepada para fuqaha’ dan para keturunannya.
Di bawah pemerintahan Shalahuddin, Damaskus memiliki 20 madrasah, 100 pemandian, dan sejumlah besar biara bagi para ulama sufi. Ia juga membangun beberapa sekolah di Aleppo, Kairo, Alexandria, dan berbagai kota di wilayah Hijaz.
Shalahuddin juga pernah membangun tiga benteng perang. Benteng pertama terletak di Kairo dan pada masanya menjadi benteng pertahanan perang terbesar dunia. Benteng kedua telah hilang dimakan usia, teletak di Wadi ar-Rahla. Sedangkan, yang terakhir berada di Taba (kota kecil di Mesir, dekat ujung utara Teluk Aqaba).
(*/Arrahmah.com)