TEHERAN (Arrahmah.com) – Ali Akbar Mohtashamipour, seorang pemuka Syiah yang menjadi duta besar Iran untuk Suriah dan membantu mendirikan kelompok bersenjata Syiah “Hizbullah” Libanon, serta kehilangan tangan kanannya karena pengeboman yang dilaporkan dilakukan oleh “Israel”, meninggal pada Senin (7/6/2021) karena virus corona diusia 74 tahun.
Sekutu dekat mendiang Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini, Mohtashamipour, pada 1970-an membentuk aliansi dengan kelompok-kelompok militan di seluruh Timur Tengah. Setelah Revolusi Iran, ia membantu mendirikan Garda Revolusi (IRGC) di Iran dan sebagai duta besar untuk Suriah, ia membawa pasukan ke wilayah tersebut untuk membantu membentuk “Hizbullah”, lansir Zaman Alwasl.
Di tahun-tahun terakhirnya, ia perlahan-lahan bergabung dengan gerakan reformis di Iran, berharap untuk mengubah teokrasi Iran dari dalam. Dia mendukung para pemimpin oposisi Mir Hossein Mousavi dan Mahdi Karroubi dalam protes Gerakan Hijau Iran setelah pemilihan kembali Presiden Mahmoud Ahmadinejad tahun 2009 yang disengketakan.
“Jika seluruh rakyat menjadi sadar, menghindari tindakan kekerasan dan melanjutkan konfrontasi sipil mereka dengan itu, mereka akan menang,” kata Mohtashamipour saat itu, meskipun Ahmadinejad pada akhirnya akan tetap menjabat. “Tidak ada kekuatan yang dapat melawan keinginan rakyat.”
Mohtashamipour meninggal di sebuah rumah sakit di Teheran utara setelah tertular virus, kantor berita IRNA yang dikelola pemerintah melaporkan.
Pemuka Syiah yang mengenakan sorban hitam yang mengidentifikasinya sebagai penganut Syiah, telah tinggal di kota suci Syiah Najaf, Irak, selama 10 tahun terakhir setelah pemilihan yang disengketakan di Iran.
Pemimpin Tertinggi Iran saat ini Ayatollah Ali Khamenei memuji Mohtashamipour atas “jasa revolusionernya,” sementara Presiden Hassan Rouhani mengatakan ia “mengabdikan hidupnya untuk mempromosikan ‘gerakan Islam’ dan realisasi cita-cita revolusi.”
Kepala peradilan Ebrahim Raisi, yang sekarang dianggap sebagai kandidat utama dalam pemilihan presiden Iran minggu depan, juga menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Mohtashamipour.
“Almarhum adalah salah satu ‘pejuang suci’ dalam perjalanan menuju pembebasan Yerusalem dan salah satu pelopor dalam perang melawan rezim Zionis,” kata Raisi, menurut IRNA.
Lahir di Teheran pada tahun 1947, Mohtashamipour bertemu Khomeini sebagai tokoh Syiah tetap di pengasingan di Najaf setelah diusir dari Iran oleh Shah Mohammad Reza Pahlavi.
Setelah ditangkap oleh Irak, Mohtashamipour menemukan jalan ke kediaman Khomeini di pengasingan di luar Paris. Mereka kembali dengan penuh kemenangan ke Iran di tengah Revolusi 1979.
Pada tahun 1982, Khomeini mengerahkan Mohtashamipour ke Suriah, yang saat itu berada di bawah pemerintahan diktator Hafez Asad.
Sementara berpura-pura sebagai diplomat, Mohtashamipour mengawasi jutaan dana yang mengalir untuk mendanai operasi Garda di wilayah tersebut.
Libanon, yang saat itu didominasi oleh Suriah, yang mengerahkan puluhan ribu tentara di sana, mendapati dirinya diserang oleh “Israel” pada tahun 1982 ketika “Israel” mengejar PLO di Libanon.
Dukungan Iran mengalir ke komunitas Syiah yang diduduki “Israel”. Itu membantu menciptakan kelompok militan baru yang disebut “Hizbullah”, atau “Partai Tuhan.”
AS menyalahkan “Hizbullah” atas pengeboman Kedutaan Besar AS di Beirut tahun 1983 yang menewaskan 63 orang.
Serta pengeboman terhadap barak Marinir AS di ibukota Libanon yang menewaskan 241 tentara AS.
Serangan lain yang menewaskan 58 pasukan terjun payung Prancis. “Hizbullah” dan Iran membantah terlibat.
“Pengadilan menemukan bahwa tidak diragukan lagi bahwa ‘Hizbullah’ dan agen-agennya menerima dukungan material dan teknis besar-besaran dari pemerintah Iran,” tulis Hakim Distrik AS Royce Lamberth pada tahun 2003. (haninmazaya/arrahmah.com)