KINSHASA (Arrahmah.com) – Serangan bersenjata di dua desa di Provinsi Ituri di timur Kongo menewaskan sedikitnya 50 orang.
Melansir Al Arabiya News (31/5/2021), sekelompok orang bersenjata mengepung sebuah kamp di kawasan Bahema-Boga pada Senin dini hari (31/5).
Menurut Gaston Babunya, seorang sekretaris administrasi wilayah setempat, serangan itu menewaskan setidaknya 29 orang. Jumlah korban tewas, imbuh Babunya, tampaknya akan bertambah.
Sekitar pukul 1 dini hari Senin, para penyerang bersenjata itu menembaki penduduk.
“Sebelum pergi, mereka juga membakar tujuh kendaraan bermotor dan beberapa toko,” kata Babunya.
Pemimpin Gereja Anglikan yang sebelumnya telah pindah dari Banande-Kainama di wilayah Beni untuk menghindari aksi kekerasan yang kian meningkat di sana, termasuk salah seorang yang tewas.
Sementara, AfricaNews melaporkan, serangan terhadap Desa Boga dan Tchabi di wilayah Irumu di Provinsi Ituri itu menewaskan sedikitnya 50 orang.
“Jumlah korban tewas serangan pada Ahad dan Senin itu meningkat menjadi sedikitnya 50 warga sipil. Jumlah sementara, 28 korban tewas di Boga, dan 22 orang lainnya tewas di Tchabi,” demikian dikutip dari Kivu Security Barometer (KST).
Masih belum jelas pihak mana yang melakukan penyerangan. Sejumlah spekulasi menyebut para milisi Tentara Demokratik Sekutu Uganda (ADF) berada di balik serangan.
Selama beberapa bulan terakhir, ADF kerap melancarkan serangan mematikan di Ituri hingga ke wilayah selatan di Provinsi Kivu Utara.
Kawasan itu kerap dilanda konflik antar etnis. Konflik yang paling mencolok adalah konflik antara komunitas Nyali dan Banyabwisa, komunitas Hutu Kongo yang berasal dari Rwanda.
Kedua desa yang diserang, berjarak sekitar 10 kilometer satu sama lain, dan terletak di perbatasan antara Kivu Utara dan Ituri, dekat perbatasan Uganda, lokasi yang menjadi basis ADF.
Kendati begitu, sulit untuk menuding ADF berada di balik serangan itu, mengingat tensi ketegangan antara sesama kelompok etnis di wilayah itu terus meningkat selama beberapa bulan terakhir.
Kaya akan sumber daya emas, Provinsi Ituri yang berbatasan dengan Uganda dan Sudan Selatan kerap menjadi lokasi pertikaian selama lebih dari 3 dekade.
Antara tahun 1999 dan 2003, konflik komunal di wilayah itu menyebabkan puluhan ribu orang tewas. Komunitas Lendu dan Hema saling serang dan membunuh hingga Tentara Eropa Artemis di bawah komando Prancis mengintervensi di tahun 2003.
Tenang tanpa perang selama beberapa tahun, kekerasan kembali terjadi sejak Desember 2017 di kawasan utara di wilayah Djugu, sebelum akhirnya turut menjalar ke wilayah Irumu, Mahagi dan Aru di sisi timur Provinsi Ituri.
Aksi kekerasan itu menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan ribuan lainnya terpaksa mengungsi. Kelompok Koperasi untuk Pembangunan Kongo (Codeco) dituding jadi biang keladi. Codeco yang kini terbagi menjadi beberapa faksi yang saling bersaing, mengklaim berupaya mempertahankan kepentingan komunitas Lendu.
Sementara, ADF dalam beberapa bulan belakangan kian meningkatkan serangan bersenjata mematikan mereka di kawasan selatan di Provinsi Kivu Utara. Namun, ADF juga dituding berada di balik pembantaian di Ituri yang berbatasan dengan Kivu Utara.
ADF terbentuk dari para pemberontak muslim Uganda yang mengungsi dan tinggal di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1995. Sejauh ini, dari antara 122 kelompok bersenjata di Kongo timur, ADF merupakan kelompok paling mematikan. (hanoum/arrahmah.com)