Oleh: Ustadz Irfan S. Awwas
(Arrahmah.com) –
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ, نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا, مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ, أَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَأُمَّتِهِ الْمُطِيْعِيْنَ
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ وَقُوْلُوا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيْمًا. أَمَّا بَعْدُهُ : أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ,لا إله إلا الله ,الله أكبر ولله الحمد
Segala puji bagi Allah yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada segenap kaum muslimin sehingga mampu menjalankan ibadah puasa Ramadhan sekalipun dalam kondisi khawatir terhadap bahaya pandemi covid-19.
Hari ini, Kamis 13 Mei 2021, kita berada di hari Idul Fithri, 1 Syawal 1442 H, semoga kita semua yang telah menunaikan ibadah puasa Ramadhan dan yang hadir di sini melaksanakan shalat Idul Fitri, mendapatkan ampunan Allah serta menjadikan ibadah Ramadhan kita sebagai saksi yang meringankan di hadapan pengadilan yaumul akhir.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada segenap keluarga dan para sahabat beliau serta umat Islam yang setia mengikuti sunnah beliau hingga akhir zaman.
Marilah kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya, mudah-mudahan Allah berkenan menjadikan kita hamba-hambaNya yang berhak mendapatkan kemenangan di dunia dan kenikmatan surgawi di akhirat kelak, sebagaimana telah dijanjikan dalam Al-Qurán:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (71)
“Wahai orang-orang beriman, taatlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar. Dengan begitu, niscaya semua yang kalian lakukan hasilnya akan menjadi baik dan dosa-dosa kalian akan diampuni Allah. Siapa saja yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh dia memperoleh kemenangan yang sangat besar.” (Qs. Al-Ahzaab [33]: 70-71)
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ
Seiring dengan berlalunya bulan suci Ramadhan, dan atas karunia-Nya pada hari ini kita dapat berhari raya bersama, menyambut kabar gembira dan bahagia yang dijanjikan Allah. Maka sudah sepantasnya kita bersyukur kepada Allah Swr. atas segala karunia-Nya ini.
Merayakan hari Raya Idul Fitri, di tengah pandemi virus corona, sungguh memerlukan kesabaran dan keikhlasan. Karena terbukti, virus corona bukan hanya merenggut ribuan nyawa manusia, tetapi juga mengubah tata cara kehidupan manusia di seluruh dunia, mulai dari interaksi sosial hingga prilaku keagamaan. Belum pernah ada wabah penyakit yang mampu merubah prilaku sosial dan keagamaan seseorang seperti wabah virus corona ini.
Tak ubahnya bagaikan teroris, yang telah berhasil meneror manusia, bukan hanya disini tapi di seluruh dunia. Sebagian orang mengurung diri di rumah (isolasi mandiri), menghindari tempat keramaian, dan menunda perjalanan ke tempat lain.
Virus corona juga berdampak dalam kehidupan keagamaan umat Islam. Demi meredam penyebaran wabah corona karpet masjid digulung, jarak shaf shalat direnggangkan, dan pintu masjid ditutup. Covid 19 menjadi penghalang orang ke masjid, merusak shaf shalat, meliburkan anak sekolah, memutus silaturahim dan menyulitkan hidup banyak orang.
Bahkan aparat keamanan disiagakan, melakukan patroli siber guna memburu penyedia jasa travel bagi pemudik. Pemburu pemudik ini menyasar masyarakat yang nekat melakukan perjalanan menggunakan jalur-jalur tikus. juga menyisir di sejumlah pelabuhan dan bandara. Para ulama istana pun ikut sibuk memotivasi rakyat agar tidak mudik dengan menghalalkan tipu muslihat atas nama agama.
“Tidak mudik bakal dapat pahala lailatul qodar,” kata seorang ustadz. Wamenag Zainut Tauhid Saádi malah mengatakan, “tidak mudik, itu sama dengan berjihad”.
Namun, yang dikeluhkan masyarakat, peraturan pemerintah yang dirasa tidak adil dan diskriminatif. Mengapa ancaman covid hanya menyasar jamaah masjid, para pemudik lebaran, sementara kerumunan di pasar-pasar, di pesta pernikahan, di tempat wisata serta kerumunan selain ibadah umat Islam seolah bebas mengabaikan segala prokes? Juga tidak terjadi perburuan ketika perayaan imlek, maupun perayaan natal. Di pesawat orang bisa duduk berdekatan selama berjam-jam perjalanan udara, tapi di masjid tidak boleh berdekatan walau hanya lima menit.
Sepanjang bulan Ramadhan ini, TKA yang berasal dari negara sumber penyebaran Covid-19 berbondong-bondong tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Tercatat sebanyak 160 WNA China tiba dari Guangzhou, Republik Rakyat Tiongkok tersebut sejak Sabtu 8 Mei 2021 pagi hari yang lalu, dan itu akan terus bertambah. Ada yang datang secara legal, dan tak sedikit yang illegal.
Menyaksikan kenyataan ini, pemerintah tidak saja melanggar etika bernegara, tapi juga kehilangan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Rakyat dalam negeri dipersulit kehidupannya dengan berbagai aturan, sementara warga asing diberi kemudahan dengan berbagai fasilitas. Sebenarnya, untuk kepentingan siapa pemerintah mengurus negara ini? Untuk kepentingan Rakyat Indonesia ataukah untuk kepentingan warga Cina?
Di negeri kita, mungkin yang paling merasakan dampak buruk dari pandemi covid 19 adalah umat Islam. Di seluruh dunia, belum pernah ada seseorang dipidana karena alasan covid 19. Tapi di Indonesia, seorang ulama di penjara, 6 orang pengawalnya dibunuh, organisasinya dibubarkan, dan pengurus ormasnya dijadikan tersangka teroris, semuanya dengan alasan melanggar prokes. Banyak pihak yang melakukan kerumunan tapi tidak diproses hukum, tidak ada sanksi pidana seperti dilakukan terhadap pimpinan FPI, Habib Riziq Syihab dkk.
Selain wabah virus corona, yang sudah berlangsung lebih dari setahun, mengundang keprihatinan dan kesedihan mendalam, jangan lupakan upaya musuh negara dan musuh Pancasila yang ingin membelokkan jarum jam sejarah bangsa Indonesia. Mereka kini bercokol di lingkungan pemerintahan, sehingga bisa leluasa menggunakan fasilitas negara untuk mengacak-acak data dan fakta sejarah melalui Lembaga Pendidikan.
Dunia Pendidikan kita heboh dengan adanya indikasi bangkitnya PKI dan pemutihan nama tokoh-tokoh komunis. Di awali dengan menghilangkan pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, dan Bahasa Indonesia dari kurikulum Pendidikan nasional. Kini, muncul lagi kontroversi baru dari Kemendikbud, yang meresahkan masyarakat, yaitu terbitnya Kamus Sejarah Indonesia. Di dalam kamus tersebut, nama-nama ulama dan tokoh nasional yang semula ada, kemudian dihapus. Nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH. Hasyim Asyari, dan pahlawan Nasional AH. Nasution dihilangkan, sementara tokoh PKI DN Aidit, Semaoen, dan beberapa pendiri PKI diuraikan secara rinci, padahal PKI pemberontak sehingga terlarang di Indonesia berdasarkan TAP MPRS No. XXV/1966.
Hal lain yang patut disesalkan, adalah himbauan seorang Menteri yang meminta rakyat agar tidak kecewa walaupun diperintah oleh penguasa korup serta permisif. “Sekarang ini negara kita sangat koruptif, oligarkis, dan sebagainya, tidak boleh kita terlalu kecewa,” katanya. Alasannya, meski saat ini sangat koruptif, Indonesia dari waktu ke waktu tetap mengalami kemajuan.
Penguasa menabur wabah kezaliman, wabah kebencian, wabah kecurangan, wabah dosa-dosa. Sementara para pejabatnya menebar benih korupsi, masyarakat umum menebar wabah kemaksiatan dan angkara murka. Tiba-tiba ada Menteri yang minta rakyat cukup memaklumi saja, adanya penguasa yang menegakkan kezaliman di atas penderitaan rakyat. Rakyat diminta tidak perlu kecewa apalagi protes.
Semestinya, para pemimpin menjalankan tugas dengan baik, benar dan adil. Bukan minta dimaklumi demi melanggengkan kekuasaannya. Kalangan ulama, intelektual, maupun akademisi dapat mengingatkan penguasa agar tetap ramah, amanah dan tak salah arah. Jangan takut pada kekuasaan, karena hanya kekuasaan Allah yang kekal.
Menurut Islam, orang yang bersalah itu dihukum bukan dimaklumi kesalahannya.
Allah Swt. Berfirman:
اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
Orang-orang yang melanggar hak orang lain dengan cara zhalim dan permusuhan di muka bumi, mereka itulah yang dikenai hukuman. Mereka itu kelak akan mendapatkan adzab yang pedih di akhirat. (QS Asy-Syura [42] : 42)
Dalam kitab Al Uqubat, Ibnu Abi Ad Dunia, menuliskan sebuah riwayat dari Qatadah, bahwa Nabi Musa bertanya kepada Allah Swt. “Wahai Rab-ku, Engkau ada di langit sementara kami ada di bumi. Maka berikan kami tanda, dengan apa Engkau marah dan bagaimana Engkau ridha?
Allah menjawab, “Jika orang-orang terbaik di antara kalian yang memimpin kalian, itulah tanda Aku ridha. Namun jika orang-orang terburuk yang memimpin kalian, itulah tanda bahwa Aku marah…”
Tak Sadar Dihukum Allah
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، اَللهُ أَكْبَرُ ، وَللهِ الْحَمْدُ
Di hari idul fitri ini, adalah bijaksana apabila kita melakukan muhasabah, introsfeksi dan evaluasi terhadap kondisi bangsa Indonesia pasca Ramadhan. Jangan sampai kita hanya sibuk minta maaf ataupun saling memaafkan sesama manusia, tapi lupa meminta maaf kepada Allah atas dosa-dosa kita yang lalu.
Sebab, ketika seseorang berbuat dosa, namun merasa tidak melakukan dosa. Ini malapetaka. Tidak merasa berdosa justru hukuman atas dosa-dosanya. Ibnul Qayyim berkata, “Hukuman terberat bagi suatu dosa adalah perasaan jiwa yang tidak merasa berdosa.”
Ada orang mengaku beragama Islam, meninggalkan shalat, puasa dan kewajiban-kewajiban lain, namun dirinya merasa aman dari dosa. Begitu pula dengan melakukan kemaksiatan, berzina, minum khamer, menghisab narkoba, korupsi, tidak menutup aurat bagi muslimah ketika keluar rumah, dan lain-lain, dirinya merasa tenang-tenang saja, seolah tidak melakukan dosa.
Sungguh, perasaan tidak merasa berdosa adalah kain kafan yang membungkus hati yang mati. Di zaman dahulu, orang-orang shalih begitu peka terhadap dosa-dosanya. Sampai ada yang berkata: “Tikus-tikus yang mengganggu di rumahku akibat dosa-dosaku.”
Seorang ulama, Sufyan Tsauri berkata : “Aku pernah tidak bisa shalat malam selama lima bulan karena satu dosa yang aku lakukan.” Temannya bertanya, “Dosa apa itu?” “Aku melihat seseorang menangis dan dalam hati aku berkata, ‘Orang itu menangis hanya untuk dipuji saja,” jelas Sufyan.
Subhanallah, beliau tahu dosa yang dilakukan dan tahu dengan pasti akibatnya terhadap dirinya. Sebaliknya, di jaman ini pelakunya tidak bisa mengenalinya. Tidak peka atas apa yang menimpanya. Itulah sebabnya sering kita dengar keluhan, “Ya Allah apa salah dan dosaku, sehingga Engkau memberi ujian seberat ini?”
Maka jangan pernah terbersit pikiran bahwa melakukan dosa, bertindak zalim, menebar fitnah, hoax, tidak mendapatkan hukuman. Terlebih merasa bangga dengan berkata : “Itu buktinya, mereka bermaksiat tapi rejeki tetap saja lancar. Mereka tidak pernah ibadah, eh hidupnya damai-damai saja.”
Syeikh Ibnul Qayyim menasehatkan: “Tidaklah seorang hamba mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada hati yang keras dan jauh dari Allah.”
Imam Masjidil Haram, Syaikh Abdullah Al-‘Aidan, mengisahkan dialog seorang guru dan santrinya. Seorang santri mengadu kepada gurunya: “Ya Syeikh, betapa banyak kita berdosa kepada Allah dan tidak menunaikan hak-Nya sebagaimana mestinya, tapi mengapa Allah tidak menghukum kita?”
Sang Guru menjawab dengan tenang: “Betapa sering Allah menghukummu, tapi engkau tidak merasakannya”.
Sesungguhnya salah satu hukuman Allah yang terbesar yang bisa menimpamu ialah: Sedikitnya hidayah untuk mengamalkan ketaatan dan amal-amal kebajikan.
Tidaklah seseorang diuji dengan musibah yang lebih besar dari : “kekerasan hatinya dan kematian hatinya”.
Sadarkah engkau, bahwa Allah telah mencabut darimu rasa bahagia dan senang dengan munajat kepada-Nya, merendahkan diri kepada-Nya, bersujud di hadapan-Nya?
Sadarkah engkau tidak diberikan rasa khusyu’ dalam shalat? Sadarkah engkau, bahwa hari-harimu telah berlalu dalam hidupmu, tanpa membaca Al-Qur’an, padahal engkau mengetahui firman Allah:
لَوْ اَنْزَلْنَا هٰذَا الْقُرْاٰنَ عَلٰى جَبَلٍ لَّرَاَيْتَهٗ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَتِلْكَ الْاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Sekiranya Al-Qur’an ini kami bebankan kepada gunung, niscaya engkau akan melihat gunung itu merunduk karena takut kepada Allah. Begitulah gambaran yang Kami berikan kepada manusia agar manusia mau berpikir. (QS Al-Hasyr [59] : 21)
Tapi engkau tidak tersentuh dengan ayat-ayat Al-Qur’an, seakan engkau tidak mendengarnya.
Sadarkah engkau, telah berlalu beberapa malam yang panjang sedang engkau tidak melakukan Qiyamullail di hadapan Allah, walaupun terkadang engkau begadang. Telah berlalu atasmu musim-musim kebaikan seperti: Ramadhan, puasa 6 hari di bulan Syawwal, sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dan seterusnya, tapi engkau belum diberi taufiq untuk memanfaatkannya sebagaimana mestinya.
Lalu, hukuman apa lagi yang lebih berat dari itu? Tidakkah engkau merasakan beratnya mengamalkan banyak ketaatan,amal ibadah?
Tidakkah Allah menahan lidahmu untuk berdzikir, beristighfar dan berdo’a kepada-Nya? Tidakkah, terkadang engkau merasakan bahwa engkau lemah di hadapan hawa nafsu? Hukuman apa lagi yang lebih berat dari semua ini?
Sadarkah engkau, yang mudah bagimu berghibah, berbohong, mengadu domba, memandang ke segala hal yang haram? Sadarkah engkau, bahwa Allah membuatmu lupa kepada akhirat, lalu Allah menjadikan dunia sebagai perhatian terbesarmu dan sebagai pencapaian ikhtiar yang paripurna?
Semua bentuk pembiaran dengan berbagai bentuknya ini, hanyalah beberapa bentuk hukuman Allah kepadamu, apakah engkau menyadarinya?
Maka waspadalah wahai kaum muslimin, agar kita tidak terjatuh ke dalam dosa-dosa dan meninggalkan kewajiban-kewajiban. Karena hukuman yang paling ringan dari Allah terhadap hamba-Nya ialah: “Hukuman yang terasa” pada harta, atau anak, atau kesehatan.
Sesungguhnya hukuman terberat ialah: “Hukuman yang tidak terasa” pada kematian hati, lalu ia tidak merasakan nikmatnya ketaatan, dan tidak merasakan sakitnya dosa.
Karena itu wahai kaum muslimin, perbanyaklah di sela-sela harimu, amalan taubat dan istighfar, semoga Allah menghidupkan hatimu.
Jangan hanya bersyukur karena pernah berbuat dosa dan masih diberi kesempatan untuk bertobat. Tapi iringilah dosa-dosa kita dengan tobat dan amal shalih.
Munajat:
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
الله أكبر الله أكبر الله أكبر ,لا إله إلا الله ,الله أكبر ولله الحمد
Kini, saat kita bersimpuh di haribaan Ilahy, marilah kita muhasabah, sembari mendoakan saudara-saudara kita di Palestina. Di akhir bulan Ramadhan ini, terdengar kabar yang memantik kesedihan sekaligus kemarahan kita dari Al-Quds, kota suci dari tiga agama.
Tentara zalim Israel menyerang secara berutal jamaah Muslim yang sedang menunaikan shalat tarawih di dalam Masjid Al-Aqsa, pada Jumat, 7 Mei 2021 sehingga menyebabkan hampir 285 lebih warga Palestina terluka. Pasukan barbar Israel menembakkan granat kejut, gas air mata, dan peluru berlapis karet untuk membubarkan jamaah Muslim dari Masjid al-Aqsa.
Diam dan tidak merespon kejahatan Israel ini sama saja dengan menjadi teman dan mendukung kezaliman yang menimpa kaum muslimin. Oleh karena itu, marilah kita munajat kepada Allah Rabbul Alamin, agar kita terhindar dari fitnah dan segala bentuk kezaliman.
الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.حَمْدًا يُوَافِى نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ. يَارَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ
Segala puji bagi Allah Rabbul alamin. Pujian yang menyamai nikmat-Nya dan menandingi keutamaan-Nya. Ya Rab kami, untuk-Mu pujian yang sebanding dengan kebesaran dan kemuliaan wajah-Mu dan kebesaran kekuasaan-Mu
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan do’a.
اَللّٰهُمَّ اِنَّانَسْئَلُكَ سَلَامَةًفِى الدِّيْنِ، وَعَافِيَةًفِى الْجَسَدِوَزِيَادَةًفِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةًفِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةَقَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةًعِنْدَالْمَوْتِ وَمَغْفِرَةًبَعْدَالْمَوْتِ،اَللّٰهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِيْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ، وَنَجَاةًمِنَ النَّارِوَالْعَفْوَعِنْدَالْحِسَابِ
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada engkau akan keselamatan Agama dan sehat badan, dan tambahnya ilmu pengetahuan, dan keberkahan dalam rizki dan diampuni sebelum mati, dan mendapat rahmat waktu mati dan mendapat pengampunan sesudah mati. Ya Allah, mudahkan bagi kami waktu (sekarat) menghadapi mati, dan selamatkan dari siksa neraka, dan pengampunan waktu hisab.
رَبَّنَا لاَ تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zalim, dan selamatkanlah kami dengan rahmat-Mu dari (tipu daya) orang-orang kafir. (Qs. Yunus [10] : 85-86)
رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِّلَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَاۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan orang-orang kafir menguasai kami, sehingga kami menderita akibat tindakan buruk mereka, dan ampunilah kami. Wahai Tuhan kami, sungguh hanya Engkaulah Tuhan yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS Al-Mumtahanah [60] : 5)
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, dan kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ . سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ . وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ . وَالْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Semoga shalawat senantiasa tercurah kepada pemimpin kami Muhammad saw, keluarga dan sahabatnya semua. Maha suci Tuhanmu Pemilik kemuliaan dari apa yang mereka persekutukan. Semoga salam sejahtera selalu tercurah kepada para rasul dan segala puji hanya bagi Tuhan semesta alam.
(ameera/arrahmah.com)