JAKARTA (Arrahmah.com) – Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Dedy Permadi menyatakan pihaknya telah mengajukan pemblokiran atas 20 konten di akun Youtube milik Paul Zhang.
Dedy mengatakan, hal ini menunjukkan langkah tegas dan cepat Kominfo menyikapi dugaan ujaran kebencian melalui platform digital.
“Per hari ini, 20 April 2021, telah dilakukan takedown pada 20 konten di Youtube terkait ujaran kebencian tersebut, termasuk 1 konten berjudul ‘Puasa Lalim Islam’ di akun milik Paul Zhang,” kata Dedy dalam Konferensi Pers Langkah Kominfo terkait Dugaan Ujaran Kebencian oleh Paul Zhang, di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, Selasa (20/04/2021), lansir Beritasatu.com.
Dari 20 konten tersebut, lanjut Dedy, 7 konten telah diblokir pada tanggal Senin (19/4/2021). Sedangkan 13 konten lainnya diblokir siang hari ini, Selasa (20/4/2021).
Menurut Dedy, konten dugaan ujaran kebencian atau penistaan agama yang dilakukan oleh Paul Zhang tidak bisa ditoleransi dan tidak dapat diterima.
Dedy menegaskan, Kominfo selalu berpendapat dan memiliki suatu ketegasan untuk menilai bahwa ini adalah hal yang merusak persatuan bangsa dengan membawa isu Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) di ruang digital, seperti halnya di ruang fisik.
Mengutip pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Jubir Dedy Permadi menilai tindakan Paul Zhang dapat dikategorikan sebagai pembuatan konten yang melanggar pasal 28 ayat 2 jo. pasal 45A.
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah),” jelasnya.
Upaya penanganan konten Paul Zhang yang dilakukan oleh Kementerian Kominfo, telah sesuai dengan beberapa ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE).
“Khususnya pada Pasal 5 terkait larangan pemuatan konten yang melanggar aturan dan Pasal 96 terkait klasifikasi dan definisi konten yang melanggar peraturan,” jelas dia.
Selain itu, konten tersebut juga melanggar Peraturan Menteri (PM) No. 5 tahun 2020, khususnya Pasal 13 mengenai kewajiban pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik (IE) dan Dokumen Elektronik (DE) yang dilarang, serta Pasal 15 mengenai ketentuan waktu serta prosedur pemutusan akses konten yang dilarang.
(ameera/arrahmah.com)