GAZA (Arrahmah.com) – Kapal perang angkatan laut Israel pada hari Selasa (19/7/2011) pagi mengepung kapal Dignity dari Prancis, yang sedang dalam perjalanan untuk memberikan bantuan kemanusiaan dan medis ke Jalur Gaza yang telah diblokade oleh Israel.
Kapal tersebut mencapai 50 mil dekat pantai Gaza ketika dicegat oleh Angkatan Laut yang menuntut semua penumpang untuk berdiri dalam pandangan yang jelas sehingga mereka dapat dilihat oleh para tentara. Angkatan Laut juga bertanya “apakah aktivis membawa senjata di kapal”.
Salah satu aktivis mengatakan bahwa kapal Angkatan Laut membawa aktivis perdamaian dan bantuan kemanusiaan, dan ada 13 aktivis dalam kapal tersebut serta tiga orang awak kapal. Dia juga mengatakan kepada Angkatan Laut bahwa kapal berniat untuk terus berlayar ke Gaza.
Mengetahui hal tersebut, angkatan Laut Israel mengancam untuk menyerang dan naik kapal tersebut jika tak mematuhi aturan. Seharusnya jika diizinkan, kapal tersebut bisa masuk ke Gaza pada siang ini.
Sebelumnya kapal tersebut berlabuh di Pelabuhan Alexandria di Mesir, dan berlayar ke tujuan akhir yakni Gaza sekitar pukul 7:30 pagi tadi.
Para aktivis berharap mereka akan diizinkan untuk melanjutkan perjalanan mereka ke Gaza, dan menyatakan kekhawatiran tentang kekerasan yang akan dilakukan oleh militer Israel.
Sebelumnya, pada tanggal 31 Mei 2010, Israel menyerang MV Marmara Turki, yang merupakan bagian dari armada Kebebasan, menewaskan sembilan aktivis Turki, termasuk seorang aktivis Turki berkewarganegaraan AS.
Sebuah penyelidikan yang dilakukan oleh pemerintah Turki terkait serangan Israel tahun lalu, membuahkan hasil yang dirilis dua minggu lalu. Penyelidikan tersebut mengungkap bahwa sembilan orang tewas terkena peluru yang ditembakkan 30 jarak dekat, dengan lima laki-laki dibunuh dengan tembakan ke kepala.
Warga Amerika yang tewas berusia 19 tahun, Furqan Dogan, dibunuh oleh lima peluru yang ditembakkan ke wajahnya pada jarak 45 cm, ke belakang kepala, kaki dan punggungnya.
Penyelenggaran armada kebebasan mengeluarkan siaran pers yang menegaskan baha perjalanan mereka ke Gaza adalah dengan jalan damai tanpa kekerasan, dan satu-satunya tujuan adalah untuk mematahkan pengepungan ilegal Israel dan untuk memberikan persediaan medis dan bantuan kemanusiaan yang sangat dibutuhkan.
Sementara itu, kapal Spanyol, Gernika, yang merupakan salah satu bagian dari armada Kebebasan kedua, yang tertahan di Pelabuhan Kolymvari, Yunani, selama dua minggu, akhirnya diizinkan oleh Otoritas Yunani untuk berlayar kembali ke Spanyol tetapi tetap dilarang berlayar menuju Gaza.
Aktivis Spanyol, Miguel Tapial mengatakan, bahwa pencegahan armada untuk berlayar ke Gaza, telah tercampuri oleh kebijakan ilegal Israel dari Amerika Kuartet Amerika, PBB, Rusia dan Uni Eropa kepada Pemerintah Spanyol.
Para aktivis berada di Kedutaan Besar Spanyol di Athena, Yunani sejak 5 Juli 2011. Beberapa aktivis melakukan aksi mogok makan sebagai upaya untuk menekan Pemerintah Spanyol agar menekan otoritas Yunani untuk mengizinkan Gernika berlayar ke Gaza yang diblokade Israel.
Meskipun armada tersebut mustahil mencapai Gaza, armada tersebut tetap dianggap sukses oleh para pendukung karena dengan aksi mereka telah “meningkatkan kesadaran masyarakat internasional tentang situasi genting yang dihadapi oleh hidup penduduk Palestina di Jalur Gaza,” menurut News Network Palestina.
Aktivis mengatakan pemblokiran kapal kebebasan menuju Gaza terikat oleh otoritas Yunani melawan hukum internasional dan perjanjian Schengen, perjanjian yang ditandatangani oleh Yunani dan Spanyol pada tahun 1985.
Kapal itu membawa 2.000 ton bantuan kemanusiaan, terutama medis, serta bahan-bahan pendidikan untuk membangun kembali Gaza. Armada Kebebasan dimaksudkan untuk mematahkan blokade Israel atas Gaza, yang telah mencegah barang-barang kemanusiaan memasuki Gaza sejak Juni 2007. (rasularasy/arrahmah.com)