Oleh Ummu Nadiatul Haq
Member Akademi Menulis Kreatif
(Arrahmah.com) – “Hemat pangkal kaya”, istilah ini sering digunakan para siswa untuk memotivasi diri. Namun tak sekedar menghemat, saat ini gerakan ini seolah berubah menjadi “Investasi pangkal kaya”.
Pemerintah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Kuningan, Kamis (1/4/2021) di Grage Hotel, Sangkanurip-Kuningan, melakukan rapat koordinasi, Wakil Bupati Kuningan H. M Ridho Suganda, SH., M.Si, menyampaikan bahwa dalam pembangunan ekonomi investasi merupakan salah satu cara menurunkan persentase angka kemiskinan.
Karena dengan meningkatnya investasi di suatu wilayah, hal ini diprediksi akan mampu membuka lebih besar peluang lapangan kerja, sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi.
“Dunia usaha adalah salah satu sektor yang terimbas pandemi Covid-19, sehingga terjadi penurunan produktivitas usaha, pemutusan hubungan kerja, kredit macet, serta menurunnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, penanaman modal atau investasi mempunyai peranan strategis dalam penyelamatan pembangunan ekonomi dan pemerintah hadir dengan mensuport para pengusaha agar tetap eksis dan mampu bertahan dalam pengembangan usaha sesuai dengan potensinya,” tutur Wabup.(www.kuningankab.go.id, 1/4/2021)
Secara bahasa, investasi memiliki arti penanaman uang atau modal di perusahaan atau proyek tertentu untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Dalam investasi ini, seorang pemodal bisa menggelontorkan dana dalam jumlah besar kepada startup atau perusahaan yang diprediksi mampu berkembang dengan baik di kemudian hari. Yaitu imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa keuntungan dalam bentuk finansial. Badan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan berupa uang, sedangkan badan sosial dan badan-badan pemerintahan lainnya lebih bertujuan untuk memberikan social benefit (baca: manfaat sosial) dibandingkan dengan keuntungan finansialnya.
Investasi dalam sistem kapitalis berbeda dengan investasi dalam Islam. Hal ini karena investasi dalam sistem sekuler tentu bisa mengandung unsur maysir, gharar, dan riba. Bahkan bisa jadi menjalankan usaha yang bebas tanpa terikat hukum syara seperti usaha yang tidak halal contohnya khamr.
Penyelesaian masalah kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi tentu sangat berkaitan erat dengan sebuah sistem ekonomi yang sedang dijalankan dalam perekonomian negara saat ini. Yaitu Sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ini, kemiskinan dengan dilihat dari data meningkatnya national income (baca: pendapatan nasional), Sehingga kemiskinan daerah bisa terpecahkan, namun problem kemiskinan orang per orang belum bisa terpecahkan.
Dalam Islam pengaturan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan kemajuan ekonomi, semuanya tetap bersandar pada asas yang khas berasal dari Allah swt saja. Masalah ekonomi adalah masalah yang yang harus di selesaikan secara asasi dari sudut pandang pembahasan tentang sistem ekonomi. Sebab, masalah ekonomi yang ada akan terus berkisar pada kebutuhan-kebutuhan manusia, alat-alat pemuasnya, dan pemanfaatan alat-alat pemuas kebutuhan tersebut. Masalah ekonomi yang ada sebenarnya terletak pada bagaimana memperoleh kekayaan, bukan pada bagaimana mengadakan kekayaan.
Masalah ekonomi muncul karena konsep tentang perolehan atau kepemilikan, jeleknya pengelolaan kepemilikan, dan buruknya distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia. Sehingga atas dasar inilah, asas untuk membangun sistem ekonomi berdiri di atas tiga kaidah yaitu, kepemilikan (property), pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah manusia.
Pandangan Islam terhadap materi kekayaan berbeda dengan masalah pemanfaatannya. Dari sisi keberadaan harta kekayaan, sebenarnya ada dalam kehidupan ini secara alamiah, Allah swt telah menciptakannya untuk dieksploitasi oleh manusia.
Pembahasan investasi berhubungan dengan sebab-sebab kepemilikan harta yaitu bekerja. Asy-syari’ menjelaskan kerja-kerja yang layak dijadikan sebagai kepemilikan yaitu menghidupkan tanah mati, menggali kandungan dalam perut bumi ataupun di udara, berburu, makelar, dan mudharabah (kerjasama usaha yang menggabungkan harta/modal dengan tenaga).
Mudharabah adalah perseroan (kerjasama) antara dua orang dalam suatu perdagangan atau bisnis. Modal (investasi) finansial dari satu pihak, sedangkan tenaga dari pihak lain.
Mudharabah dibolehkan syara asal sesuai dengan apa yang disyariatkan Islam. Para sahabat ra juga telah menyepakati kebolehan perseroan mudharabah. Umar ra. misalnya, pernah memberikan harta bagian anak yatim dengan sistem mudhorobah. Utsman bin Affan juga pernah memberikan harta kepada seseorang dengan sistem mudharabah.
Dalam sistem mudharabah, pihak pengelola memiliki bagian pada harta pihak lain karena kerja yang dilakukannya sebab bagi pihak pengelola termasuk dalam kategori bekerja, serta merupakan salah satu sebab kepemilikan akan tetapi mudhorobah bagi pihak pemilik modal tidak termasuk dalam kategori sebab kepemilikan melainkan merupakan salah satu sebab pengembangan kekayaan.
Wallahu’alam bishshawwab.
(*/arrahmah.com)