JAKARTA (Arrahmah.com) – Reaksi keras ditunjukkan Tjetjep Muhammad Yasin, yang biasa disapa Gus Yasin, atas pernyataan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siraj (SAS) yang meminta dosen agama di fakultas umum tidak terlalu banyak mengajarkan aqidah dan syariah karena dapat meningkatkan radikalisme.
Gus Yasin, yang merupakan Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), mengatakan bahwa aqidah tidak ada urusannya dengan radikalisme. Sebab, aqidah merupakan pondasi iman umat Islam.
“Masa Ketum PBNU tidak paham kalau aqidah adalah pondasi iman. Ibarat rumah kalau pondasinya tidak kokoh jelas rumahnya rapuh dan membahayakan penghuninya. Saya tidak bisa membayangkan kalau pondasi iman umat Islam tidak dibuat kokoh, sudah pasti akan dihajar oleh kaum Syiah, liberal dan komunis. Akibat yang fatal serangan pemurtadan akan melibas umat Islam,” jelas Gus Yasin pada Selasa (6/4/2021).
Gus Yasin juga menyatakan bahwa pernyataan SAS tersebut secara langsung menantang Allah, sebab Rasulullah diutus untuk memperkuat aqidah umat Islam.
“Pertanyaaan saya apa beliau KH SAS tidak menyadari pernyataan atau tuduhan beliau perihal aqidah yang menyebabkan radikalisme ini secara langsung menantang Allah SWT dengan menuduh Rasulullah dan para sahabat sampai para habaib, para kiai dan para ulama yang berdakwah untuk memperkuat aqidah umat Islam adalah penyebab radikalisme,” tegasnya.
“Hanya orang Syiah, komunis dan liberal yang tidak menghendaki aqidah umat Islam itu kuat,” pungkas Gus Yasin.
Sebelumnya, dalam sebuah diskusi daring pada Senin (5/4), Said Aqil meminta dosen agama di fakultas umum tingkat universitas untuk tidak terlalu banyak mengajarkan Aqidah dan Syariah. Menurutnya, hal itu dapat meningkatkan risiko peningkatan radikalisme.
“Bagi dosen agama yang mengajar agama di bukan fakultas agama, tidak usah banyak-banyak bincang akidah dan syariah. Cukup dua kali pertemuan. Rukun iman dan [rukun] islam,” kata Said Aqil.
“Kenapa? Kalau ini diperbanyak, nanti isinya, surga-neraka, Islam, kafir, lurus, benar, sesat. Terus-terusan bicara itu radikal jadinya,” imbuhnya. (rafa/arrahmah.com)