BIMA (Arrahmah.com) – Polisi melepas empat orang yang diduga pelaku teror bom buku, baru-baru ini. Sebelumnya, mereka harus menjalani pemeriksaan di Mapolresta Bima, Nusa Tenggara Barat.
Keempatnya dilepas setelah dianggap tak terlibat dalam teror bom buku di rumah anggota kepolisian, Brigadir Mulyain, di Kelurahan Melayu, Asakota, Bima.
Begitu keluar dari Mapolresta Bima, mereka langsung dijemput keluarganya dengan menggunakan sebuah mobil. Dari empat orang itu, tiga di antaranya masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Sementara itu, informasi terakhir terkait Pondok Umar bin Khatab, seorang ustaz bernama Gufran yang berasal dari Desa Leu, Kecamatan Bolo ditangkap dan dibawa ke Mapolresta Bima. Belum ada konfirmasi terkait jam penangkapan dan ada tidaknya keterkaitan ustaz tersebut dengan jaringan “teroris”.
Sebelumnya polisi telah menetapkan tujuh tersangka terkait tewasnya Firdaus yang terpapar bom rakitan di dalam Pondok Umar bin Khatab. Dua di antaranya terkait kepemilikan senjata tajam saat akan mengevakuasi jenazah Firdaus. Sementara lima lainnya diduga terkait aktivitas pondok karena disinyalir telah berada di dalam pondok tiga hari sebelum ledakan terjadi.
Kini polisi di Bima agak sedikit tertutup terkait informasi mengenai ledakan di Umar bin Khatab. Mereka beralasan kasus ini telah diambil alih oleh Polda NTB yang berada di Mataram.
Sementara itu Pemerintah diminta lebih responsif dalam menyikapi radikalisasi agama. Teror bom yang semakin marak akhir-akhir ini juga bisa diisyaratkan menjadi sebuah kritik dasar untuk pemerintah dari kelompok atau golongan tertentu.
“Saya kira pemerintah harus responsif. Saya kira memang gerakan radikalisme agama dan teror bom di sana-sini menjadi kritik dasar pemerintah,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) Adien Jauharudin di sela-sela acara peringatan Hari Lahir atau Harlah ke-85 Nahdlatul Ulama di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Ahad (17/7).
Adien menjelaskan pula, terkait kurangnya sikap responsif pemerintah yang tidak bisa menangkal gerakan-gerakan radikalisme tersebut membuat pemerintah terkesan mandul untuk bisa memberikan ketenangan dan keamanan bagi masyarakat Indonesia. Andien pun berharap agar ke depan pemerintah dan pihak kepolisian harus terus berkoordinasi dalam menangkal gerakan-gerakan radikalisme tersebut. (lptn/arrahmah.com)