Oleh : NS Rahayu (Pengamat Sosial)
(Arrahmah.com) –
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Lagu Koes Plus berjudul Kolam Susu ini dirilis tahun 1970. Saat penulis belum lahir. Meski lagu jaman dulu dan tidak dikenal saat ini. Tapi lagu ini telah menggambarkan kondisi alam Indonesia yang memiliki kesuburan luar biasa, hingga membuat orang menyebutkan sebagai tanah surga.
Surganya dunia ada di Indonesia. Apakah surga dunia ini masih ada saat ini? Jika melihat kondisi pangan ditengah masyarakat yang kian tak terjangkau dan tidak bisa dinikmati secara layak, maka surga dunia di Indonesia sudah hilang. Krisis pangan membayang-bayangi tanah surga, sehingga singkong sudah mulai dilirik menjadi bahan makanan pokon pengganti beras.
Dilansir dari Inews.id, 12/3/21 : Menteri Pertahanan Prabowo Subianto didampingi Gubernur Kalimantan Tengah meninjau lokasi pengembangan Food Estate komoditi singkong yang berada di Desa Tewaibaru, Sepang, kabupaten gunung Mas. Prabowo Subianto mengatakan bahwa hal ini adalah keputusan dari Presiden RI yang bertujuan untuk mengatasi segala kemungkinan yang akan dihadapi Bangsa Indonesia ketika krisis pangan dunia akibat pandemi terjadi.
Bahkan singkong telah ditetapkan sebagai prioritas proyek food estate (lumbung pangan) meski beberapa kritik terkait urgensitasnya, pilihan tempat, pilihan komoditas dan tidak adanya keselarasan dengan kebijakan lain terkait pertanian dan impor. Namun terus dipaksakan perluasan lahannya.
Kemenhan (Kementerian Pertahanan) Prabowo Subianto targetkan kembangkan 30 ribu hektar kebun singkong . Program ini sebagai upaya mewujudkan cadangan logistik strategis nasional. Prabowo menambahkan bahwa pertanian adalah masalah kebangsaan. Pangan adalah mutlak (Republika.co.id, 14/3/21)
Pembiayaan negara untuk kemandirian pangan
Bila pangan pokok adalah padi, maka lumbung pangan semestinya diprioritaskan pada padi. Bantuan untuk produktivitas berupa pembiayaan besar diarahkan untuk pengembangan padi. Sehingga memiliki kualitas yang dibutuhkan dunia luar. Dengan begitu Indonesia tidak hanya memiliki lumbung padi untuk kemandirian pangan, tapi juga bisa melakukan ekspor jika produktivitas berlebih.
Bila terkendala kurangnya lahan yang sesuai karena penguasaan oleh swasta, maka harus ada kebijakan tegas menghentikan alih fungsi lahan, agar lahan yang cocok bisa ditanami padi. Juga harus ada kebijakn menyokong pertanian dan menghentikan impor.
Jangan sampai proyek berdana besar food estate ini rentan didomplengi kepentingan segelintir investor tanpa bisa mencapai target kedaulatan pangan.
Jika ditelisik ada kebijakan yang tak sinkron atas cita-cita negara menjadi kemandirian pangan dengan memperbanyak lumbung-lumbung pangan. Disisi lain kebijakannya tidak memberikan dukungan total pada ketahanan pangan dalam negeri. Contohnya saat panen raya dan diprediksi stok padi berlebih, negara justru gencar melakukan impor.
Tribunnews.com (20/3021) melansir berita bertajuk : Teganya Pemerintah, Sampaikan Rencana Impor Beras di Tengah Panen Raya. Hal ni terkait dengan rencana pemerintah mengimpor 1 juta ton beras saat panen raya, sehingga menuai penolakan dari berbagai pihak.
Apalagi dengan diketok UU Omnibus Law, proteksi pertanian dalam negeri menjadi tak ada, itu artinya impor menjadi sangat mudah. Maka berharap cita-cita kemandirian pangan di sistem kapitalisme, mustahil bisa terwujud, meskipun para petani berupaya bekerja siang maupun malam. Baik menanam padi, singkong atau lainnya.
Islam mewujudkan kemandirian pangan
Kemandirian pangan adalah isu strategis bagi kemandirian bangsa. Jika ingin cita-cita ketahanan pangan terwujud, harus didukung oleh sistem yang benar, yaitu sistem Islam. Islam bukan saja mengajarkan untuk sabar dan tawakal, namun mengajarkan pengaturan kehidupan secara utuh dan menyeluruh.
Dalam negara Islam pertanian menjadi prioritas, karena pangan menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi negara. Maka kebijakan khilafah dalam swasembada pangan menjadi hal yang penting untuk diperjuangkan dengan aturan yang jelas dan terperinci. Sehingga tidak terjadi tidak sinkronan dalam kebijakan.
Negara Islam fokus dengan pemberian bantuan pupuk, bibit berkualitas, para petani di edukasi untuk menjadi petani cerdas dalam merawat tanaman dan pencegahan hama. Bahkan negara memberikan lahan pertanian dan saluran irigasi yang baik.
Hasil dari pertanian diserap oleh negara. Keberadaan para tengkulak yang merugikan petani dan konsumen diberantas. Distribusi hasil pertanian akan merata, impor hanya dilakukan jika pertanian dalam negeri benar-benar tak bisa memenuhi. Adapun, ekspor hanya dilakukan jika kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi.
Gambaran real kemandirian pangan ini, hanya mungkin bisa terjadi dengan menerapkan aturan Islam secara utuh dan menyeluruh di bawah khilafah. Gambaran tentang tanah surga di Indonesia bisa terwujud kembali, karena tanah Indonesia sangatlah subur dan mudah ditanami apapun. Wallahu’alam bishawab.
(*/arrahmah.com)