KUALA LUMPUR (Arrahmah.com) – Setelah pertarungan hukum yang berlangsung lebih dari satu dekade, Pengadilan Tinggi Malaysia pada Rabu (19/3/2021) memberikan hak kepada orang Kristen Malaysia untuk menggunakan kata “Allah” dalam praktik keagamaannya.
Keputusan itu membatalkan larangan pemerintah selama tiga dekade terhadap orang Kristen untuk menggunakan kata “Allah” dalam publikasi agama mereka.
Pengadilan juga mengizinkan tiga kata untuk digunakan dalam publikasi Kristen untuk tujuan pendidikan: Ka’bah, Baitullah, dan Sholat.
Hakim Pengadilan Tinggi Nor Bee Ariffin menegaskan hak konstitusional Nona Jill Ireland Lawrence Bill, seorang Kristen asal Sarawak, untuk menggunakan kata “Allah” dalam praktik agamanya, sekitar 13 tahun setelah mengajukan gugatan hukum atas masalah tersebut.
Gugatan hukum Ms Bill dimulai tak lama setelah pemerintah menyita delapan compact disc pendidikan darinya yang berisi kata “Allah” waktu di bandara pada tahun 2008, sekembalinya dari Indonesia.
Setelah pertarungan hukum selama bertahun-tahun, pengadilan Malaysia menyatakan pada tahun 2014 bahwa penyitaan itu melanggar hukum, dan CD, yang untuk penggunaan pribadi Bill, dikembalikan kepadanya pada tahun 2015, tujuh tahun setelah penyitaan.
Namun, dalam kasus pengadilan sebelumnya, tidak ada putusan tentang poin-poin konstitusional yang diajukan oleh Ms Bill – yaitu haknya untuk menggunakan kata “Allah” untuk tujuan keagamaan.
Datuk Nor Bee mendengar poin konstitusional yang diangkat dalam kasus ini lebih dari tiga tahun lalu, pada November 2017.
Tetapi keputusan hakim tentang masalah tersebut, yang awalnya dijadwalkan akan disampaikan pada 2018, telah ditunda puluhan kali karena beberapa pihak berusaha menyelesaikan masalah ini di luar pengadilan sebelum penguncian yang disebabkan oleh virus corona yang dimulai pada tahun lalu.
Diketahui, pada 1986, Kementerian Dalam Negeri Malaysia melarang penggunaan Allah dalam publikasi Kristen, dengan alasan mengancam ketertiban umum dan menyebabkan kebingungan publik.
(ameera/arrahmah.com)