PARIAMAN (Arrahmah.com) – Wali Kota Pariaman, Genius Umar, secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak akan menerapkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri terkait seragam dan atribut di lingkungan sekolah.
Menurutnya, selama ini tidak pernah ada kasus penolakan pemakaian seragam sekolah yang identik dengan agama Islam di kotanya. Sehingga dia menyatakan aturan berpakaian di sekolah yang telah ada di Pariaman tak akan diubah.
“Masyarakat Pariaman itu homogen. Tidak pernah ada kasus seperti itu. Jadi biarkanlah berjalan seperti biasa,” kata Genius Umar pada Selasa (16/2/2021).
Genius juga mempertanyakan penerapan SKB 3 Menteri tersebut di lingkungan sekolah berbasis agama, seperti sekolah dasar Islam terpadu (SDIT).
“Kalau kebijakan ini kita terapkan, bagaimana dengan sekolah-sekolah agama yang ada, seperti SDIT atau yang lainnya? Kita tidak akan menerapkan aturan tersebut di Kota Pariaman,” ujarnya.
Lebih lanjut, Genius juga menyatakan bahwa tidak pernah ada paksaan kepada siswa atau siswi untuk memakai seragam yang identik dengan ajaran Islam. Namun, para pelajar mengenakan seragam yang identik dengan agama Islam karena mayoritas penduduk di Pariaman adalah pemeluk agama Islam.
“Tapi fakta di lapangan, semua peserta didik sudah dengan kesadaran sendiri memakai seragam yang identik dengan Islam karena memang mayoritas penduduk di Pariaman adalah pemeluk Islam,” tuturnya.
Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 02/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, dan Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah Pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dalam SKB 3 Menteri tersebut terdapat aturan, “Pemerintah daerah dan sekolah memberikan kebebasan kepada peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk memilih menggunakan pakaian seragam dan atribut.”
SKB 3 Menteri ini juga memuat sanksi bagi pimpinan pemerintah daerah atau kepala sekolah bagi yang tidak melaksanakan keputusan ini. Dipaparkan, Pemda bisa memberikan sanksi disiplin bagi kepala sekolah pendidik atau tenaga kependidikan yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan SKB ini mengharuskan pemerintah daerah dan kepala sekolah mencabut aturan yang mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan atau tanpa kekhususan agama. Pemda dan kepala sekolah diberi waktu 30 hari.
“Karena ada peraturan bahwa itu haknya individu. Berarti konsekuensinya adalah Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan-aturan yang mewajibkan ataupun melarang atribut tersebut paling lama 30 hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan,” kata Nadiem, dalam jumpa pers virtual, pada Rabu (3/2).
SKB 3 Menteri tersebut telah menuai sejumlah kritik di antaranya Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.
Anwar menilai bahwa Indonesia merupakan negara yang beragama bukan negara sekuler,
oleh karenanya perlu ditanamkan sejak dini cara berpakaian sesuai dengan nilai-nilai keagamaan masing-masing.
“Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai ini seperti dikatakan dalam pasal 29 ayat 1 adalah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini artinya negara kita harus menjadi negara yang religius bukan negara yang sekuler,” ungkap Abbas pada Kamis (4/2).
“Oleh karena itu, dalam hal yang terkait dengan pakaian seragam anak sekolah misalnya, karena para siswa dan siswi kita tersebut masih berada dalam masa formatife atau pertumbuhan dan perkembangan maka kita sebagai orang yang sudah dewasa terutama para gurunya harus mampu membimbing dan mengarahkan mereka untuk menjadi anak yang baik,” pungkasnya. (rafa/arrahmah.com)