DAMASKUS (Arrahmah.com) – Menteri luar negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, geram dan mengatakan bahwa pemimpin Suriah, Bashar Al Assad, telah kehilangan legitimasi. Hal ini diungkapkan setelah sejumlah loyalis Assad menyerang kedutaan AS dan Perancis yang kesal karena kedua negara ini campur tangan dalam urusan dalam negeri mereka, lansir AFP pada Selasa (12/7/2011).
Massa yang marah pada hari Senin (11/7) mengepung kedutaan AS dan Perancis setelah kedua duta besar itu melakukan kunjungan pekan lalu di kota Hama, kota yang menjadi salah satu lokasi kerusuhan di Suriah.
“Presiden Assad tidak diperlukan dan kami sama sekali tidak berharap apapun darinya,” kata Clinton dengan nada yang tajam.
“Dari perspektif kami, dia telah kehilangan legitimasi. Kami berharap agar kehendak rakyat Suriah untuk melakukan transformasi demokratis segera terjadi,” ia menambahkan.
Sementara itu, kementerian luar negeri di Paris mengatakan, tiga staf kedutaan Perancis terluka dalam serangan yang memaksa para penjaga keamanan melepaskan tiga tembakan peringatan. Pada saat yang sama, seorang pejabat AS mengatakan tidak ada staf kedutaannya di Suriah yang terluka.
Pendukung Assad menghancurkan jalan menuju kompleks kedutaan Perancis, memecahkan jendela, dan menghancurkan mobil milik duta besar, menurut juru bicara kedutaan di Paris.
Hal serupa juga dilakukan sekelompok pendukung Assad terhadap kedutaan besar AS yang terletak tak jauh dari kedutaan Perancis. Mereka menghancurkan tembok dan menggantungkan bendera Suriah besar di atas pintu masuk utama. Sekitar 300 orang naik ke atap dan mendatangi kediaman Duta Besar AS, Robert Ford, sebelum diusir oleh Marinir AS, kata para pejabat AS.
Jendela pecah, kamera hancur, dan dinding mereka penuh dengan coretan.
Serangan terhadap kedutaan ini datang empat hari setelah Ford dan rekannya dari Perancis, Eric Chevallier, mengunjungi pusat kota Hama, yang terletak 210 kilometer dari utara Damaskus, yang memicu kemarahan di ibukota.
Kunjungan mereka berlangsung di tengah ketakutan akan tindakan keras berdarah setelah shalat Jumat oleh pasukan Assad yang memerintahkan pasukannya untuk mengepung kota dengan tank.
“Kami menjadi sasaran serangan yang berlangsung tiga setengah jam oleh orang yang tidak ada hubungannya dengan para demonstran namun tampak dipersiapkan dengan baik,” kata Chevallier.
Para penyerang melemparkan batu, menghancurkan hampir semua jendela kedutaan, dan mencoba masuk ke dalam kedutaan, keluh Chevallier pada Channel 2 di Paris melalui telepon.
Ketegangan telah meningkat tajam antara Damaskus dan Washington atas respon sengit pemerintah Suriah terhadap aksi protes yang telah berlangsung cukup lama. Para aktivis mengatakan 1.300 warga sipil telah tewas dan 12.000 lainnya ditangkap sejak pertengahan Maret.
“Dengan memberikan kesempatan bagi mereka untuk melakukan serangan semacam ini oleh sejumlah massa terhadap diplomat Amerika dan Prancis serta harta benda mereka, jelas mereka (Assad dan para pendukungnya) berusaha untuk mengalihkan perhatian publik dari apa yang sedang mereka lakukan,” kata Clinton. (althaf/arrahmah.com)