JAKARTA (Arrahmah.com) – MenPANRB Tjahjo Kumolo bersama Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang melarang para ASN terlibat dengan organisasi terlarang dan/atau organisasi kemasyarakatan yang dicabut status badan hukumnya.
SE bersama tersebut tertuang dalam No. 02/2021 dan No. 2/SE/I/2021. SE itu ditandatangani pada 25 Januari 2021.
SE bersama ini juga merupakan tindak lanjut dari surat keputusan bersama (SKB) tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut, serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam pada 30 Desember 2020 lalu.
“SE Bersama ini ditujukan bagi ASN agar tetap menjunjung tinggi nilai dasar untuk wajib setia pada Pancasila, UUD 1945, pemerintahan yang sah serta menjaga fungsi ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa,” bunyi SE tersebut.
Keterlibatan ASN dalam ‘organisasi terlarang’ dan ormas yang sudah dicabut status badan hukumnya dianggap bisa memicu sikap ‘radikalisme’ di lingkungan ASN dan instansi pemerintah.
Maka dari itu, KemenPANRB dan BKN mengeluarkan SE ini agar ASN dapat fokus kerja dalam memberikan pelayanan masyarakat.
Selain itu, lanjutnya, penerbitan SE ini dimaksudkan sebagai pedoman dan panduan bagi pejabat pembina kepegawaian (PPK) mengenai larangan, pencegahan, serta tindakan terhadap ASN yang berafiliasi/mendukung organisasi terlarang atau ormas tanpa dasar hukum.
Dalam SE tersebut juga dijelaskan ketentuan mengenai langkah-langkah pelarangan, pencegahan, penindakan, serta dasar hukum penjatuhan hukuman disiplin bagi ASN yang terlibat. Pelarangan oleh PPK itu mencakup tujuh hal.
Pertama menjadi anggota atau memiliki pertalian, kedua memberikan dukungan langsung dan tidak langsung, ketiga menjadi simpatisan, keempat terlibat dalam kegiatan.
Lalu kelima, menggunakan simbol serta atribut organisasi, keenam menggunakan berbagai media untuk menyatakan keterlibatan dan terkahir ketujuh melakukan tindakan lain yang terkait dengan organisasi terlarang dan ormas yang dicabut badan hukumnya.
Dalam SE bersama ini, disebutkan ‘organisasi terlarang’ dan ormas yang telah dicabut status badan hukumnya. Yakni Partai Komunis Indonesia, Jemaah Islamiyah, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jemaah Ansharut Daulah (JAD), dan Front Pembela Islam (FPI).
‘Organisasi terlarang’ dan ormas yang dicabut status badan hukumnya berdasarkan peraturan Undang-undang, keputusan pengadilan dan/atau keputusan pemerintah dinyatakan dibubarkan, dibekukan dan/atau dilarang melakukan kegiatan karena bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Sebelumnya, pada 2019 pemerintah sudah mengeluarkan SKB 11 Menteri dan kepala lembaga tentang penanganan radikalisme dalam rangka penguatan wawasan kebangsaan pada ASN. SKB itu disebutkan untuk mencegah dan menangani tindakan radikalisme di kalangan ASN dan instansi pemerintah.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah juga sudah membuat portal aduan ASN (aduanasn.id) sebagai sistem pelaporan atas pelanggaran yang dilakukan ASN seperti perilaku yang bersifat menentang atau membuat ujaran kebencian.
Portal aduan ASN ini terbuka bagi masyarakat untuk mengadukan ASN yang dicurigai terpapar radikalisme negatif dengan disertai bukti.
Terakhir, KemenPANRB pada September 2020 juga meluncurkan aplikasi ASN No Radikal sebagai portal tindak lanjut dari portal aduan ASN. Aplikasi ini ditujukan untuk menyelesaikan kasus ASN yang terpapar radikalisme oleh PPK secara elektronik.
(ameera/arrahmah.com)