JAKARTA (Arrahmah.com) – Mengeluh adalah kejahatan di negeri ini, demikian kata Prita Mulyasari, terdakwa kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional. Vonis yang dikenakan oleh Mahkamah Agung dianggap tidak adil, Prita mendatangi Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa (12/7/2011).
Ia didampingi pengacaranya, Slamet Yuwono, untuk menyampaikan keluh-kesah atas kasus yang menimpanya.
“Kami mengajukan permohonan perlindungan hukum dan audiensi dengan DPR, mempertanyakan putusan MA yang kontradiktif dengan putusan perdatanya,” kata Slamet, Selasa (12/7).
Dengan audiensi tersebut Prita berharap Komisi Hukum DPR dapat memanggil dan meminta keterangan MA untuk meluruskan ihwal putusan yang dijatuhkan kepadanya.
“Bukan untuk mengintervensi hukum, tapi fungsi kontrol dari DPR, kalau MA ada kesalahan harus diakui dan dikoreksi,” kata Slamet.
Slamet berpendapat kasus Prita menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Tanah Air. Apalagi, di era komunikasi yang serba canggih saat ini melalui Internet.
“Kita tidak bisa lepas dari media Internet, informasi elektronik, kalau kita mengeluh langsung dianggap kejahatan, lalu bagaimana?” kata Slamet.
“Mengeluh adalah kejahatan di negeri ini”, demikian kata Prita.
Terkait hal tersebut, Prita bertekad terus mencari keadilan. Ia akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan MA yang dinilainya telah merugikan dirinya itu.
Sebelumnya, MA telah mengabulkan permohonan kasasi jaksa atas putusan Pengadilan Negeri Tangerang yang membebaskan Prita. Putusan tersebut terdaftar dengan nomor register 822 K/PID.SUS/2010. Dengan putusan ini, Prita dianggap bersalah karena mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni.
Putusan MA itu dikeluarkan pada 30 Juni 2011 oleh Ketua Majelis Hakim Zaharuddin Utama; dua hakim anggota, Salman Luthan dan Imam Harjadi; serta panitera pengganti, Tety Setiawati Siti Rochmat. Putusan dibuat berdasarkan Surat Pengajuan Kasasi bernomor W29.U4/55/HN.01.11/III/2010 yang masuk ke MA pada 12 April lalu.
Putusan Mahkamah Agung itu menghukum Prita Mulyasari dalam kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Omni Internasional hanya karena yang bersangkutan mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut.
Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menjatuhkan hukuman 6 bulan penjara kepada Prita, dengan hukuman percobaan selama 1 tahun. Meskipun demikian, Prita diputuskan tidak dipenjara. (TI/arrahmah.com)