BAGHDAD (Arrahmah.com) – Sebuah bom bunuh diri kembar menewaskan hampir 30 orang di Baghdad tengah pada Kamis (21/1/2021), kata media pemerintah Irak. Serangan ini dilansir sebagai serangan paling mematikan di kota itu dalam tiga tahun.
Sedikitnya 28 orang tewas dan 73 lainnya cedera dalam serangan di pasar terbuka yang sangat besar untuk pakaian bekas di Tayaran Square, ibukota Irak.
Pasar tersebut sedang dipadati pengunjung setelah hampir satu tahun pembatasan yang diberlakukan di seluruh negeri dalam upaya menghentikan penyebaran Covid-19.
Menurut pernyataan kementerian dalam negeri, pelaku bom bunuh diri pertama bergegas ke pasar, mengaku merasa sakit.
Begitu kerumunan orang berkumpul di sekitarnya, dia meledakkan yang ia bawa.
Ketika orang-orang berkumpul di sekitar para korban, penyerang kedua meledakkan bomnya, kata kementerian.
Seorang fotografer AFP di tempat kejadian mengatakan pasukan keamanan telah menutup daerah itu, di mana pakaian berlumuran darah berserakan di jalan-jalan berlumpur.
Paramedis berusaha untuk mengevakuasi korban, dan kementerian kesehatan Irak mengatakan telah memobilisasi petugas medis di seluruh ibu kota.
Serangan hari Kamis ini adalah insiden paling berdarah di Baghdad sejak Januari 2018, ketika seorang pembom bunuh diri yang juga berada di Tayaran Square menewaskan lebih dari 30 orang.
Serangan hari Kamis terjadi saat warga Irak bersiap untuk pemilihan, peristiwa yang sering didahului oleh pemboman dan pembunuhan.
Serangan serupa tahun 2018 terjadi hanya beberapa bulan sebelum putaran terakhir pemilihan parlemen Irak.
Perdana Menteri Mustafa al-Kadhemi awalnya menetapkan pemilihan umum tahun ini untuk Juni, hampir setahun lebih cepat dari jadwal, sebagai tanggapan atas protes yang meluas pada tahun 2019.
Tetapi pihak berwenang sedang dalam pembicaraan tentang penjadwalan ulang mereka hingga Oktober untuk memberi otoritas pemilihan lebih banyak waktu untuk mendaftarkan pemilih dan partai baru.
Belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas serangan kembar hari ini (21/1).
Koalisi pimpinan AS yang telah mendukung kampanye Irak melawan ISIS telah secara signifikan menurunkan jumlah pasukannya selama setahun terakhir, dengan alasan peningkatan kemampuan pasukan Irak.
Amerika Serikat, yang menyediakan sebagian besar pasukan, memiliki 2.500 tentara yang tersisa di Irak – turun dari 5.200 tahun lalu.
Mereka terutama bertanggung jawab atas pelatihan, menyediakan pengawasan drone dan melakukan serangan udara sementara pasukan keamanan Irak menangani keamanan di daerah perkotaan. (Althaf/arrahmah.com)