JAKARTA (Arrahmah.com) – Koalisi masyarakat sipil pegiat HAM yang terdiri dari KONTRAS, Institute Perempuan, LBH Masyarakat, LBH Pers, PBHI, PSHK, SAFENET, YLBHI mengkritisi cara pemerintah dalam membubarkan Front Pembela Islam (FPI).
Koalisi tersebut menilai Surat Keputusan Bersama mengenai pelarangan aktivitas dan atribut FPI tersebut memiliki beberapa permasalahan. Mereka pun menjabarkannya melalui keterangan tertulis pada Rabu (30/12/2020).
Pertama, terkait pernyataan bahwa organisasi yang tidak memperpanjang atau tidak memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT), dalam hal ini FPI sebagai organisasi yang secara de jure bubar, tidaklah tepat. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013 disebut tidak mengatur negara wajib melarang organisasi yang tidak memiliki SKT tersebut.
“Konsekuensinya, organisasi yang tidak memiliki SKT dikategorikan sebagai ‘organisasi yang tidak terdaftar’, bukan dinyatakan atau dianggap bubar secara hukum,” demikian pernyataan koalisi dalam keterangan tertulisnya tersebut.
Kedua, FPI tidak dapat dinyatakan bubar secara de jure hanya atas dasar tidak memperpanjang SKT. Maka itu, kebijakan pelarangan terhadap kegiatan serta penggunaan simbol dan atribut FPI juga dinilai tidak memiliki dasar hukum.
Pasal 59 UU Ormas disebut hanya melarang kegiatan yang pada intinya mengganggu ketertiban umum dan/atau melanggar peraturan perundang-undangan. UU Ormas tidak melarang suatu organisasi untuk berkegiatan sepanjang tidak melanggar ketentuan Pasal 59 tersebut.
Kemudian, penggunaan UU Ormas untuk membubarkan organisasi secara sepihak dianggap jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum. Sebab, dalam negara hukum mesti mengutamakan pelindungan hak-hak warga, salah satunya menyangkut kebebasan berkumpul dan berserikat.
Pembubaran ormas pun seharusnya melalui mekanisme resmi seperti peradilan hukum.
“Seharusnya, mekanisme penjatuhan sanksi-termasuk berupa pembubaran-terhadap organisasi, dilakukan melalui mekanisme peradilan. Hal ini mengingat bahwa, pada dasarnya, setiap kesalahan subjek hukum harus dibuktikan terlebih dahulu di hadapan pengadilan sebelum subjek hukum tersebut dijatuhi sanksi,” tambah pernyataan koalisi, sebagaimana dilansir Republika..
Sebelumnya, pada Rabu (30/12), melalui surat keputusan bersama Mendagri, Menkumham, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT, organisasi FPI resmi dibubarkan dan dilarang segala kegiatannya. Dengan kebijakan ini, maka seluruh simbol dan atribut FPI sudah tidak bisa digunakan lagi. (rafa/arrahmah.com)