BUKIT TINGGI (Arrahmah.com) – Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatera Barat (MUI Sumbar) Buya Gusrizal Gazahar Dt. Palimo Basa memprotes pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qaumas tentang afirmasi kaum Syiah dan Ahmadiyah.
“Pernyataan saudara Menag tentang afirmasi kaum Syiah dan Ahmadiyah sebagaimana tersebar dalam berbagai media online, bukanlah suatu sikap yang bijak dan adil bila mengabaikan sikap yang telah dilahirkan oleh Majelis Ulama Indonesia,” ujar Buya Gusrizal, sebagaimana dikutip website resmi MUI Sumbar, pada Kamis (24/12/2020).
Buya Gusrizal juga mengingatkan pria yang akrab disapa Gus Yaqut tersebut bahwa kini posisinya adalah Menag RI bukan lagi sebatas pemimpin ormas.
“Perlu kami ingatkan bahwa saudara sekarang adalah Menag RI, bukan lagi pimpinan suatu ormas. Karena itu, saudara Menag harus bisa menghargai dan menghormati keputusan lembaga keagamaan yang telah melahirkan berbagai keputusan yang terkait dengan agama tertentu,” ujar Buya Gusrizal.
“Kalau keinginan saudara ingin mewujudkan kebersamaan, pernyataan saudara tersebut malah akan berakibat sebaliknya karena ulama tak akan diam dengan penyesatan yang terjadi di tengah umat,” imbuhnya.
Sebelumnya, Gus Yaqut, yang dilantik Presiden Jokowi sebagai Menag pada Rabu (23/12) tersebut, menyatakan bahwa pemerintah akan mengafirmasi hak beragama warga Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia. Ia mengatakan, tidak ingin ada kelompok beragama yang terusir dari kampung halaman mereka karena perbedaan keyakinan.
Gus Yaqut juga berjanji akan memfasilitasi dialog yang lebih intensif untuk menjembatani perbedaan selama ini.
“Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kementerian Agama akan memfasilitasi,” jelasnya.
Pernyataan tersebut merupakan tanggapan atas permintaan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra agar pemerintah mengafirmasi kelompok minoritas.
Jauh sebelumnya, pada 2018 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan sejumlah anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). “Itu bagus. Sesuai dengan aspirasi MUI,” kata Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin kala itu, di lantai empat gedung MUI Pusat, Jakarta, pada Selasa (31/07/2018).
Wakil Ketua Umum MUI saat itu, Prof Dr Yunahar Ilyas juga mengapresiasi putusan MK tersebut.
Menurutnya, gugatan mereka sudah seharusnya ditolak. Sebab kalau tidak ditolak, jadi tidak ada Undang-Undang yang menghukum orang yang menodai agama. “Kalau tidak ada, masyarakat bisa main hakim sendiri kepada yang menodai agama,” terangnya. “Sudah betul itu MK.”
Ahmadiyah menggugat Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-undang terhadap UUD 1945. MK menolak gugatan komunitas Ahmadiyah terhadap UU No 1/PNPS/1965 dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, pada Senin (23/07/2018). (rafa/arrahmah.com)