SERANG (Arrahmah.com) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 12 orang terdakwa bentrokan antara warga dengan jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Cikeusik Pandeglang pada 6 Februari 2011 lalu, masing-masing lima hingga tujuh bulan penjara di PN Serang, Banten, pada Kamis (7/7/2011).
Dalam pengadilan terpisah terdakwa Muhammad bin Syarif, Saad Baharudin, H Ujang, Yusuf Abidin, Endang bin Sidik, Yusri, Rohidin, dan Ujang masing-masing dituntut tujuh bulan penjara.
Sedangkan Idris dituntut enam bulan, sementara Adam Damini, Muhamad Munir, dan Dani bin Misra masing-masing dituntut lima bulan penjara.
Sidang yang dikawal ketat ratusan personil Polisi dan TNI tersbut secara serentak dimulai sekitar pukul 09.30 WIB di tiga ruangan sekaligus yakni ruang sidang utama, ruang III dan ruang IV.
Di ruang utama, dipimpin majelis hakim diketuai Cipta Sinuraya, dengan JPU Dirja, SH dan empat terdakwa Saad, Yusuf Abidin, Adam Damini, Yusri dan Muhamad Rohidin. Di ruang sidang III dipimpin majelis hakim diketuai Rasminto, SH dengan JPU Mad Yunus, SH dan menghadirkan terdakwa Dani, KH Ujang Muhamad, dan Ki Endang.
Sementara di ruang IV, dihadirkan terdakwa Idris , KH Munir, Ujang, dan Muhammad, dengan JPU Saeful Bahri, SH, dan dipimpin majelis hakim diketuai Agoeng Rahardjo, SH.
Dalam sidang yang dipenuhi keluarga dan kerabat terdakwa tersebut, seluruh terdakwa oleh JPU dinyatakan terbukti bersalah melanggar dakwaan subsider,dan dakwaan primernya tidak terbukti.
Seluruh terdakwa oleh JPU dinyatakan melanggar pasal 170 dan 160 KUHP,hanya terdakwa Idris oleh JPU yang dituding melanggar Undang-undang Darurat tahun 1951.
Di ruang sidang utama yang menghadirkan terdakwa KH Ujang, yang dituding sebagai tokoh sentral kasus bentrokan Cikeusik,yang dipimpin hakim Rasminto,dengan JPU M Yunus,terdakwa oleh JPU dinyatakan bersalah telah menggerakan masyarakat untuk melakukan pembubaran Jemaat Ahmadiyah yang markasnya berada di rumah Suparman,kampung Pendeuy,Desa Umbulan,Kecamatan Cikeusik,Pandeglang.
Melalui SMS yang tersebar ke hampir seluruh masyrakat Pandeglang dan sekitarnya,ataupun meneriakkan Takbir,sehingga membangkitkan semangat masyarakat untuk mebubarkan Ahmadiyah.
Pada terdakwa dinyatakan bersalah melakukan penghasutan baik secara lisan maupun dengan tulisan, sebagaiman diatur dalam pasal 160 KUHP, jo pasal 160 KUHP, jo pasal 170 KUHP.
Sebelum menuntut para terdakwa, JPU terlebih dahulu menjelaskan hal yang memberatkan dan meringankan terhadap para terdakwa.Hal yang memberatkan,perbuatan terdakwa relah meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.
“Sementara hal yang meringankan terdakwa adalah dalam kasus bentrokan Cikeusik di Kampung Pendeuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, pada 6 Februari 2011 adalah bentrokan yang telah dirancang secara sistematis oleh Jemaah Ahmadiyah, dengan cara merekam, mengabadikan dan menyebarluaskan kerusuhan tersebut sehingga mencemarkan nama baik Indonesia” kata JPU.
Selain itu, lanjut JPU, bahwa terdakwa melakukan hal tersebut karena adanya permintaan dari masyarakat yang resah akibat keberadaan ajaran Ahmadiyah di Pandeglang. Terdakwa juga adalah seorang tokoh agama yang kharismatik yang keberadaannya dibutuhkan oleh umat islam untuk menegakkan aqidah islam yang sesungguhnya.
“Oleh karenanya, kami menjatuhkan pidana tujuh bulan penjara, dikurangi dengan masa tahanan,dan diharuskan membayar biaya perkara sebesar Rp2000,” tegas JPU.
Menyikapi hal tersebut,11 terdakwa yang didampingi penasehat hukum dari Tim Pengacara Muslim (TPM) menyatakan pledoi, atau pembelaan atas tuntutannya secara lisan.
Dalam pembelaannya mengatakan, setiap muslim berhak membela agamanya jika ada pihak lain yang melakukan penistaan terhadap agamanya. Apalagi, bentrokan Cikeusik dipicu oleh pihak yang menistakan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Dia meminta agar majelis hakim dalam memberikan putusannya agar mempertimbangkan sebab-akibat terjadinya bentrokan tersebut.
“Tidak ada asap kalau tidak ada api, tidak ada akibat kalau tidak ada sebab. Bentrokan tersebut karena pihak Ahmadiyah yang memulai dan warga hanya mempertahankan diri,” kata Sulistiawati.
Ia mengatakan, bentrokan itu berawal dari kedatangan beberapa jemaah Ahmadiyah dari laur Cikeusik yang dipimpin oleh Deden Sudjana ke kediaman pimpinan Ahmadiyah Suparman, di Kampung Pasir Peuteuy, Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Sebelum bentrokan terjadi, mereka juga telah mempersiapkan parang, tombak, dan batu di rumah Suparman untuk melawan warga. Kemudian pihak Ahmadiyah yang yang memulai penganiayaan terhadap salah seorang warga bernama Sarta Jaya hingga menyebabkan korban luka-luka.
Sidang yang dipimpin hakim Rasminto akan dilanjutkan pada Kamis pekan depan, dengan agenda pembacaan vonis. (dbs/arrahmah.com)