SRINAGAR (Arrahmah.com) – Pada 28 Oktober 2020, pihak berwenang India di Kashmir menggerebek rumah dan kantor Parveena Ahangar, seorang wanita pembela hak asasi manusia. Atas tuduhan “pendanaan teroris”, pihak berwenang secara mengejutkan menggerebek beberapa LSM yang beroperasi di wilayah sengketa tersebut.
Ahangar, yang mendapat julukan “iron lady of Kashmir”, mengatakan bahwa selama 30 tahun dia menjadi aktivis kemanusiaan, ini pertama kalinya Badan Investigasi Nasional India melakukan tindakan kurang ajar terhadap lembaganya.
Dia mengatakan bahwa penggerebekan tersebut membahayakan nyawa keluarga para korban yang merindukan keadilan.
Menjelang Hari Pembelaan Hak Asasi Manusia Wanita Internasional, yang diperingati pada Ahad (29/11/2020), koresponden Anadolu Agency berhasil mewawancarai Ahangar, yang merupakan ketua dan pendiri Asosiasi Orang Tua yang Anaknya Hilang (APDP), sebuah kelompok yang mencari keadilan bagi korban penghilangan paksa di Kashmir yang dikelola India.
“Selama tiga dekade terakhir, tidak ada yang mempertanyakan pekerjaan dan integritas saya. Ini pertama kalinya Badan Investigasi India ingin membuktikan sebaliknya. tapi saya tidak akan mengalah pada komitmen saya di hadapan Tuhan,” kata Ahangar.
Pada 2017, Badan Investigasi Nasional India mulai memburu para aktivis dan kelompok pro-kebebasan, dengan mengklaim bahwa mereka mendapatkan uang dari sumber yang dirahasiakan dan menggunakannya untuk mendanai kegiatan teroris.
Sejak saat itu, banyak penggerebekan yang dilakukan di seluruh Kashmir. (rafa/arrahmah.com)