NEW YORK (Arrahmah.com) – Rusia pada Jumat (20/11/2020) menghentikan komite Dewan Keamanan PBB dari mendaftarhitamkan kelompok milisi Libya dan pemimpinnya atas pelanggaran hak asasi manusia. Rusia berceloteh ingin melihat lebih banyak bukti terlebih dahulu bahwa mereka benar-benar telah membunuh warga sipil.
Amerika Serikat dan Jerman mengusulkan agar komite sanksi Libya yang beranggotakan 15 orang di dewan itu memberlakukan pembekuan aset dan larangan perjalanan terhadap milisi al-Kaniyat dan pemimpinnya, Mohammed al-Kani. Langkah seperti itu harus disetujui melalui konsensus, tetapi Rusia mengatakan tidak dapat menyetujuinya.
“Dukungan kami di masa depan dikondisikan oleh penyediaan bukti yang tak terbantahkan tentang keterlibatan mereka dalam pembunuhan penduduk sipil,” kata seorang diplomat Rusia kepada rekannya di Dewan Keamanan.
Kota Tarhouna di Libya, yang direbut kembali pada bulan Juni oleh Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional, telah bertahun-tahun dikendalikan oleh milisi Kaniyat yang dijalankan oleh keluarga Kani, yang bertempur bersama Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar yang berbasis di timur.
Bulan lalu, otoritas Libya menggali 12 mayat dari empat kuburan tak bertanda lainnya di Tarhouna, menambah sejumlah mayat yang sudah ditemukan sejak Juni.
Libya jatuh ke dalam kekacauan setelah penggulingan pemimpin Muammar Gaddafi yang didukung NATO pada 2011. Bulan lalu, dua pihak utama dalam perang negara itu – GNA dan LNA – menyetujui gencatan senjata.
Turki mendukung GNA. Rusia, Uni Emirat Arab, dan Mesir mendukung LNA. Kekuatan asing tersebut telah dikutip dalam dokumen PBB sebelumnya sebagai pemasok senjata yang bertentangan dengan embargo senjata.
Amerika Serikat dan Jerman menulis dalam proposal sanksi mereka bahwa kelompok hak asasi manusia internasional dan misi politik PBB di Libya, yang dikenal sebagai UNSMIL, telah “menerima laporan dari ratusan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh milisi al-Kaniyat terhadap individu swasta, pejabat negara , pejuang yang ditangkap, serta aktivis masyarakat sipil di Tarhouna.”
Di bawah kepemimpinan Mohammed al-Kani, al-Kaniyat dilaporkan telah melakukan penghilangan paksa, penyiksaan, dan pembunuhan. Selain itu, UNSMIL memverifikasi sejumlah eksekusi singkat di Penjara Tarhouna yang dilakukan oleh milisi al-Kaniyat pada 13 September 2019, bunyi proposal tersebut. (Althaf/arrahmah.com)