JAKARTA (Arrahmah.com) – Anggota DPD RI yang juga Ketua Gerakan Nasional Anti Miras Fahira Idris menyambut baik rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang akan memulai membahas kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol atau minol (LMB).
Fahira berharap para pengusul berhasil membawa RUU LMB masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 untuk segera dibahas dan disahkan.
Fahira menuturkan, hampir semua negara di dunia bahkan yang paling liberal dan sekuler sekalipun sudah mempunyai aturan khusus terkait produksi, distribusi, dan konsumsi minol yang tegas dan jelas.
Misalnya di hampir semua negara bagian Australia jika ada orang yang belum berusia 18 tahun ketahuan mengkonsumsi alkohol maka akan mendapatkan sejumlah hukuman, mulai dari denda hingga diproses di pengadilan dengan denda mencapai lebih dari Rp7 juta.
Di Jerman (Negara bagian Baden-Württemberg) sejak 2010 melarang toko menjual minuman beralkohol antara pukul 10 malam sampai pukul 5 pagi.
Bahkan, lanjutnya, otoritas di sana sengaja mengirim remaja ke toko-toko untuk berpura-pura jadi pembeli. Penjual yang terbukti melanggar aturan dengan menjual alkohol kepada remaja di bawah umur, langsung dikenakan sanksi denda.
Sementara di Indonesia, ujar Fahira, walau sudah 75 tahun merdeka, sama sekali tidak ada aturan khusus terkait minol yang sifatnya nasional atau level undang-undang (UU). Ketiadaan aturan khusus soal minol selama 75 tahun ini bukan hanya aneh dan membuat miris tetapi juga cukup memalukan.
Untuk itu, Fahira meminta baik DPR maupun Pemerintah kali ini untuk serius merealisasikan RUU LMB menjadi UU. Pasalnya, RUU LMB yang merupakan inisiatif DPR ini sudah masuk prolegnas prioritas dan sudah dibahas sejak DPR periode 2009-2014 kemudian kembali dibahas DPR periode 2014-2019, tetapi tidak kunjung juga disahkan.
“Sudah 10 tahun RUU LMB ini selalu masuk prolegnas dan sempat dibahas tetapi selalu gagal. Saya tidak tahu, ada kekuatan sebesar apa yang membuat RUU ini susah sekali disahkan menjadi UU. Oleh karena ini, dengan segala kerendahan hati dan tanpa mengurangi rasa hormat saya terutama kepada para Anggota DPR yang menjadi pengusul, saya meminta DPR dan Pemerintah kali ini untuk serius kembali memasukkan RUU LMB ini dalam prolegnas. Setelah itu, buka ruang partisipasi publik, lakukan pembahasan dan disahkan,” ujar Fahira Idris.
Fahira menilai, monitoring dan pengawasan terhadap produksi, distribusi dan konsumsi alkohol di Indonesia masih sangat kritis dan perlu untuk ditingkatkan.
Selama ini pelanggaran minol hanya dijerat dengan tindak pidana ringan sehingga tidak ada efek jera bagi yang melanggarnya sehingga angka pelanggarannya semakin masif saja.
Misalnya saja, tuturnya, kalau merujuk kepada Pasal 492 ayat 1 KUHP, pemabuk yang mengganggu ketertiban umum, merintangi lalu lintas atau mengancam orang lain hanya diancam kurungan penjara paling lama enam hari dan pidana denda paling banyak Rp375.
“Mau sampai kapan sanksi hukum yang tidak rasional seperti terus kita pertahankan. Saat ini, di banyak wilayah Indonesia, minol bisa dibeli siapa saja, kapan saja, dan di mana saja,” ungkapnya.
Fahira mengatakan, tidak ada aturan membeli minol itu harus menunjukkan KTP atau harus di atas 21 tahun.
“Asal punya uang yang berseragam sekolah sekalipun bebas beli minol. Banyak juga saya temui, orang minum miras di tempat-tempat umum, tak kenal tempat. Ini negeri mau dikelola seperti apa kalau UU minol yang begitu penting kita tidak punya,” pungkasnya.
(ameera/arrahmah.com)