YEREVAN (Arrahmah.com) – Ribuan pengunjuk rasa yang marah berunjuk rasa di ibu kota Armenia untuk hari keempat berturut-turut pada Jumat (13/11/2020) menuntut Perdana Menteri Nikol Pashinyan mundur karena perjanjian perdamaian yang kontroversial dengan Azerbaijan.
Pashinyan mengumumkan perjanjian yang ditengahi Moskow pada Selasa, mengakhiri lebih dari enam minggu pertempuran sengit atas wilayah sengketa Nagorno-Karabakh yang menewaskan sedikitnya 1.400 orang dan membuat puluhan ribu orang mengungsi, lansir AFP.
Armenia setuju untuk menyerahkan sebagian wilayah itu ke Azerbaijan serta wilayah lain yang dikendalikan oleh separatis Armenia sejak 1990-an.
Keputusan tersebut memicu kemarahan di Armenia, di mana para demonstran menyerbu dan menggeledah gedung-gedung pemerintah dan sejak itu melakukan demonstrasi harian di Yerevan, menuntut agar Pashinyan mundur.
Pada Jumat, beberapa ribu pengunjuk rasa berkumpul di pusat kota Yerevan, Liberty Square, banyak yang memegang plakat bertuliskan “Pengkhianat Nikol.”
“Siapa kamu untuk menyerahkan tanah kami, kamu tidak punya hak untuk melakukan ini!” Artur Beglarian, salah satu pengunjuk rasa yang terluka dalam aksi di Karabakh, berteriak melalui pengeras suara.
“Tentara kami bertempur dengan gagah berani,” katanya, berbicara kepada kerumunan dari kursi roda.
Vardan Voskanyan dari partai oposisi Homeland mengatakan: “Orang yang menandatangani perjanjian ini tidak memiliki hak untuk tinggal di negara kami.”
“Kami membutuhkan seorang pemimpin yang akan mengubah perjanjian yang memalukan ini menjadi lebih baik.”
Sebelumnya pada hari Jumat, pengadilan Armenia membebaskan dari tahanan 10 tokoh oposisi terkemuka yang dituduh memicu kerusuhan setelah Pashinyan mengumumkan kesepakatan damai.
Jaksa menuntut para politisi -termasuk Gagik Tsarukyan, pemimpin partai Armenia Sejahtera, dan Ishkhan Sagateyan dari partai Dashnaktsutyun- dengan tuduhan menciptakan “kekacauan kekerasan massal ilegal”.
Mereka ditangkap Kamis dan menghadapi hukuman 10 tahun penjara, tetapi pengacara mengatakan klien mereka dibebaskan setelah pengadilan memutuskan tidak ada alasan untuk menahan mereka.
Nagorno-Karabakh mendeklarasikan kemerdekaan dari Azerbaijan hampir 30 tahun yang lalu tetapi belum diakui secara internasional, bahkan oleh Armenia.
Pertempuran antara Azerbaijan dan separatis Armenia meletus pada akhir September dan terus berlanjut meskipun ada upaya oleh Prancis, Rusia, dan Amerika Serikat untuk menengahi gencatan senjata yang runtuh karena kedua belah pihak menuduh yang lain melakukan pelanggaran. (haninmazaya/arrahmah.com)