Oleh : Siti Aisah, S. Pd.
(Praktisi pendidikan Kabupaten Subang dan Member Akademi Menulis Kreatif Jawa Barat)
(Arrahmah.com) – Antara pelayanan kesehatan dalam negeri dan tren berobat di rumah sakit luar negeri, menjadi sugesti di kalangan kaum sultan (baca: orang kaya) di negeri ini. Mereka percaya akan kecanggihan alat-alat rumah sakit luar negeri, serta kecakapan para dokternya. Walhasil kepercayaan sultan tentang hal ini pun semakin diperkuat dengan banyaknya testimoni mengesankan di kalangan mereka. Sehingga ada kepercayaan bahwa jika ingin sembuh maka berobatlah ke luar negeri yang dijamin tangan dingin sang dokter, fasilitas dan infrastrukturnya memadai.
Dengan adanya kepercayaan publik tersebut, rezim akhirnya menilai bahwa kemungkinan membuka cabang rumah sakit luar negeri di dalam negeri akan mempermudah proses pengobatan masyarakat, sehingga mereka tak perlu repot-repot berkunjung ke luar negeri. Swasta dalam hal ini tidak tinggal diam. Mereka akan mengambil keuntungan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan para rezim. Mulai dari pengangkatan dokternya, perizinan bangunan rumah sakitnya, lalu mempersiapkan industri wisata medis dalam negeri.
Layanan kesehatan, bermasalah?
Layanan kesehatan yang sejati adalah hak bagi setiap warga negara. Sehingga semestinya pelayanan ini dilakukan secara cuma-cuma alias gratis. Namun, saat ini, hal itu sangat mustahil. Pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, dipindahtangankan kepada publik. Munculnya BPJS (Badan Pelayanan Jaminan Sosial) lalu kartu sehat atau asuransi kesehatan masyarakat yang berkedok pelayanan pemerintah, ternyata masih menimbulkan masalah.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Banjar, Idham Kholid menjelaskan ada dua persoalan antara BPJS Kesehatan dengan RSUD Ciamis. Terdapat dua persoalan terkait audit pasca klaim yang dilakukan BPJS Kesehatan dan klaim kedaluwarsa yang diajukan oleh RSUD Ciamis.
Masalah pertama adalah dari sisi pembayaran, yang tidak dibayarkan klaim itu pada Maret 2020, karena tenggat kedaluwarsa 6 bulan berdasarkan aturan. Pihak RSUD mengajukan klaim pada 26 September, karena lebih dari 6 bulan maka dalam sistem itu otomatis terkunci sebagai klaim kedaluwarsa. Adapun jumlah klaimnya kurang lebih Rp 1,6 miliar untuk bulan Maret saja.
Selanjutnya yang kedua, yang menjadi permasalahan dari tenaga medis dan dokter di RSUD Ciamis yang mana menyelesaikan dulu audit pasca klaim yang jadi permasalahan komite medik, kemudian menyelesaikan klaim kedaluarsanya,” terang Idham Kholid usai pertemuan dengan Pemkab Ciamis di Ciamis Senin (5/10). (radartasikmalaya.com, 6/10/2020)
Bukti pelayanan kesehatan di negeri ini yang masih belum maksimal adalah disaat pandemi virus ini masih ada. Fasilitas transportasi baik darat, udara atau air masih sesuai rencana. Masa pandemi corona ini telah memberi kebijakan kepada PT KAI Daop 1 Jakarta agar mencatat pada 24 Oktober 2012 sampai 29 Oktober 2020 layanan Rapid di stasiun melayani hingga sekitar 12.781 calon penumpang yang melakukan tes Rapid. Terdapat dua stasiun Area Daop 1 Jakarta yang memiliki fasilitas Rapid yakni Stasiun Gambir dan Pasar Senen.
“Untuk menghindari keterlambatan atau tertinggal KA, penumpang diimbau agar melakukan Rapid tes H-1 sebelum jadwal keberangkatan bagi calon penumpang yang ingin memanfaatkan layanan Rapid tes di stasiun,” kata Humas PT KAI Daop 1 Jakarta, Eva Chaerunnisa. (Merdeka.com, 30/10/2020). Namun, pelayanan kesehatan Rapid tes ini dilakukan bukan secara cuma-cuma, tetapi dengan pembiayaan para penumpang yang akan melakukan perjalanan.
Berdasarkan fakta di atas, ternyata yang digadang-gadang selama ini tentang pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah telah membantu, Itu merupakan kebohongan publik. Hal ini dikarenakan pada dasarnya pelayanan itu hanya berkedok asuransi belaka. Artinya konsep tolong menolong sesama warga negara, ini tiada lain hanya mengalihkan pertanggungjawaban negara atas pelayanan kesehatan. Dengan adanya pandemi ini pula, pelayanan kesehatan masyarakat akan semakin membutuhkan dana lebih dari biasanya.
Bantuan dikala pandemi
Kucuran dana untuk kalangan masyarakat miskin digelontorkan pemerintah saat ini. Beberapa program misalnya BLT (Bantuan Langsung Tunai) ke masyarakat, program prakerja, pemberian bantuan modal UMKM desa yang terdampak Corona, BLT BPJS dan gratis subsidi listrik bagi pengguna listrik rumah tangga 450-900 volt yang telah terdaftar masyarakat miskin.
Ditengah itu pula, permasalahan penyaluran bantuan ini menyesakkan bagi sebagian rakyat yang tak terdaftar masyarakat miskin. Namun, sebenarnya mereka benar-benar berhak atas bantuan tersebut.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, pemerintah telah menggelontorkan total anggaran Rp 203,9 triliun untuk program perlindungan sosial guna meringankan beban masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Dana ini disalurkan melalui berbagai program bantuan seperti PKH, BPNT, bantuan sembako, bansos tunai, kartu prakerja, subsidi gaji, banpres produktif UMKM, dana desa, diskon tarif listrik, dll. (republika.co.id, 27/09/2020)
Jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang, menurun 0,36 juta orang pada Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang pada September 2018. Ini menurut data pusat statistik. Namun realitasnya, bantuan ini menjadikan pendataan tidak signifikan. Penyaluran Bansos begitu semrawut.
Dilansir dari kompas.com (31/05/2020), Pemerintah Desa diduga menggunakan data tahun 2011. Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kalimantan Barat (Kalbar), Maria Goreti menduga ada penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) yang menggunakan basis data yang sudah usang. Akibatnya, terjadi pembagian bansos terkait pandemi Covid-19 yang semrawut.
Dia mengaku telah menemukan sejumlah desa di Kabupaten Bengkayang, Kalbar, yang masih menggunakan data penerima bantuan dari tahun 2011. ”Bukan Bengkayang saja, hampir di beberapa kabupaten dan kota kecenderungannya begitu. Maklum, karena data sensus penduduk tahun 2010,” kata Maria saat dihubungi Kompas.com.
Hal ini menunjukkan bahwasanya ada korelasi antara pelayanan kesehatan yang kurang memadai, dengan peningkatan jumlah penduduk miskin. Data yang ada belum diperbaharui, sehingga warga yang sudah naik levelnya atau penduduk yang telah berubah nasib menjadi tidak mendapatkan bagian yang sesuai.
Tak hanya itu, kondisi pandemi saat ini membuat setiap manusia manapun pasti menginginkan pelayanan kesehatan yang begitu ideal, pelayanan yang ramah, fasilitas dan tenaga medis memadai, terlebih jika semuanya didapatkan secara cuma-cuma alias gratis!. Apakah ada negara yang memberi pelayananan kesehatan lengkap, gratis pula?
Dalam buku peraturan hidup dalam Islam (kitab terjemahan dari nizam Al-Islam karya Syekh Taqiyuddin An-nabhani, 2006, hal 178) Pasal 164 : Negara menyediakan seluruh pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat secara cuma-cuma. Negara tidak melarang rakyat untuk menyewa dokter termasuk menjual obat-obatan. Namun diterangkan pula bahwa negara pun melarang investasi dan pengelolaan buruk yang dilakukan petugas.
Namun, jangan berkecil hati. Karena Islam memiliki sejuta sejarah yang perlu dikenalkan kepada masyarakat. Salah satunya rumah sakit yang pada masa itu disebut Bimaristan. Bukan hanya berfungsi sebagai pengobatan dan perawatan, akan tetapi juga sebagai laboratorium penelitian dan sekolah kedokteran yang melahirkan dokter-dokter Islam. Beberapa rumah sakit juga mempunyai perpustakaan besar yang berisi buku-buku farmakologi, anatomi, fisiologi, dan ilmu lainnya yang berkaitan dengan bidang kedokteran.
Diantara rumah sakit pada masa kekhilafahan yang juga berfungsi sebagai tempat pendidikan adalah Rumah Sakit Al-Nuri. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit yang pertama kali dibangun umat Islam. Ia didirikan pada tahun 706 M oleh Khalifah Al-Walid bin Abdul Al-Malik dari Dinasti Umayyah.
Saat kepemimpinan Khalifah Nuruddin Zinki pada tahun 1156 M, rumah sakit ini diperluas dan diperbesar. Ia dilengkapi dengan peralatan paling modern dan tenaga dokter serta perawat yang profesional. Rumah sakit ini yang pertama kali menerapkan rekam medis (medical record). Khalifah juga membuka sekolah kedokteran di rumah sakit tersebut. Untuk memajukan sekolah, khalifah menghibahkan perpustakaan pribadinya.
Penerapan syariah kaffah dalam naungan Daulah Khilafah telah mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan, tak terkecuali ilmu kedokteran. Sementara saat ini, ketiadaan khilafah telah membuat keterpurukan umat dan dikuasai oleh umat lain. Penguasaan ilmu teknologi jauh dari tangan kaum muslimin. Pelayanan kesehatan di negeri negeri muslim belum memadai dan tidak terjangkau oleh semua rakyat. Justru kaum muslimin tergantung dengan negara besar kapital dalam masalah kesehatan. Padahal, kesehatan dan pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi manusia.
Inilah yang disayangkan oleh Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, beliau berkata:
ضَيَّعُوا ثُلُثَ العِلْمِ وَوَكَلُوهُ إِلَى اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى.
“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu (ilmu kedokteran) dan menyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.”
Beliau juga berkata mengenai pentingnya ilmu kedokteran, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
لا أعلم علما بعد الحلال والحرام أنبل من الطب إلا أن أهل الكتاب قد غلبونا عليه.
“Saya tidak mengetahui sebuah ilmu -setelah ilmu halal dan haram- yang lebih berharga yaitu ilmu kedokteran, akan tetapi ahli kitab telah mengalahkan kita”
Karenanya, menjadi tugas seluruh umat Islam mengembalikan kejayaan Islam. Mewujudkan peradaban emas Islam dengan tegaknya Daulah Khilafah atas dasar kenabian.
️Wallahu’alam bishawab.
(ameera/arrahmah.com)