Oleh : Dian Puspita Sari
Aktivis Muslimah Ngawi
(Arrahmah.com) – Pasca kemerdekaan RI, melanjutkan estafet perjuangan bangsa dengan melakukan pembangunan dalam semua aspek kehidupan adalah hal mutlak yang menjadi tanggung jawab negara (baca : pemerintah) untuk mengurusi kebutuhan dan kepentingan rakyatnya. Tak terkecuali pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya atau jalan tol.
Pembangunan infrastruktur idealnya berperan penting untuk mendorong pertumbuhan perekonomian daerah termasuk di Provinsi Jawa Timur. Salah satunya infrastruktur Jalan Tol Ruas Ngawi- Kertosono.
Jalan tol ini dinilai pemerintah telah berkontribusi terhadap peningkatkan kualitas hidup masyarakat khususnya di Kabupaten Nganjuk.
Jalan Tol Ruas Ngawi- Kertosono sepanjang 87 Km sebagai bagian dari ruas Tol Trans Jawa memiliki peran pada peningkatan potensi daerah di Kabupaten Nganjuk, terutama sektor ekonomi kerakyatan dan pariwisata lokal serta memunculkan pusat pertumbuhan ekonomi baru yang berdampak pada terbukanya lapangan pekerjaan.
Menteri Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan Tol Trans Jawa tidak saja berfungsi sebagai jalur penghubung transportasi antarkota, tetapi juga dapat diintegrasikan dengan kawasan-kawasan industri yang sekarang muncul seperti di Ngawi dan Nganjuk serta dapat mendukung akses menuju destinasi pariwisata.
“Tol Trans Jawa akan memangkas biaya angkutan logistik dan mengurangi waktu tempuh pengiriman barang (delivery time). Dengan kepastian waktu tempuh, investor dapat membuat perhitungan rencana bisnis lebih matang. Sehingga lapangan kerja pun terbuka di sekitar pusat perindustrian di setiap daerah,” papar Basuki dalam keterangannya yang diterima Investor Daily, Senin (19/10).
(investor.id, 19/10/2020)
Sekilas, dengan adanya pembangunan infrastruktur yang sejalan dengan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), perekonomian bangsa akan meningkat.
Faktanya, setelah kita kaji lebih dalam lagi, kondisi masyarakat tetap sama saja, tidak kita temukan perubahan signifikan. Ekonomi rakyat juga terpuruk, utang negara semakin meningkat, pertumbuhan ekonomi minus sejak adanya Covid-19.
Dari sini, kita dapat melihat dan merasakan, ada tidaknya jalan tol tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat.
Sebaliknya, pembangunan Jalan Tol Ruas Ngawi- Kertosono ini, sebagaimana jalan-jalan tol lainnya, adalah salah satu syarat program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Program MP3EI ini bukan semata program milik Indonesia tapi memiliki jalinan kerjasama dengan pihak swasta, khususnya yang berafiliasi dengan pihak asing. Maka, mudah ditebak bahwa pembangunan tol ini bukan murni untuk kepentingan rakyat tapi untuk kepentingan investor kapitalistik. Mustahil pihak investor berbuat tulus, ikhlas tanpa ada maksud kapitalistik terselubung.
Sejatinya pemerintah membangun infrastruktur demi kepentingan rakyat. Sayang, pada faktanya tidak. Di era demokrasi serba kapitalistik, setiap masuk gerbang tol, rakyat harus membayar sejumlah uang dengan nominal tidak sedikit. Akibatnya, tidak semua rakyat mampu mengaksesnya. Alhasil, banyak angkutan antar kota sarat penumpang lebih memilih lewat jalan biasa, dengan resiko terjebak kemacetan.
Di balik maraknya pembangunan infrastruktur, kondisi hidup rakyat tetap saja terhimpit dalam kefakiran.
Mereka harus berpikir keras untuk membayar biaya hidup yang tinggi dengan pendapatan hidup pas-pasan.
Lantas, semua uang tol yang mereka bayar itu diperuntukan demi kepentingan siapa? Yang jelas bukan untuk rakyat. Hal ini jelas diharamkan.
Apalagi jika tol tersebut dijual kembali kepada pihak swasta yang berafiliasi dengan asing, diperparah dengan pembangunannya yang berasal dari dana utang ribawi. Keharamannya berlipat ganda. Sebab layanan infrastruktur seharusnya diperuntukkan demi kepentingan rakyat secara cuma-cuma.
Selain itu, riba juga termasuk dosa keji yang diharamkan oleh Allah.
Jangan berharap rakyat hidup sejahtera, makmur, aman dan sentosa selama model menata negara bersandarkan pada ideologi kapitalis sekuler.
Sudah saatnya kita beranjak kepada sistem hidup yang manusiawi, yaitu sistem hidup Islam.
Visi Misi Islam Membangun Negara
Allah berjanji, syariat-Nya akan memenangkan kaum mu’min di atas bumi. Allah Swt. berfirman,
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
” Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur : 55)
Syariat Islam mewajibkan kepala negaranya (khalifah) bertanggung jawab atas pembangunan di seluruh penjuru negeri.
Jangankan jalan tol, semua kebutuhan yang menguasai hajat hidup rakyat harus dipenuhi oleh negara, tanpa kecuali.
Berbicara tentang pembangunan infrastruktur, kita bisa berkaca pada metode para khalifah Islam membangun fasilitas publik.
Pada masa kekhilafahan Khulafa’ur Rasyidin, Khalifah Umar bin Khaththab menyediakan pos dana khusus dari baitul mal untuk mendanai infrastruktur, khususnya jalan dan semua hal ihwal yang terkait dengan sarana dan prasarana jalan. Tentu dana ini bukan berasal dari dana utang.
Hal ini dilakukan Umar untuk memudahkan transportasi antara berbagai kawasan negara Islam. Khalifah Umar juga menyediakan sejumlah besar unta secara khusus mengingat kala itu unta merupakan alat transportasi yang tersedia untuk mempermudah perpindahan bagi orang yang tidak memiliki kendaraan antar berbagai Jazirah Syam dan Irak.
Selain infrastruktur jalan, Umar Al-Faruq juga melengkapinya dengan mendirikan pos (semacam rumah singgah) yang disebut sebagai Dar ad-Daqiq. Rumah singgah ini adalah tempat penyimpanan sawiq, kurma, anggur dan berbagai bahan makanan lain yang diperuntukkan bagi Ibnu sabil yang kehabisan bekal dan tamu asing.
Kebijakan ini terus berlanjut di masa kekhilafahan berikutnya.
Dr Kasem Ajram (1992) dalam bukunya, The Miracle of Islam Science, 2nd Edition, memaparkan pesatnya pembangunan infrastruktur transportasi, jalan–yang dilakukan di zaman kekhilafahan Islam.
“Yang paling canggih adalah jalan-jalan di Kota Baghdad, Irak. Jalannya sudah dilapisi aspal pada abad ke-8 M,” cetus Ajram. Yang paling mengagumkan, pembangunan jalan beraspal di kota itu telah dimulai ketika Khalifah Al-Mansur mendirikannya pada 762.
Menurut catatan sejarah transportasi dunia, negara-negara di Eropa sendiri baru mulai membangun jalan pada abad ke-18 M. Insinyur pertama Barat pertama yang membangun jalan adalah Jhon Metcalfe. Pada 1717, dia membangun jalan di Yorkshire, Inggris, sepanjang 180 mil. Ia membangun jalan dengan dilapisi batu dan belum menggunakan aspal.
Kali pertama peradaban Barat mengenal jalan aspal adalah pada 1824 M. Sejarah Barat mencatat, pada tahun itu aspal mulai melapisi jalan Champs-Elysees di Paris, Prancis. Sedangkan, jalan beraspal modern di Amerika baru dibangun pada 1872.
Pesatnya pembangunan jalan-jalan beraspal di era kejayaan Islam tak lepas dari penguasaan peradaban Islam terhadap aspal. Sejak abad ke-8 M, kaum muslimin telah mampu mengolah dan mengelola aspal. Aspal merupakan turunan dari minyak yang dihasilkan melalui proses kimia bernama distilasi destruktif.
Demikian gambaran Islam melalui keteladanan para pemimpinnya, melakukan pembangunan di semua sendi kehidupan. Termasuk infrastruktur. Dalam naungan khilafah Islam, keberadaan infrastruktur mutlak dibutuhkan dan faedahnya dirasakan oleh seluruh rakyat secara gratis. Dana pembangunannya sendiri berasal dari pengelolaan sumber daya alam negeri yang melimpah, jizyah dan pos-pos dana umat lainnya.
Wallahu a’lam bishawwab.