Oleh: Elhakimi
Guru Agama dan Pemerhati Pergerakan Islam
(Arrahmah.com) – Nabi Yunus ‘alaihis salam ditelan ikan di laut, secara akal mustahil untuk selamat. Tinggal menunggu waktu untuk digiling. Dalam situasi genting, saat sebab kauniy sudah tak bisa ditempuh, yang tersisa tinggal sebab syar’iy. Nabi Yunus ‘alaihis salam membaca dzikir yang kemudian menjadi sebab keselamatannya. Ikan memuntahkannya ke daratan.
Dzikir ini menarik direnungkan maknanya, sambil dibaca berulang sebagai doa penangkal Corona.
وَذَا النُّونِ إِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ (87) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنْجِي الْمُؤْمِنِينَ (88)
“Dan Dzun-Nun (Yunus as) tatkala pergi dalam keadaan marah, lalu menyangka Kami tidak akan menetapkan taqdir untuknya. Dia (Yunus as) lalu melantunkan dzikir di dalam kegelapan “tidak ada ilah yang haqq kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, aku mengakui telah melakukan kezaliman”. Maka Kami kabulkan harapannya, dan Kami selamatkan dia dari kegelapan. Demikianlah cara Kami menyelamatkan orang-orang beriman.” (QS. Al-Anbiya: 87-88)
Berikut perenungan dan pelajaran dari dzikir Nabi Yunus alaihis salam saat di perut ikan:
1. Bagi muslim, selalu ada jalan keluar, tak pernah buntu.
Normalnya dalam mencari solusi atas masalah yang kita hadapi, tersdia dua jalur sebab: kuniy dan syar’iy. Bagi seorang mukmin, kedua sebab ini dilakukan secara simultan dan seimbang – limapuluh-limapuluh.
Tapi ada kalanya sebab kauniy menemui jalan buntu. Laksana tangan laksana terikat. La haula wala quwwata – tak lagi tersedia daya dan upaya secara kauniy. Seperti nabi Musa alaihis salam bersama pengikutnya yang terkunci di tepi laut saat pasukan Firaun bersenjata lengkap sudah tampak dari kejauhan mengejar. Kematian sudah di depan mata. Nyaris niscaya.
Dalam situasi sebab kauniy buntu, seorang muslim masih punya puntu lain, yaitu sebab syar’iy. Pintu ini tak pernah tertutup, apapun kondisinya. Selagi lisan masih bisa digerakkan untuk dzikir dan doa. Selagi pikiran masih bekerja. Selagi hati masih punya sambung rasa dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Dan selagi nafas masih dikandung badan. Toh Allah tak pernah tidur, untuk selalu mendengar panggilan hamba-Nya.
Nabi Yunus alaihis salam mengalami itu – pintu kauniy buntu. Kehilangan daya dan upaya. Terkurung dalam tiga lapis kegelapan; perut ikan, laut dan malam gulita.
Nabi Yunus alaihis salam melantunkan dzikir sebagai bentuk permohonan tersirat agar diselamatkan oleh Allah. Karena tinggal pintu ini yang tersisa. Mau teriak sekencangnya, ikan tak mendengar teriakan. Kalaupun mendengar, tak paham maksudnya. Tangan mau memukul-mukul perut ikan, tak berpengaruh, ikan terlalu besar untuk merasakan pukulan itu.
Andaikan situasi ini dialami seorang kafir, tamat riwayatnya. Karena satu-satunya pintu yang dikenal seorang kafir hanyalah pintu kauniy. Tatkala pintu itu mentok, habislah seluruh harapan. Maka berbahagialah menjadi mukmin.
2. Tauhid, persembahan paling disukai Allah.
Allah paling suka dengan pengecualian. Allah dijadikan satu-satunya. Untuk yang serba baik dan sempurna. Dan paling murka jika Allah hanya dijadikan salah satu. Allah menjadi tidak istimewa. Dan itu menjadi penghinaan kepada Allah.
Nabi Yunus alaihis salam meletakkan pengecualian sebagai poin pertama dalam rangkaian dzikirnya. La ilaha illa anta. Tak ada Tuhan yang legal kecuali Engkau – Allah subhanahu wa ta’ala. Tuhan yang lain adalah tuhan ilegal dan hoax.
Allah diberi pengecualian dalam hal penciptaan, obyek penyembahan, legislasi, kepemimpinan, dan semua yang menjadi hak-Nya. Allah satu-satunya dalam semua hal yang menjadi hak-Nya itu. Ketika ada pihak lain yang ikut campur, berarti syirik masih terjadi. Menjadi pemicu murka Allah.
Nabi Yunus alaihis salam mendapati realita sosial yang dimurkai Allah di tempat tinggalnya – kota yang menjadi garapan dakwahnya. Kota Nainawa, Iraq. Berpenduduk lebih dari 100 ribu orang. Mereka menjadikan berhala sebagai sembahan dan tuhan, dengan mengabaikan Allah subhanahu wa ta’ala. Atau setidaknya, mengakui Allah pada satu perkara, tapi mengakui berhala pada perkara lain. Maksudnya, mengakui Allah sebagai Pencipta langit dan bumi, satu-satunya, tapi di saat yang sama mengakui berhala sebagai sembahan.
Ketika nabi Yunus alaihis salam belum mampu merubah realita syirik ini, yang bisa dilakukan adalah mengucapkan komitmen pengecualian. La ilaha illa anta. Apalagi saat memerlukan bantuan Allah. Pesan tersiratnya, meski orang lain atau publik melakukan syirik, tapi aku tidak. Aku tetap menjadikan Engkau sebagai satu-satunya ya Allah.
Banyak praktek syirik (baca: pluralisme) yang terjadi di masyarakat kita. Di Indonesia. Jika usaha kita untuk merubahnya belum membuahkan hasil, maka jangan sampai kita takluk terhadap ideologi syirik secara pribadi. Karenanya kita wajib memastikan komitmen tauhid pribadi itu di hadapan Allah.
Mentauhidkan Allah secara pribadi merupakan pertahanan terakhir dari serangan syirik di lingkungan kita. Karenanya, perlu di-dzikir-kan kepada Allah, agar Allah senang dengan persembahan dzikir ini. Lalu Allah ridha, dan menolong kita agar selamat dari berbagai masalah yang kita hadapi.
3. Mensucikan Allah dari semua hal yang merusak citra-Nya.
Hal kedua yang di-dzikir-kan nabi Yunus alaihis salam adalah ucapan mensucikan Allah. Dalam dzikir di atas, berbunyi subhanaka, yang artinya Maha Suci Engkau ya Allah.
Suci dari apa? Suci dari segala stigma, tuduhan, anggapan, prasangka, kalimat dan narasi apapun yang merusak citra Allah, baik lisan maupun tulisan, yang dilontarkan makhluk kepada Allah. Makhluk meliputi jin, Iblis dan manusia. Terutama manusia.
Misalnya narasi bahwa manusia dengan akalnya mampu merumuskan sendiri undang-undang tanpa perlu mengambil dari Allah. Secara tidak langsung menuduh Allah kalah pintar dibanding manusia. Maka Allah perlu disucikan dari semua upaya pencemaran nama baik itu.
Juga suci dari segala keyakinan salah yang mengendap di hati makhluk – baik Iblis, jin maupun manusia. Banyak keyakinan salah tentang Allah yang mengendap menjadi ideologi.
Misalnya meyakini berhala sebagai mediator dalam berhubungan dengan Allah. Suatu keyakinan yang dinamis, bisa berubah bentuknya seiring perubahan zaman tapi substansinya sama.
Ketika Allah minta ditauhidkan (hanya Allah yang boleh dan benar), rupanya keyakinan hati yang telah mengendap menjadi ideologi bangsa berisi kebalikannya. Bangsa Indonesia meyakini bahwa Pluralisme (apa saja boleh dan benar, Allah dilarang sendirian menjadi penentu kebenaran) merupakan perekat persatuan. Keyakinan ideologis ini mencemarkan nama baik Allah di Indonesia. Maka Allah harus disucikan dari pencemaran nama baik tersebut. Itulah makna subhanaka atau subhanallah.
Juga yang tak kalah penting, mensucikan Allah dari semua pencemaran nama baik yang lahir dari diri kita sendiri, bukan dari orang lain atau dari pihak kekuasaan. Baik berupa perasaan kesal kepada Allah, pernyataan buruk kepada Allah maupun keyakinan salah tentang Allah.
Persembahan tauhid untuk Allah (tahlil) dan persembahan pensucian nama baik Allah (tasbih), menjadi dua hal yang paling disukai Allah. Saat wabah Covid 19 melanda, dua persembahan ini wajib menjadi fokus perhatian kita. Caranya mudah, mengucapkannya dalam dzikir dan membersihkan pikiran dan hati kita dari semua hal yang membuat Allah murka.
4. Urgensi pengakuan kesalahan.
Nabi Yunus alaihis salam mengucapkan inni kuntu min ad-dhalimin. Aku termasuk dalam golongan orang-orang yang melakukan kezaliman, setidaknya terhadap diri sendiri. Bahasa gampangnya, ngaku salah di hadapan Allah. Bukan Allah yang salah. Meski taqdir-Nya tidak disukai oleh nafsu kita.
Saat kapal yang ditumpangi nabi Yunus alaihis salam dihantam badai, mereka berkesimpulan bahwa badai ini pasti karena ada salah seorang penumpang yang punya kesalahan sehingga dimurkai Allah. Agar kapal kembali tenang, orang tersebut harus dibuang dari kapal. Tapi siapa? Cara yang mereka pilih, membuat undian.
Undian pertama, nama nabi Yunus alaihis salam yang keluar. Mereka ragu, sebab nabi Yunus alaihis salam dikenal sebagai orang shalih. Undian diulang. Keluar lagi nama nabi Yunus alaihis salam . Mereka masih ragu, diundi lagi ketiga kalinya. Ternyata tetap nama nabi Yunus alaihis salam yang keluar. Akhirnya nabi Yunus as menceburkan diri ke laut.
Secara nafsu, undian ini ngeselin. Dan Allah layak menjadi obyek kekesalan itu. Artinya, Allah yang salah. Tapi nabi Yunus alaihis salam mengakui bahwa dirinya yang salah. Termasuk semua rangkaian kesalahan sepanjang hidupnya. Dirinya banyak salah. Termasuk tidak sabar dalam dakwahnya. Allah Maha Bijaksana dan Maha Adil, tak pernah salah.
Pengakuan ini penting untuk membuat Allah memaafkan. Presiden saja batal membebaskan ust Abu Bakar Ba’asyir dari penjara meski sudah renta, hanya karena ust Abu Bakar Baasyir menolak mengaku salah di hadapan presiden. Maknanya, Allah lebih utama minta syarat pengakuan salah untuk memberikan pengampunan kepada manusia.
Nabi Yunus alaihis salam sadar itu. Maka dzikirnya berisi rangkaian tiga hal: dua paket persembahan, dan satu paket pengakuan salah. Dengan itu Allah senang, ridha dan memberikan pertolongan.
5. Dzikir mengandung doa.
Dzikir yang dilantunkan nabi Yunus ‘alahis salam tidak memuat doa (permintaan) tertentu. Isinya hanya persembahan tauhid dan tasbih, lalu pengakuan salah. Tidak ada bunyi permintaan.
Tapi Allah meresponnya sebagai permintaan secara halus. Ketika Allah sudah ridha – dengan dua persembahan dan satu pengakuan tersebut – Allah akan menolong hamba. Itulah yang terjadi pada nabi Yunus alaihis salam . Allah suka dengan dzikir yang dilantunkannya. Maka Allah mengabulkan harapan yang ada di relung hatinya – minta diselamatkan. Meski secara verbal tidak ada ucapan minta diselamatkan.
Fastajabna lahu wa najjainahu minal ghammi. Kami kabulkan harapannya, dan Kami selamatkan dia dari kegelapan. Sebuah contoh yang bisa kita tiru dalam meminta keselamatan dari Covid 19, buat diri sendiri dan seluruh umat Islam.
6. SOP penyelamatan orang beriman.
Allah tidak ada urusan dengan keselamatan orang kafir. Allah hanya peduli dengan keselamatan orang beriman. Itulah konsekwensi wala’ wal bara’ – loyalitas dan permusuhan. Allah berada dalam satu loyalitas dengan orang beriman, sebaliknya dalam posisi permusuhan kepada orang kafir.
Andaikan virus Corona berwujud hewan sebesar kucing, tentu semua manusia akan memburunya dan membantainya hingga punah. Manusia marah betul dengan Corona. Manusia menjadikannya sebagai musuh bebuyutan, setidaknya di masa wabah Covid 19 saat ini. Begitulah tabiat permusuhan. Tak ada ampun. Tak ada urusan. Tak ada kepedulian. Ingin menghabisi sampai akar-akarnya.
Orang kafir adalah musuh Allah. Maka orang kafir posisinya laksana Corona di mata manusia. Musuh laten. Tak ada urusan Allah dengan keselamatan orang kafir. Allah hanya peduli dengan keselamatan orang beriman.
Ujung ayat yang menjelaskan drama penyelamatan nabi Yunus alaihis salam dari perut ikan, berbunyi: wa kadzalika nunjil mukminin. Beginilah cara Kami menyelamatkan orang beriman. Atau dengan kata lain: begitulah SOP Kami dalam menyelamatkan orang beriman.
SOP ini hendaknya menjadi pusat perhatian kita. Orang beriman tatkala menghadapi situasi genting, saat pintu sebab kauniy telah buntu, masih ada peluang keselamatan. Tapi dengan memperhatikan SOP-nya. Sebagaimana keselamatan yang Allah berikan kepada nabi Yunus alaihis salam saat situasi genting.
Jika mengacu pada praktek yang dialami nabi Yunus alaihis salam , maka SOP-nya ada tiga langkah, yaitu melantunkan dua persembahan – tauhid dan tasbih – dan satu pengakuan salah.
Jika diambil substansinya, SOP ini bisa diringkas dalam dua hal:
Pertama, memberikan persembahan yang membuat Allah senang dan ridha.
Kedua, memberikan pengakuan salah dan minta maaf kepada Allah.
Persembahan bisa banyak bentuknya. Paling utama, tauhid. Lalu tasbih. Takbir. Tahmid. Ruku’. Sujud. (shalat). Sedekah. Puasa. Kurban dan sebagainya. Intinya, semua pintu amal shalih. Semuanya merupakan persembahan yang akan membuat Allah senang.
Sementara pengakuan salah, bisa dengan tangisan, kekhusyuan, istighfar, taubat dan seterusnya. Pengakuan ini menjadi poin penting untuk mendapat pengampunan yang akan berlanjut menjadi pertolongan. Kita mengharapkan penyelamatan disertai keridhaan Allah, bukan penyelamatan yang disertai murka Allah. Apalah artinya selamat di dunia, tapi dimurkai di akhirat.
7. Protokol penyelamatan orang kafir ?
Al-Qur’an tidak memuat SOP penyelamatan orang kafir. Tahu kenapa? Karena orang kafir diposisikan sebagai musuh bagi Allah, Rasul-Nya dan orang beriman. Justru yang ada kebalikannya, SOP penghancuran orang kafir.
Seperti ayat berikut ini:
وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا (16)
“Jika Kami berkehendak untuk menghancurkan suatu daerah, Kami perintahkan (secara taqdir) kepada para pembesarnya (kaya/berkuasa) untuk berbuat fasiq. Dengan itu mereka berhak untuk mendapat ketetapan (penghancuran), maka Kami hancurkan daerah itu dengan total.” (QS. Al-Isra’: 16)
Ini merupakan SOP penghancuran wilayah yang dikuasai kekafiran. Diawali dengan kefasikan yang kian merajalela dilakukan oleh para pemegang kekuasaan dan pemegang kekayaan. Baik berupa maksiyat dirinya sendiri, menciptakan suasana maksiyat untuk orang banyak, penindasan kepada kaum lemah dan sebagainya. Ketika semua kefasikan itu memuncak, Allah menjadi punya alasan untuk menghancurkannya. (Lihat tafsir As-Sa’diy)
Jika ada orang kafir diselamatkan oleh Allah, ada banyak kemungkinan alasan:
- a. Sebagai istidraj kepada lawan. Menunggu momentum penghancuran yang selayaknya.
- b. Sebagai pelajaran untuk orang beriman, seperti Allah selamatkan jasad Firaun dari kerusakan.
- c. Hidupnya masih diperlukan untuk menguji orang beriman.
Virus Corona merupakan makhluq hidup ciptaan Allah. Bisa menjangkiti orang kafir, bisa menjangkiti orang beriman. Bisa menjadi penyebab kematian, bisa tidak. Kehidupan dan kematian merupakan siklus kehidupan, yang pasti dilalui setiap makhluk. Keselamatan yang hakiki adalah keselamatan di akhirat, bukan keselamatan di dunia, sebab ia hanya sementara, pada akhirnya akan mati juga.
Virus Corona bukan musuh Allah. Tapi orang kafirlah musuh Allah. Semoga Covid 19 menjadi rahmat bagi orang beriman, dan menjadi azab bagi musuh Allah. Wallahul-musta’an.
والله أعلم بالصواب
(*/arrahmah.com)