KAIRO (Arrahmah.com) – Bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan kembali terjadi di Lapangan Tahrir, Kairo, pada Rabu (29/6/2011) tempat terjadinya pemberontakan 18 hari yang menggulingkan mantan Presiden Hosni Mubarak pada Februari 2011 lalu.
Kekerasan dimulai ketika pasukan polisi berusaha membersihkan area di luar gedung milik negara di mana lebih dari 840 orang tewas selama pemberontakan yang menuntut keadilan.
Demonstran terus bergerak hingga hampir mendekati Tahrir Square, di mana pasukan polisi menembakkan gas air mata pada pengunjuk rasa, yang kemudian dibalas dengan lemparan lemparan batu dan benda lainnya.
Bentrokan pun terus berlangsung sejak Selasa malam hingga Rabu malam, yang membuat bentrokan tersebut merupakan bentrokan paling serius sejak turunnya Mubarak
Sementara itu, pejabat Mesir memerintahkan penyelidikan atas bentrokan hari Selasa malam (28/6) antara polisi dan pengunjuk rasa di Lapangan Tahrir Kairo yang melukai ratusan orang.
Para demonstran meminta penerapan segera reformasi yang menjatuhkan Presiden Hosni Mubarak bulan Februari. Mereka juga meminta para pejabat senior, termasuk Mubarak diadili terkait meninggalnya 850 pengunjuk rasa saat itu.
“Kejadian yang disesalkan di Lapangan Tahrir dilakukan untuk merusak kestabilan negara dan membenturkan kelompok revolusi dengan polisi”, demikian yang dikatakan Dewan Agung Angkatan Bersenjata Mesir pada Rabu (29/6).
Setelah pertempuran terjadi semalaman, Jaksa Agung Mesir Abdel Meguid Mahmoud memerintahkan pembentukan dewan penyelidik bentrokan di Lapangan Tahrir, pusat gerakan unjuk rasa Mesir.
Pernyataan dikeluarkan beberapa jam setelah menteri dalam negeri memerintahkan polisi meninggalkan lapangan untuk menghindari kekerasan terjadi lagi.
“Mereka masih menggunakan tangan besi,” kata seorang pengunjuk rasa mengatakan bahwa taktik polisi tidak berubah sejak revolusi.
Bagaimana awal bentrokan bisa terjadi sebagian besar orang tidak mengetahui. Para saksi mata mengatakan mereka mulai beraksi di departemen dalam negeri dimana keluarga yang berduka sedang berunjuk rasa menentang lambannya proses hukum terhadap pejabat keamanan yang dituduh bertanggung jawab atas kematian ratusan pengunjuk rasa.
Kekerasan kemudian terjadi dan menyebar ke Lapangan Tahrir sementara orang-orang lain bergabung dan melempari keamanan dengan batu, kata mereka.
“Mereka bukannya revolusioner, mereka tidak mengenal revolusi, politik atau hal-hal lain. Mereka disana untuk menghancurkan, itu saja,” kata salah satu orang yang berada di tempat kejadian.
“Mesir sekarang terpecah belah. Mengapa?” kata seorang saksi mata yang marah. “Karena (pengunjuk rasa) memicu kebakaran.”
Meskipun demikian, pihak lain menyatakan konflik terjadi ketika sekelompok “penjahat” menyerang kerumunan orang di teater Kairo yang sedang memperingati korban tewas pada unjuk rasa februari lalu. (rasularasy/arrahmah.com)