SURIAH (Arrahmah.com) – Militer AS telah mengirim setengah lusin kendaraan lapis baja dalam misi 90 hari untuk memperkuat pasukannya di Suriah timur, kurang dari sebulan setelah empat tentara AS terluka dalam pertengkaran dengan pasukan Rusia di daerah tersebut.
Militer mengatakan kurang dari 100 tentara akan menemani kendaraan tersebut. Saat ini terdapat kurang dari 1.000 tentara AS di Suriah, jumlah yang tetap sama sejak berakhirnya operasi militer AS terhadap ISIS di Suriah.
Rusia telah mengerahkan pasukan militer ke Suriah untuk mendukung rezim Asad, sementara pasukan AS melakukan patroli dan operasi bersama dengan Pasukan Demokrat Suriah (SDF), sebuah milisi yang didukungnya pada 2015 untuk melawan ISIS. AS dan Rusia sebelumnya telah bentrok satu sama lain di Suriah, seperti insiden tahun 2017 yang menyebabkan kematian sekitar 300 kontraktor militer Rusia, lansir Telegraph pada Ahad (20/9/2020).
“Amerika Serikat tidak mencari konflik dengan negara lain di Suriah, tetapi akan membela pasukan Koalisi jika perlu,” klaim Kapten Bill Urban, juru bicara Komando Pusat militer AS.
Juga pada hari Jumat, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mendesak Turki untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang didukungnya di Suriah utara.
Turki mulai meluncurkan operasi militer besar pada tahun 2016 untuk menyingkirkan kelompok milisi Kurdi Suriah, termasuk SDF yang didukung AS, dari daerah yang mereka kuasai di sepanjang perbatasan Suriah-Turki.
Operasi tersebut termasuk dukungan untuk faksi milisi Suriah lainnya, beberapa di antaranya menurut klaim PBB bertanggung jawab atas “pelanggaran berat” termasuk penculikan, pembunuhan warga sipil dan pemindahan orang dan properti secara tidak sah.
“Saya mendesak Turki untuk segera meluncurkan penyelidikan yang tidak memihak, transparan dan independen atas insiden yang telah kami verifikasi, menjelaskan nasib mereka yang ditahan dan diculik oleh kelompok bersenjata yang berafiliasi dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab atas -dalam beberapa kasus- merupakan kejahatan di bawah hukum internasional, termasuk kejahatan perang,” Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet mengklaim dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Turki membantah tuduhan tersebut. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), kelompok pemantau perang Suriah yang berbasis di Inggris, secara konsisten mendokumentasikan tuduhan serupa dengan yang dibuat oleh PBB. Mereka juga telah mendokumentasikan kejahatan perang yang dilakukan oleh lawan Turki. (haninmazaya/arrahmah.com)