JAKARTA (Arrahmah.com) – Eksekusi mati Ruyati binti Satubi (54) bukan salah pada hukum Islamnya. FPI meminta masyarakat tak memprotes hukum Islam, karena pada dasarnya eksekusi mati merupakan konsekuensi hukum pidana Islam yang wajib diterima dan dihormati.
Meskipun demikian, FPI menilai eksekusi tersebut merupakan tragedi kemanusiaan. Ketua DPP FPI Bidang Nahi Mungkar, Munarman, menyesalkan sikap pemerintah yang tak memberikan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi.
Lebih lanjut Munarman menjelaskan bahwa eksekusi mati seharusnya dapat dihindari karena almarhumah membunuh majikannya, Khoiriyah, dalam rangka membela diri. Ia mengungkapkan, ada empat hal yang dapat dilakukan pemerintah agar terpidana dapat terhindar kasus hukuman mati.
“Pertama, secara kekeluargaan, mestinya ada pendekatan intensif oleh KBRI di Saudi kepada keluarga korban agar mendapat maaf,” ujar Munarman.
Kedua, pemerintah seharusnya merekrut pengacara andal untuk membela Ruyati. Ketiga, pemerintah harus melakukan diplomasi tingkat tinggi dengan Raja Arab Saudi. Di Saudi, titah raja adalah hukum. Keempat, pemerintah harus dapat menyiapkan pembayaran diyat atau uang kompensasi sebagai pengganti hukuman mati.
Terkait hal tersebut, FPI meminta pemerintah menghentikan pengiriman tenaga kerja di sektor informal ke luar negeri, serta menciptakan lapangan kerja yang bagus di dalam negeri.
Sementara itu, terkait keinginan keluarga Ruyati agar jenazah tenaga kerja wanita (TKW) yang menjalani hukum pancung di Arab Saudi itu dapat dipulangkan ke Indonesia, akan sulit terlaksana. Pasalnya, jenazah Ruyati sudah dimakamkan dan tidak mungkin dibongkar kembali. Hal tersebut dikatakan Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Abdurrahman Al-Khayyath, di kediamannya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, Senin (27/6).
“Tak mungkin kita menggali jenazah yang sudah dimakamkan. Sulit untuk mengirim jenazahnya (Ruyati) ke Indonesia,” ujarnya, usai makam malam dengan Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar.
Dalam kesempatan tersebut Menkum HAM mengucapkan terima kasih atas dilepasnya 300 narapidana Indonesia yang saat ini berada di penjara-penjara Arab Saudi, dan sebagian sudah dipulangkan ke Indonesia.
Terkait dengan maraknya kecaman dan protes agar Saudi menghentikan eksekusi mati, Al-Khayyath mengatakan itu bukan wewenangnya ataupun wewenang negaranya, karena hukuman mati dan qisash itu termaktub dalam Al-Qur’an.
“Bukan hak kami untuk menentukan karena merupakan perintah Al-Qur’an dan sudah berlaku sejak lama. Penerapan qisash berlaku bagi semua orang, tidak hanya warga asing. Dan itu tidak bisa dirubah karena merupakan perintah Al-Qur’an dan hadits,” tegasnya. (dbs/arrahmah.com)